CHAPTER 25 - NIAT MEMBALAS

1265 Words
Reya pun mengangguk mengiyakan pertanyaan temannya, seraya mencebikkan bibir. Inilah yang sedari tadi membuat mood Reya tak berbentuk, dia terus memikirkan kejadian memalukan itu. Ini juga alasan dia ingin makan banyak, yakni agar bisa melupakan semuanya. Dengan berat, Reya kembali menjelaskan. "Gue ngeguyur orang di kantor lo, karena nggak tau siapa orangnya, cuma karena gue panik nggak mau wajah gue di lihat, gue langsung lari." Jelas Reya melupakan makanan yang sebelumnya excited dia santai. Bukan Reya saja tapi Dhini juga bernasib sama. Bahkan temannya itu jauh lebih shock saat ini, mulutnya masih ternganga lebar. "Sial, serius lo?" Beberapa saat setelah sedikit menarik kesadarannya, Dhini langsung mendesak Reya untuk berkata lagi. "Plis jangan bercanda lo Re!" Reya mengangguk pelan, sudah seperti ini yakali dirinya hanya berniat nge-prank. Ahaha, sepertinya memang Reya yang berharap kalau situasi tadi hanya mimpi belaka. "Iya, gue malu, nggak bakal mau gue ke kantor lo lag!" Putus Reya menggebu-gebu. Sungguh, Reya benar-benar tidak akan mau, titik. Dan setelahnya Dhini pun mendesah kasar di sana, seraya memijit pelipisnya sendiri. Kalau bisa mengumpat, sudah mengumpat dia ini. Reya sendiri sejujurnya juga bingung, kenapa reaksi Dhini begitu frustasi, bahkan sama frustasinya dengan dirinya yang menanggung beban malu. Atau malah lebih ya. "Re, lo tau nggak ...," ucap Dhini menggantung dengan kepala yang mulanya sedikit menunduk menjadi di tegakkan secara perlahan. "Apa?" balik tanya Reya dengan suara lemas. Dhini pun menatap penuh ke arah mata Reya. "Katanya ya, katanya yang keguyur kopi adalah bos besar a.k.a ceo Riven corp." HAH! Sebentar, haha sepertinya Reya salah dengar ... Tidak mungkin kan, Tapi kalau benar ..., 'Mampus ...' "Se-serius lo?" Kesulitan Reya dalam menelan saliva makin menjadi, dia tergagap tak tau harus bagaimana. Dhini mengangguk lemas, tapi tetap penuh keyakinan, "Iya," "Tapi tapi kayaknya nggak ada orang penting di sana," Reya mencoba mencari pembelaan, agar dirinya tidak terdengar telah melakukan kesalahan fatal. Meski faktanya dia memang super duper salah. Dhini mendesah kasar, "Rumornya sih gitu Re, gue sendiri nggak tau." Dhini harap ucapannya akan rumor itu salah. Tapi kenyataannya banyak dari karyawan kantor yang membicarakan hal tersebut, bahkan ada beberapa saksi mata juga di sana, salah satunya sang office boy. "Huwaa ... Gimana dong!" Reya sontak panik takut bercampur aduk. "Sumpah kalo beneran iya, aseli nggak berani gue dateng ke kantor lo. Mungkin gue udah di blacklist juga dari sana." lanjutnya dengan mata yang makin memerah saja, ingin menangis. Hiks, Reya tak tau jika kesalahannya ternyata sefatal ini, dia kira dia hanya menanggung malu saja, dan orang yang tersirat bukan lah orang penting. Dhini tak dapat menanggapi, dia malah bertanya hal lain, "Emang nggak ada yang ngenalin lo?" tanyanya. "Gue agak nunduk nutupin wajah pake rambut masker, dan mungkin ada yang tau," jawab Reya masih lemah. "Siapa?" Dhini memajukan wajah begitu penasaran, dia harus membungkam orang-orang yang mengenali wajah temannya itu. "Anya sama temennya, dia pasti tau kalo itu gue, hiks gimana ini." Kepanikan Reya makin menjadi, jika memikirkan kalau dirinya akan mendapat masalah besar setelah Anya dan temannya memberitahu bos Riven corp. "Kayaknya Anya tutup mulut deh, buktinya nggak ada yang tau kalo yang ngeguyur bos besar adalah temen gue." Setelah di pikir-pikir Dhini, memang sepertinya begitu, Anya bukanlah tipe orang yang ember untuk seseorang yang dia kenal. "Kalo ada yang tau gimana, terus lo ikut di pecat gitu." "Jangan gitu lah, enggak enggak, pasti enggak, meski galak galak gitu bos besar orang yang profesional jadi nggak mungkin asal pecat. Apalagi cuma karena lo temen gue." Benar apa kata Dhini, Ronaldo Rivendra adalah pria galak tapi punya pendirian, tidak pernah mencampur adukkan masalah pribadi pada pekerjaan. Reya mengangguk pelan masih nampak berat. "Moga aja deh," meski begitu dia benar benar berdoa mati-matian dalam hati, agar apa yang Dhini katakan memang terjadi. "Cuma ...," Anjir, baru juga Reya berharap lebih! "Cuma apa?" Ucapan Dhini membuat Reya yang sedikit tenang menjadi panik lagi. "Dia kalo marah, bakal di kejar terus orang yang buat dia marah, meski ke planet mars sekalipun," jelas Dhini. Wanita itu tidak berbohong, bosnya memang seperti itu adanya. Bahkan kalau ada karyawan yang mencoba menipu, bosnya siap turun tangan sendiri demi menggeret karyawan yang bermasalah itu. Padahal karyawan di sana berjumlah ribuan. Sial! "Jangan nakutin gue lo." keluh Reya menahan diri. "Tapi biasanya gitu sih." balas Dhini mulai kembali pada aktivitas nya menyantap makanan. Dhini juga berusaha positif thinking di sana. "Terus gimana dong?" Reya masih tidak bisa tenang kalau masih ada rasa takut yang menghinggapi. Bagaimana hidupnya kedepannya, jika memang seorang bos besar dari Riven Corp mau membalas dendam padanya. Eh ..., tunggu, Reya ingat kalau pria yang menelefonnya tempo hari, juga orang yang di kenalkan oleh kunyuk Reno adalah pria yang menyandang nama besar Riven. Jadi apa Reya perlu menjilat ludahnya sendiri dan menerima pria itu demi agar selamat dari amukan ceo Riven corp. Ah, tapi Reya tidak mau! Hiks! "Tunggu aja gimana nanti Re, toh lo juga nggak kerja di sana juga kan," ujar Dhini berharap hal itu dapat menenangkan temannya tersebut. Ya tidak ada cara lain selain menunggu dan berdoa dengan harapan bos besar tersebut memberi belas kasih. Tapi sejujurnya Dhini juga tak yakin seratus persen, mengingat pembicaraan akan terguyur kopi sudah menjadi buah bibir semua karyawan. Pasti mengesalkan dan memalukan. "Iya sih," Reya menunduk lesu. "By the way, emang kenapa lo lari sampe kepleset?" tanya Dhini mengalihkan pertanyaan. Brak ... Tiba tiba Reya memukul meja dengan tangan yang di kepalkan. Wajahnya saat ini juga sudah berubah dari gang mulanya lesu, menjadi seperti berkobar penuh api. "Orang itu! Gue ketemu orang yang nyium gue. Karena panik tanpa sadar gue malah kabur." Reya ingat betul alasan dia lari, semua karena pria menyebalkan itu. "Sial, tuh orang lagi ternyata yang bikin gara-gara." Dhini yang mendengarnya ikut memerah marah, dia sampai mengepalkan kedua tangannya erat. Mendengar segala cerita kesialan temannya berhubungan dengan pria aneh yang mencium itu, memang sudah begitu mengesalkan. "Iya, makanya gue dendam banget!" Reya rasanya ingin meninju wajah menyebalkan itu berkali kali, untuk melampiaskan segala kesialan yang terus menimpanya. Brakk ... Dhini ikut menggebrak meja. Terbawa suasana menggebu gebu. "Bales dong ya jangan diem aja, enak aja dia seenak hati asal nyium-nyium." Reya mengangguk, dan mengetatkan rahangnya menahan marah. "Niatnya kalo ketemu pengen nampar," tampar bolak balik malah. "Ya udah tampar!" seru Dhini memberi dukungan penuh pada temannya tersebut. "Tapi ..." Ucapan Reya menggantung. "Tapi kenapa?" Dhini gemas sendiri melihatnya. Terlebih Reya sudah menurunkan kadar menggebu-gebunya tersebut. "Takut," Lebih tepatnya serem sih. Ngeri juga Reya kalau di tatap menggunakan mata tajam pria menyebalkan itu. Bisa di bilang dia seperti kata-kata dalam bahasa jawa itu 'wani silet, wedi rai' yang mana berarti Reya hanya berani menunjukkan p****t dan banyak berbicara, tapi setelah bertemu dia tak berani menunjukkan sekedar mukanya saja dan terlebih berlari menjauh. Cih ... Dhini berdecak, bisa-bisanya temannya itu. "Hilih, takut apa? Dia perlu di kasih pelajaran!" Dhini benar benar ingin temannya itu menunjukkan kekuatan, meski dia sendiri tidak tau siapa pria menyebalkan yang telah mencium temannya itu. "Beneran?" Reya bertanya memastikan, mencari tahu apakah boleh begitu. "Iya Re!" Tentu saja Dhini setuju seribu persen. Okay ..., "Ya udah kalo ketemu lagi gue siap beri dia tamparan bolak balik, biar mampus! Haha!" Reya berucap yakin, dengan tawa bak seorang Psychopath diakhir kalimatnya. Begitulah mereka berdua, keduanya sama-sama yakin akan keputusan. Terlebih Dhini yang begitu mendukung tanpa tau sosok pria itu siapa. Karena mungkin jika Dhini tau, dia sudah menyesali segala ucapannya tadi. Coba lihat saja kedepannya, apakah Reya betul berani menyentuh wajah pria menyebalkan barang elusan saja, atau malah dia merealisasikan niat untuk menampar bolak balik pipi tersebut. So ... Mari menunggu bersama sama!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD