Motor Nina sudah disetujui oleh Dealer. Motor pun sudah tiba di rumah.
Dua minggu kemudian, STNK motor keluar. Fajri mulai mengantar jemput kerja adik bungsu Sena.
Fajri juga mengajari Nina belajar mengendarai motor.
Sena juga sudah membantu Fajri mengklaim Jamsosteknya. Dari sana juga Sena tahu kalau Fajri resign tanpa ijin dari Kantor. Tapi Fajri pandai berkelit, Perusahaan akhir nya mau mengeluarkan Packlaring untuk Fajri sebagai syarat pencairan Dana Jamsostek.
Fajri sudah mendapatkan SIM. Nina mengijinkan Fajri memakai motor nya untuk bekerja, tapi tetap mengantar jemput Nina bekerja.
Sifat Fajri makin terlihat. Dia sering mangkir menjemput Nina. Alasan masih jauh lah atau apalah.
Nina sebenarnya sudah kesal dengan kelakuan Kakak Ipar nya, tapi Nina tak enak dengan Sena. Fajri sering tak mengisi bensin saat bekerja. Setiap menjemput Nina, Nina yang membelikan bensin. Fajri selalu beralasan buru-buru jadi tak sempat isi bensin. Tapi Nina tak pernah cerita pada Sena.
Nina juga sudah pandai mengendarai motor nya.
Bang Tino merasa iri karena Nina lebih memperhatikan Fajri dari pada dirinya yang Abang kandungnya. Setiap Dia ingin pinjam motor, tak pernah dikasih oleh Nina. Itu karena Bang Tino yang gak bisa dipercaya.
Hari ini kecemburuan Bang Tino meledak. "Sena... Gw pinjam motor Nina. Gw mau bawa dagangan ke pasar banyak banget nih." Pinta Bang Tino.
"Sena ijin dulu sama Nina." Kata Sena yang berlalu mengambil ponselnya.
"Gak perlu. Sebelum laki lo jemput Nina, Gw udah pulang kok." Kata Bang Tino.
"Sena gak berani, Bang. Nanti Nina marah. Itu kan motor Nina bukan motor Sena." Jelas Sena.
Hari ini Fajri memang tak memakai motor Nina untuk bekerja, Dia memakai motor dagangan Rino, karena rencana nya akan sekalian mengantar motor ke pembeli.
"Lo belagu! Motor punya Nina, kok lo yang kuasa?! Malu lo!" Bang Tino sewot.
"Siapa yang nguasain? Sena cuma jaga amanah Nina, kalau Bang Tino gak boleh pake motor nya." Sena mulai tersulut emosi.
"Apa-apaan sih nih? Kok malah pada ribut?" Tanya Bunda.
"Nih Sena, pelit banget! Tino mau pake motor Nina, gak boleh." Kata Tino masih sewot.
"Memang Nina pernah pesan, Kamu gak boleh pake, abis Kamu kalau pake motor orang gak pernah diisi bensin lagi." Kata Bunda.
"Ya... Tino lupa Bun." Kata Tino malu.
"Bukan itu aja, motor adikmu Kamu bikin lecet-lecet. Nina kan teliti banget sama barangnya." Kata Bunda lagi.
"Bukan sama Tino, Bun. Itu sama Fajri." Tino membela diri.
"Kok malah nyalahin orang sih?" Sewot Sena.
"Lah mang kenyataannya begitu. Yang tiap hari pake motor Nina kan Laki lo!" Tino ngotot.
"Tapi Nina minjamin motor nya sama Abang masih baik-baik aja, pulang-pulang udah banyak yang baret sana-sani." Sena makin sewot.
"Sudaaahhh...!!" Tiba-tiba Kak Lana berteriak. "Ayah berangkat sekarang, naik ojek. Gak usah pake barang orang. Begini nih kalo Lo dah miskin, Adik-adik lo gak ada yang menghargai Lo!" Kata Lana yang ikutan ngotot.
"Yeeehhh boleh nya sewot! Bang Tino juga miskin bukan karena Kita. Mang Kita yang morotin Bang Tino?! Kan Kakak yang nyimpen semua penghasilan Bang Tino. Kalau udah susah jangan nyalahin orang dong!!" Sena sewot sambil mencibir.
Tiba-tiba.
Plaaaakkk..!! Tino menampar pipi Sena dengan kuat, Sena sampai terhuyung.
Vina yang sedang tidur, mendengar keributan jadi terbangun. Dia juga kaget melihat Tino menampar Sena.
Bibir Sena berdarah.
"Tino!! Kok kasar sih sama adik Kamu?!" Bunda kesal melihat Tino.
Sena langsung dibawa masuk oleh Vina. Lana masih menggerutu tapi Dia merasa puas melihat Sena ditampar Bang Tino. Bunda hanya mengelus d**a.
"Bunda yang membesarkan Adik-adik mu, gak pernah menampar Anak Bunda! Tapi Kamu seenaknya menyakiti Anak Bunda!" Bunda terlihat sakit hati.
Tino tak mendengarkan Bunda. Dia langsung pergi mengangkat barang-barangnya menuju tukang ojek.
Lana langsung masuk ke kamar. Bunda mengurut d**a nya. Bunda berlalu ke kamar Sena. Pipi Sena sedang dikompres dan diobati oleh Vina.
_______________________________
Menjelang Isya, Nina sudah tiba di rumah bersama Fajri. Tadi saat Fajri pulang mengambil motor, Fajri terburu-buru, Sena sedang di kamar mandi.
Nina sudah mandi dan makan. Dan sedang beristirahat.
Fajri pun demikian. Mereka sedang di kamar. Dari tadi Fajri memperhatikan wajah Sena.
"Mas... Mana STNK motor Nina?" Tanya Sena pelan.
"Ada nih. Kenapa?" Tanya Fajri.
"Aku mau kembalikan motor Nina. Aku gak mau dibilang nguasain barang orang." Kata Sena.
"Ada apa? Bibir Kamu kenapa?" Tanya Fajri. Fajri hendak menyentuhnya tapi ditepis pelan oleh Sena.
Sena menggeleng. "Mana Mas?" Tanya Sena.
Fajri mengambil STNK dalam dompet yang ada di saku celananya.
Sena menerima nya. Kemudian Sena ke kamar Nina.
"Na..." Panggil Sena yang masuk ke kamar Nina.
"Ada apa Kak?" Tanya Nina yang sedang tiduran sambil memainkan Hp.
"Nih Kakak balikin STNK motor Kamu. Kamu sudah bisa kan bawa motor?" Tanya Sena.
"Kenapa Kak? Kok mendadak. Aku kan belum punya SIM." Kata Nina.
Sena menceritakan keributan tadi pagi dengan Tino, Sena terisak.
Nina melihat bibir Sena yang luka dan biru. "Kakak gak usah dengerin Bang Tino. Kakak kan tau, Bang Tino selalu iri." Kata Nina.
Perkataan Nina terdengar oleh Lana yang ternyata sedang berada di dapur.
"Ssstttt..." Kata Sena. "Ada Kak Lana." Kata Sena pelan.
"Biarin aja. Emang benar kok." Nina malah sengaja meninggikan volume suaranya.
Adik-adik Tino memang kesal sama Tino, Tino suka seenaknya kalau pinjem barang orang. Barang-barang milik Sena pun sering dipakai, sesudah nya tergeletak begitu saja atau ada saja yang rusak.
"Gak usah Kak. Udah pake aja. Nanti Mas Fajri berangkat kerja gimana?" Tanya Nina.
Sena menghela nafas. "Iya sih. Kakak cape harus ribut terus tiap hari. Biar deh nanti kalau Kakak udah punya uang untuk uang muka motor, Kakak kredit motor juga." Kata Sena.
"Ya udah Kak, gak apa. Aku mau istirahat Kak. Besok jalan jam 4 subuh." Kata Nina.
Sena mengangguk. Sena keluar dari kamar Nina dan masuk ke kamarnya. Ternyata Fajri sudah tertidur. Sena membaringkan tubuh nya disisi Fajri.
Fajri memeluk tubuh Sena. "Kamu ribut sama Bang Tino?" Tanya Fajri pelan.
Sena mengangguk.
"Maafkan Aku yah. Aku belum bisa membahagiakan Kamu." Kata Fajri.
Sena mengangguk. Fajri mengelus rambut panjang Sena. Mereka pun terlelap.
Tengah malam terdengar keributan. "Makanya Lo jangan suka pake barang orang! Adik-adik Lo juga pada belagu, baru kerja bisa kredit motor aja sombongnya minta ampun!" Terdengar suara Lana yang teriak-teriak.
Lana sengaja berteriak dekat jendela kamar Sena.
Sena mengerjabkan mata dan mendengar semua perkataan Lana. Karena jendela kamar Sena pas dekat pintu kamar Tino.
Vina yang baru saja masuk kamar karena baru sampai rumah, pulang kerja, mendengar keributan itu langsung menutup pintu dengan kencang. "Gak punya perasaan amat, malam-malam teriak-teriak!" Gerutu Vina.
Anto yang juga baru pulang dagang hanya geleng-geleng kepala. Anto saja sudah mengalah tidur di ruang tamu karena kamar nya dipakai oleh Tino dan Keluarga nya.
Dulu Tino bekerja di sebuah Hotel bintang lima berlian. Dia bekerja dari nol, jabatan DW hingga menjadi Asisten Manager.
Entah kenapa, masalah apa, hanya Lana dan Tino yang tahu, Tino dipecat dari Hotel. Selama hidup enak, Lana tak pernah suka kalau Tino memberikan uang pada Bunda.
Lana akan sesak nafas jika Tino memberikan uang pada Bunda. Dan itu terlihat oleh Sena, Nina dan Bunda.
Bunda langsung mengerti kalau menantu nya pelit. Bunda tak pernah minta-minta uang lagi sama Tino.
Terkadang mungkin kontak batin, jika Bunda berkeluh kesah pada Sena, kalau Mereka sudah tak punya beras untuk makan, juga persediaan uang pensiun yang selalu tak cukup untuk menghidupi ke empat Adik Tino.
Tino tiba-tiba akan menelpon Bunda. "Ada apa Bun?" Tiba-tiba Tino sudah bertanya begitu.
Bunda hanya tertawa pelan karena Putera nya langsung kontak batin dengannya.
"Di rumah sudah gak punya beras. Adik mu mau berangkat sekolah gak ada ongkos." Demikian kata Bunda, saat itu Sena masih Kuliah.
"Ya sudah, suruh Sena ke Hotel." Kata Tino.
Dan Sena dengan menggunakan bus Kopaja berangkat menuju hotel.
Dan kini Tino dan Lana tinggal di rumah Bunda karena sudah tak sanggup untuk mengontrak rumah.
FLASHBACK OFF