Bab 7 Felix Miller

1290 Words
Kuda dan senja. Terdengar suara tapak kuda yang tengah menggaung di hutan belantara. Terlihat seberkas cahaya yang memendarkan bias keemasan dan menembus sela dedaunan. Senja itu mengiringi langkah seekor kuda yang tengah berlari. Kuda itu membawa seorang Ksatria Tampan dan seorang Putri Cantik Jelita, Ksatria Felix Miller dan Latte Marie Swan. Sebelum petang, Felix ingin segera mengantar Latte kembali ke mansion kediamannya. Felix memegang tali kekang kuda dengan Latte yang terduduk di depannya. Jarak mereka saat ini sangat dekat dan begitu intim. Bahkan, irama detak jantung Felix hampir terasa dan menembus punggung belakang Latte. Namun, hal itu sama sekali tidak membuat kecanggungan di antara keduanya. Ya, sebab mereka memang sering kali menunggang kuda bersama. Sejak kecil, keduanya telah tumbuh bersama dan bersama Felix-lah Latte sering berpetualang dan menemukan hal-hal yang baru. "Hei, bagaimana jika aku menikah?" Latte bergumam secara tiba-tiba kala masih berada di dalam hutan. Felix mengernyitkan dahi, "Memangnya siapa yang mau menikah denganmu, gadis pembuat onar?" Kalimat ejekan justru keluar dari mulut Felix. Namun, sudut bibirnya tersenyum tipis kala melayangkan kalimat ejekan tersebut. Lelaki itu memang sangat gemar menggoda Latte. Latte seketika melotot dan mecebik kesal dengan pandangan menoleh ke belakang, menatap Felix. Sedangkan Felix juga mengarahkan pandangan sedikit menunduk, menatap Latte. "Mengapa kau sangat menyebalkan, Felix?" Latte menggerutu masih dengan bibir mengerucut. Felix kian mengernyit saat mendapati bibir mengerucut Latte yang kini terpampang jelas di depannya, begitu dekat. Entah mengapa membuatnya kehilangan konsentrasi. "Hadaplah ke depan karena aku tidak tahan melihat wajahmu yang tidak enak dipandang." Kalimat ejekan keluar dari mulut Felix dengan tatapan mata yang seketika terfokus ke depan. Latte memutar bola mata jengah dan segera menghadap ke depan masih dengan wajah bersungut kesal. Tidak ada lagi perbincangan di antara keduanya. Hanya embusan angin dan suara tapak kuda yang terus menemani di sepanjang perjalanan. Hingga sampailah kuda itu di halaman mansion kediaman—Duke Shancez—seorang Perdana Menteri tersohor di Kekaisaran Deltora. Sebuah bangunan megah bergaya Romawi Kuno kini tengah berada di hadapan mereka. Tampak ukiran marmer bangunan yang begitu detail menawan. Di halaman itu, juga terlihat beberapa pelayan Duke yang menyibukkan diri; menyirami bunga-bunga tulip, memotong rumput, dan memandikan kuda. Mereka sontak menunduk sopan kala melihat Latte dan Felix berjalan beriringan untuk memasuki mansion. Namun, saat keduanya telah masuk dan hilang dari pandangan, ekspresi wajah beberapa pelayan perempuan mulai berubah dalam sekejap mata. Mereka mulai berkumpul untuk bergosip. Sebagian besar dari mereka memang tidak menyukai Latte. Tentu saja karena sebagian besar dari mereka yang berpihak pada Esmeralda dan Sofia. Di sisi lain, Latte dikejutkan dengan beberapa patung manekin yang mendadak berdiri berjejer di ruangan tengah mansion. Gaun-gaun indah juga membalut sempurna di tubuh patung-patung tersebut. Sementara di sofa panjang berwarna merah beludru, terdapat Esmeralda dan Sofia yang sedang duduk dengan wajah berbinar cerah. Mereka tengah menikmati pemandangan menyenangkan dari gaun-gaun mewah yang sedang mereka pilih. Pandangan Latte beralih pada seorang pria gemulai bergaya eksentrik yang berdiri di samping manekin dengan sebuah kipas tangan lipat berwarna kuning mencorong. Pria itu adalah Desainer Alfonso, seorang penata busana terkenal yang hanya bisa dinikmati jasanya oleh para bangsawan kelas atas. Alfonso yang sedang mengibaskan kipas kuning di wajahnya seketika membeliakkan mata tatkala menatap kedatangan Latte dan Felix yang hanya berdiri dengan wajah keheranan. "Bukankah itu adalah gadis yang sedang kita tunggu-tunggu?" Sofia dan Esmeralda seketika melayangkan pandangan ke arah Latte dan Felix yang berdiri bersebelahan. Namun, ada yang aneh di wajah Sofia. Ya, gadis cantik bersurai hitam itu langsung merona saat melihat kedatangan Felix. Percayalah! Dari sekian banyak pria yang mengagumi sosok Sofia, diam-diam gadis itu justru menaruh hati kepada Felix, meskipun pria itu tidak pernah sekalipun meliriknya. Sofia semakin merasa kesal kala Latte justru terus menempel pada pria yang dikaguminya dalam ikatan persahabatan yang menurutnya sangatlah klise. "Felix! Apakah kau mau memilihkan gaun untukku? Lihatlah gaun merah ini! Apakah cocok dengan kulitku yang putih?" Sofia tersenyum cerah memamerkan rentetan gigi sembari menunjukkan gaun mewah berwarna merah maroon di tangannya. "Cocok," jawab Felix singkat yang membuat Sofia seketika merona. "Kemarilah, Lady Latte! Saya akan mulai mengukur tubuh Anda untuk membuat gaun yang sangat sangat sangat sangat indah. Semua mata akan tertuju pada Anda nantinya." Alfonso berujar hiperbola untuk mempromosikan barang dagangannya. Latte menukikkan sebelah alis, "Gaun? Kuyakin kau sudah mendengar rumor tentangku yang tidak suka memakai gaun seperti para wanita bangsawan kebanyakan bukan? Ya, aku memang lebih menyukai jubah dan celana panjang yang mereka anggap aneh." Latte melipat kedua tangannya di depan d**a sembari memaparkan rumor yang telah tersebar tentangnya. Tentu saja rumor-rumor buruk tentang Latte memang sengaja disebarkan oleh dua wanita rubah, Esmeralda dan Sofia. Namun, Latte tidak pernah memedulikannya. Gadis itu tetap memilih mengenakan celana panjang dan sebuah jubah karena lebih nyaman untuk menunggang kuda. Bahkan, ada selusin celana dan jubah dengan warna sama yaitu hijau botol di dalam lemarinya. Namun, ketahuilah jika di abad ini celana panjang tidak dianggap sebagai pakaian perempuan yang dapat diterima. Di beberapa wilayah, ilegal bagi seorang perempuan untuk mengenakan celana panjang. Belum ada revolusi celana di Kekaisaran Deltora. Para perempuan diharuskan memakai gaun panjang mengembang. Sebab itulah Latte selalu dianggap sebagai gadis aneh oleh kebanyakan pria yang mengagumi Sofia. Semua itu membuat Esmeralda dan Sofia kian menari-nari kala rumor buruk tentang Latte telah merebak hingga di kalangan rakyat jelata. Berita tentang keluarga bangsawan memang menjadi sebuah camilan lezat untuk diperbincangkan oleh kalangan rakyat biasa. Terlebih dengan bumbu-bumbu yang telah ditambahkan untuk menjadikannya semakin lezat di lidah. "Hey! Apa kau akan terus berdiam diri di situ?" Esmeralda membuyarkan lamunan Latte dengan wajah datar. "Emm ... biarkan saya saja yang menghampiri Lady Latte, Duchess." Alfonso mencetus dan mengambil sebuah metlin panjang. Pria gemulai itu melangkah menghampiri Latte yang masih berdiri bersama Felix. "Maafkan saya, Lady. Saya akan mulai mengukur Anda," ujar Alfonso sembari mengulurkan tangan untuk mulai mengukur. Namun, belum sempat tangannya mendarat mulus di tubuh Latte, seketika tangan itu ditepis oleh Felix. Tatapan tajam netra berwarna hijau seketika dilayangkan dan menghunus Alfonso. "Astaga! Kau membuatku terkejut, Tampan!" Alfonso justru tersenyum genit dengan gaya gemulai. "Jangan pernah meletakkan tanganmu di tubuhnya!" Felix masih memberikan tatapan tajam berhiaskan rahang mengetat. Namun, Alfonso justru mengulum senyum kala menyadari sesuatu yang hanya ia sendiri yang tahu. "Baiklah, maafkan aku, Tampan. Aku tidak akan mencoba menyentuhnya lagi." Sebuah kedipan mata yang diberikan Alfonso seketika membuat dahi Felix berkerut. "MARIMAR!" Alfonso tiba-tiba menjerit memanggil nama salah satu asistennya. Seorang gadis muda berambut pendek berjalan menghampiri dan mengambil metlin dari tangan Alfonso. Gadis itu seketika mengukur tubuh Latte dan mencatatnya di atas kertas dengan pena bulu angsa. Setelah selesai mengukur dan mencatat, Marimar mulai menyebutkan satu persatu setiap inci ukuran tubuh Latte. Di detik berikutnya, Alfonso justru melebarkan mata. "Wow, lekuk tubuh yang sempurna, Lady. Mungkin Anda satu-satunya gadis bangsawan yang memiliki tubuh begitu sempurna dan ideal yang pernah saya jumpai. Mengapa Anda justru menyembunyikannya di balik jubah hijau botol dan celana aneh itu?" Alfonso berkomentar seraya menatap Latte dengan berbinar cerah. Latte hanya memasang wajah malas. Namun, Sofia yang duduk di sofa panjang beludru di ujung sana justru merasa geram kala mendengar pujian yang diberikan Alfonso. Gadis itu tidak ingin siapapun memuji Latte terlebih di hadapan pria yang ia kagumi, Ksatria Felix Miller. Sofia memutuskan untuk beranjak berdiri dan berjalan mendekat. Kini, gadis itu tengah berdiri di hadapan Latte, "Jika sudah selesai, sepertinya kau harus segera menemui Papa, Kak. Sejak tadi Papa sudah mencarimu." Sofia tersenyum ramah. Latte menukikkan sebelah alis kala melihat Sofia yang selalu bersikap ramah di hadapannya jika ada orang lain yang sedang bersama mereka. Latte benar-benar merasa jengah dengan sandiwara gadis tersebut. Sofia tersenyum tipis melihat Latte yang hanya diam saja. "Mungkin Papa ingin membicarakan perihal pertunanganmu yang sebentar lagi, Kak." Sofia masih mengobral senyuman. Sedangkan Felix sontak mengernyitkan dahi dehan wajah terkejut dengan apa yang baru saja singgah di pendengaran, "Pertunangan?" ~~~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD