Sudah seminggu berlalu sejak di tetapkan nya Reya menjadi tersangka penumpahan kopi di kantor Dhini. Dan seminggu ini pula Reya yang telah overthinking setengah mampus ternyata semua hal yang dia takutkan tidak ada terjadi. Si korban yakni bos besar Riven corp sama sekali tak mengubungi ataupun mencari Reya sedikit pun.
Senang?
So pasti, Reya amat lega sampai membuatnya tak bisa berkata kata.
Yang pasti Reya benar-benar sangat bersyukur, dia tak henti hentinya berucap terima kasih dalam hati atas kebaikan CEO Riven corp yang mau memaafkan kesalahan fatalnya tersebut.
Juga,
Oleh karena sekarang Reya sudah yakin jika hidupnya telah kembali tenang seperti sedia kala, wanita itu pun juga mulai fokus dengan pekerjaannya lagi.
Bulan ini dia memang tidak terlalu sibuk, mungkin hanya sekedar rutin menulis setiap malam dan menunggu proses penerbitan saja. Tapi juga tidak lama lagi salah satu novelnya yang rilis tiga bulan lalu akan kembali di gaet salah satu rumah produksi terkenal di negeri ini, karena memang n****+ Reya tersebut sampai saat ini masih setia nangkring di top 1 best seller di hampir seluruh toko buku di Indonesia.
Okay, lupakan pembahasan pekerjaan dulu. Sebab malam ini jadwal Reya sendiri adalah refreshing healing healing tai biasanya.
Maka dari itu Reya sudah menyempatkan untuk menulis beberapa bab n****+ untuk di upload pada salah satu platform digital kepenulisan berbayar juga untuk cerita yang akan dia terbitkan di masa mendatang. Memang, meski Reya adalah penulis populer dia tetap menuangkan karyanya di beberapa platform kepenulisan.
Huft ...
Karena Dhini sudah pulang dan tengah mandi juga bersiap siap, makanya Reya pun memutuskan untuk ikut menyiapkan diri cepat.
Reya mengenakan pakaian kasual biasanya, celana high waist hitam dengan crop top lengan balon warna broken white dan rumbai-rumbai mengitari kerah depan.
Rambutnya sendiri di biarkan tergerai tapi bagian ujungnya di catok curly. Bisa di katakan Reya nampak begitu cantik malam ini, apalagi tambahan make up naturalnya menambah segala kesempurnaan tersebut berada pada diri wanita itu.
Sejujurnya Reya sengaja ketika memilih pakaian yang menampakkan perut datarnya dengan jelas. Sebab malam ini jadwalnya bukan hanya healing healing cantik, tapi karena ini adalah malam weekend, dia akan menagih sesuatu seperti minggu sebelumnya, yakni makan-makan banyak gratisan dari Dhini. Kalau masalah gratis mah jangan di tanya, Reya tidak akan pernah lupa, apalagi Dhini sudah menjanjikannya dulu.
Cuma ya itu, Reya mungkin nanti hanya akan makan secukupnya tidak bar-bar seperti biasanya, bukan karena tidak ingin perutnya mengembang dan terpampang nyata di mata semua orang, tapi juga malam ini Reya akan sedikit mengasihani temannya itu.
Janji Reya akan makan 1 porsi saja. Kalau Dhini mendengarnya pasti wanita itu langsung berjingkrak senang, hanya saja faktanya meski cuma 1 porsi, Reya berniat makan steak sapi yang terkenal super enak nan empuk itu, apalagi kalau bukan daging wagyu A5. Hm, bisa shock setengah mati Dhini nanti kalau memang begitu niatan Reya.
Tiba-tiba Reya bergerak dari depan meja rias menuju nakas samping ranjang cepat cepat, dia hendak mengambil ponsel yang saat ini bergetar sekali, menandakan adanya pesan masuk. Dia tadi memang tengah chatting-an dengan kenalannya di salah satu rumah produksi yang dia bicarakan tadi, makanya ia takut kalau ada hal penting yang di kirimkan.
Namun ketika Reya mendekat dan menatap layar ponsel yang menyala, dia malah di buat mengerutkan dahi melihat bagian display notifikasi di ponselnya.
Rupanya yang mengirim pesan bukanlah temannya dari rumah produksi, melainkan malah nomor tidak di kenal yang aneh.
___
+6282xxxx
'Malam,'
___
Yups, nomor tidak di kenal tersebut mengirimkan satu kata tersebut.
