"Kak Sena jadi pindah?" Tanya Nina dalam pesan ponselnya.
"Jadi Na, kenapa?" Tanya Sena.
"Kamar Kakak nanti buat Nina saja. Nina mau tinggal di rumah Bunda lagi." Balas pesan dari Nina.
Nina memang sempat balik ngekos lagi karena mulut Kakak Ipar nya yang usil suka cari gara-gara.
"Ya udah, nanti Kakak rapihkan sekalian." Balas Sena.
"Terima kasih Kak." Balas Nina.
Sena mulai mengepak. Rencana nya Sena dan Fajri akan pindah hari sabtu sepulang kerja Fajri.
Batuk Sena makin menjadi.
"Sena... Apa gak sebaiknya Kamu berobat. Biar tahu sakit apa." Pinta Bunda.
"Ya Bun, besok Sena ke Puskesmas." Jawab Sena yang masih sibuk mengepak.
_______________________________
Sena sudah berada di Puskesmas, ikut motor Fajri yang sekalian berangkat Kerja.
Ternyata ada beberapa test Lab yang harus Sena lakukan. Tak lama dia sudah akan pulang membawa obat dan botol kecil untuk dahak nya.
Dokter menyarankan pada Sena untuk test dahak karena batuk Sena sudah cukup lama. Dan jika malam tiba, Sena merasa gak enak badan, juga sering gak nafsu makan. Tubuh Sena pun makin kurus.
Esok hari nya Sena kembali ke Puskesmas untuk mengembalikan botol yg sudah berisi dahak. Sena hanya menaruh botol itu ke Lab, kemudian dia langsung pulang.
Hari sabtu tiba, mobil yang Sena sewa untuk membawa barang-barang nya sudah tiba. Fajri dibantu teman kerja nya mengangkat barang-barang milik Sena. Ria tetangga Sena pun ikut membantu.
Sena dan Fajri berpamitan pada Bunda. Sena melihat Lana yang sibuk memindahkan barang-barang nya ke kamar Sena.
"Kak... Kamar Sena mau dipake Nina." Kata Sena.
Tapi Lana seperti tidak punya telinga, dia tetap memindahkan barang-barang nya ke kamar Sena.
Sena tak dapat berbuat apa-apa
Fajri sudah memanggilnya karena mobil pengangkut barang akan berangkat.
__________________________
Barang-barang Sena sudah sampai di kontrakan. Yang mengantar pun sudah kembali.
"Besok saja dibereskan, Sena. Aku cape." Kata Fajri.
"Nanti Kita tidur dimana Mas, kalau tempat tidurnya gak dipasang?" Tanya Sena.
"Kita gelar saja dulu kasur sebelah. Kamu pasang seprei nya. Kita tidur berdua." Kata Fajri.
Sena hanya mengangguk. Tapi tangan Sena juga tak dapat berhenti. Dia gak betah beristirahat kalau rumah masih berantakan.
Sena menaruh kompor ke dapur agar bisa masak air untuk minum dan sekedar bikin teh atau kopi.
Fajri sedang duduk berselonjor menikmati rokoknya. Sena membuatkan kopi untuk Fajri.
"Terima kasih, Dek." Kata Fajri.
Sena kembali mengerjakan yang kira-kira bisa dia kerjakan sendiri. Sena sangat bersemangat bisa tinggal di kontrakan berdua Suami nya tanpa harus mendengar sindiran-sindiran tak mengenakan dari Kakak ipar nya atau Adik nya Fajri.
Ponsel Sena berdering. Sena mengangkatnya.
"Kak... Kok kamar nya ditempati Kak Lana, sih?" Nina langsung nyerocos.
"Mang Kakak gak bilang, kalau Aku yang mau tempatin?!" Kata Nina lagi terdengar nada kecewa.
"Tadi Kakak udah bilang sama Kak Lana, kalau kamar Kakak, Kamu yang pakai. Tapi Dia kayak gak punya kuping." Jelas Sena.
"Iya iihhh kesel banget. Aku tadi pulang, Dia lagi pindahin barang-barang nya ke kamar Kakak." Nina tambah sewot.
Sena menghela nafas.
"Sok kuasa banget sih dia?! Udah deh, Aku balik aja ke kosan. Malas di rumah." Kata Nina.
"Ya hati-hati." Kata Sena pelan.
Nina mematikan sambungan telponnya.
"Ada apa?" Tanya Fajri.
"Nina kesal, kamar Aku ditempati Kak Lana, padahal Nina udah pesan sama Aku. Aku juga udah bilang sama Kak Lana tadi, tapi Kak Lana kayak gak peduli." Jelas Sena kesal.
Fajri tak berkomentar. Dia kembali menghisap rokoknya.
_________________________
Dua hari kemudian.
Ponsel Sena berdering. "Bunda...." Sena terlihat senang.
"Ya Bun." Sapa Sena.
"Kamu gimana kabar nya?" Tanya Bunda.
"Sena baik Bun. Disini udara nya segar." Kata Sena.
"Tadi Adik mu, Anto ke Puskesmas mengambil hasil test dahak Kamu, Dokter tanya kenapa bukan Kamu yang ambil. Hasil test nya positif. Kamu harus segera diobati." Kata Bunda.
Sena menghela nafas. "Ya Bun, besok Sena ikut Mas Fajri sampe Puskesmas." Kata Sena.
"Ya sudah, Besok mampir kan?" Tanya Bunda.
"Ya Bun. Sena kan nunggu Mas Fajri pulang kerja." Kata Sena.
"Ada jahitan, lumayan banyak. Seragam Ibu-ibu pengajian. Nanti Kamu tolong Bunda menjahit celana nya ya?" Kata Bunda.
"Ya Bun. Besok sekalian Sena obras dulu sebelum dibawa." Kata Sena.
Sena pun berpamitan dan menutup pembicaraan Mereka.
Sena memang membawa mesin jahit milik Bunda. Karena memang niat Sena ingin membuka jahitan disini.
Tapi ternyata disini sangat sepi. Posisi kontrakan Mereka berada agak ke dalam dari jalan kampung. Hanya Pak RT dan yang punya kontrakan yang tahu kalau Sena buka jahitan.
Sena kembali mengerjakan pekerjaan rumah. Dia sendirian di kontrakan. Yang mengontrak pun baru Sena dan sepasang suami istri yang tinggal paling ujung. Tapi Mereka gak pernah keluar.
Paling sesekali terdengar Mereka sedang bercanda.
Sena iseng. Dia melihat persediaan terigu dan margarin masih banyak di lemari makan. Sena berpikir mau bikin apa.
"Tapi disini warung lumayan jauh, huuuuuuhh..." Sena menghela nafas. Sena masih enggan keluar rumah kalau berjalan kaki, karena jalan setapak menuju jalanan kampung masih banyak semak. Sena takut ada ular. Apalagi yang punya kontrakan punya anjing. Anjing nya terus saja mengikuti Sena jika Sena keluar.
Akhirnya Sena memasukan kembali bahan makanan itu. "Nanti sore Aku minta antar Mas Fajri buat belanja." Gumam Sena.
Sena hanya duduk-duduk saja. Pekerjaan rumah nya sudah selesai. Mau menjahit. gak ada yang dijahit. Mau bikin kue, malas keluar rumah. Mau nonton tivi, gak punya tivi. Sena benar-benar sepi hiburan.
____________________________
Menjelang Maghrib Fajri tiba dikontrakan. Sena sangat senang. Dia bergegas menyambut Suami nya.
Fajri tersenyum manakala Sena terlihat senang menyambutnya. Sena mencium punggung telapak tangan Fajri. Kemudian Sena ke dapur.
"Mas... Besok Aku ikut Mas ya." Kata Sena.
"Kemana?" Tanya Fajri yang segera duduk berselonjor.
Sena sedang membuat teh manis untuk Suami nya. Kemudian membawa nya ke depan.
"Tadi Bunda telpon. Kata Bunda hasil test dahak nya positif." Sena terlihat sedih.
Fajri merangkul bahu Sena. "Jangan sedih. Cepat tahu penyakitnya biar cepat diobati." Hibur Fajri.
"Tapi kan lama, masa 6 bulan minum obat." Kata Sena sambil mengerucutkan bibirnya.
"Kalau jadi sehat, gak apa Dek. Nanti Mas yang kontrol Kamu minum obat. Gak boleh mangkir kan?" Tanya Fajri.
Sena mengangguk. Memang waktu Sena tempo hari periksa, Dokter sudah memberi gambaran tentang penyakit TB Paru.
"Nanti Mas jemput ke rumah Bunda ya. Aku dari Puskesmas ke rumah Bunda." Kata Sena.
"Iya... Lagian emang Kamu tahu pulang ke sini naik mobil apa?" Canda Fajri.
Sena menggeleng. "Aku gak tahu. Banyak kali ya turun naik bus nya?" Tanya Sena.
Fajri mengangguk. "Aku mandi dulu ya. Udah gak gerah." Kata Fajri.
Sena mengangguk. Sena menyiapkan handuk untuk Fajri dan baju ganti.
Kemudian Sena menyediakan makan untuk Suami nya.
Tak lama Fajri sudah selesai berpakaian setelah mandi. "Kamu masak apa?" Tanya Fajri senang.
"Ini aja Mas. Aku masih takut keluar rumah. Anjing Pak Petrus ngikutin Aku terus." Kata Sena.
Fajri hanya tertawa. Mereka pun menikmati makan malam.
Tak lama. "Dek... Aku kepengen." Goda Fajri.
Sena hanya diam. Tak ada reaksi.
"Kenapa diam? Kamu gak suka ya?" Tanya Fajri mulai menciumi wajah Sena.
"Bukannya gak suka Mas. Tapi Aku bingung, kata nya enak sampe ke ubun-ubun. Tapi Aku gak pernah ngerasa enak. Enak nya dimana? Cuma sakit aja, sudahnya perih." Kata Sena nampak sedih.
Fajri terperanjat. "Kita sudah menikah 6 bulan, Dek. Selama ini Kamu gak pernah ngerasain enak nya?" Fajri tak percaya.
Sena mengangguk sambil menunduk.
Fajri tersenyum. "Istriku memang masih perawan waktu pertama kali Aku menyentuh nya. Dan dia gak tahu harus ngapain. Benar-benar polos." Batin Fajri.
"Ya udah... nanti Mas tuntun biar ketemu enaknya. Mas udah gak tahan nih." Canda Fajri.
Sena hanya diam. Sena sangat malu.