Cringe ... Kata itu yang langsung saja terlintas di otak Reya saat ini. Karena mungkin Reya bukan tipikal orang yang suka basa basi di chat atau malah tidak suka chatting-an jika itu bukan masalah pekerjaan maupun hal penting sih.
Reya tidak berniat membuka pesan singkat tersebut, sebab tanpa membuka di juga sudah tau isi pesannya dari notif, terlebih nomornya tidak memiliki foto profil juga, buat apa di pastikan lebih.
Hanya saja ketika Reya berniat membalik badan untuk menambahkan lip gloss di bibir itu, dia malah teringat sesuatu.
Dia pun balik badan dan mengecek ulang deretan nomor yang tertera di sana. Dan benar saja ...
Reya ingat!
Dia ingat pernah melihat nomor yang persis seperti itu sebelumnya.
Yups Nomor itu adalah nomor yang sempat menghubunginya terakhir kali, yakni orang yang kata Reno masih menyandang nama Rivendra di belakangnya.
Reya mulai paham kemana alur pengiriman pesan basa basi busuk tersebut.
Hais, untuk apa pria ini masih menghubunginya, padahal jelas-jelas Reno mengatakan kalau pria itu setuju atas penolakan yang Reya berikan.
Cih, lalu ini apa?
Apalagi pesan kali ini terdengar klasik sekali. Sangat basa basi, juga malah dulu tidak mengeluarkan suara sama sekali saat menelepon.
Dasar aneh!
Meski tau siapa pemilik nomor itu, Reya masih tetap tak berniat membalas, sudah di bilang kalau Reya tidak ingin berhubungan dengan laki-laki, dia takut malah terkesan memberi harap pada pria itu kan.
Ck, sayangnya Reya tidak bisa memblokir nomor itu agar sambungan mereka benar benar terputus. Alasan Reya tidak lebih ya sebab pemilik nomor ini adalah sepupu teman Reno, jadi dia masih memiliki sopan santun yang mungkin bisa menjaga nama baik adiknya itu.
Jadi apa yang membuat pria aneh itu menghubunginya lagi setelah lebih dari dua minggu tak ada kabar. Kalau memang masih niat usaha mendekati, bukannya harusnya langsung balik menge-chat dari 2 minggu yang lalu kan.
Ah sudahlah, kenapa pula Reya memikirkan hal tidak penting macam itu. Terserah saja kalau mau menghubungi Reya, yang pasti dia tidak akan menanggapi barang sedikitpun.
Lebih baik dia melanjutkan aktivitasnya bersiap-siap, lalu berlanjut keluar kamar untuk menghampiri Dhini yang sepertinya juga sudah selesai.
Benar bukan, seperti dugaan Reya kalau Dhini sudah siap dan berbarengan keluar dari kamar seperti dirinya.
Jujur kali ini Dhini juga nampak cantik nan fresh tidak lempeng macam pulang kerja tadi.
"Kuy," ajak Reya penuh semangat empat lima.
Dhini terlihat mengedipkan matanya beberapa kali, sebelum mengaduh dan memegangi perutnya. Jelas jika di mata Reya itu hanya sebuah tipuan.
"Kok perut gue mules ya, Re," ucap Dhini seraya masih memegangi perutnya itu.
Reya sontak saja mencibir, "Hilih, alasan aja lo mah,"
Dan mendengar ucapan temannya itu, Dhini langsung menurunkan tangan yang memegangi perut serentak. Dhini pun berlanjut mencebikkan bibir. "Hiks, soalnya perasaan gue nggak enak dari tadi Re,"
Reya pun tersenyum culas, dengan mata yang menyipit penuh arti.
"Kan, kan, jelas ini mah. Insting gue seratus persen bener." Dhini bergidik ngeri membayangkan niat bulus Reya nanti.
Dan Reya pun terkekeh di sana, sebelum akhirnya membalas. "Enggak kok enggak, santai aja brodie." ucapnya sambil menepuk bahu Dhini pelan beberapa kali.
Dhini memutar bola matanya malas. "Tai, nggak percaya gue. Emang kita mau makan di mana sih?"
Tak langsung menjawab, Reya bergumam cukup lama seolah berfikir. Padahal dia sudah menentukannya sejak awal. "Em, kita jalan kaki aja ke sananya."
Reya tak langsung to the point mengatakannya, yang mana hal itu membuat Dhini menyipitkan mata curiga. "Bentar kemana dulu,"
Tidak mau membalas langsung, Reya memutuskan melangkah lebih dulu meninggal Dhini. Baru setelahnya dia menjawab.
"Resto steak,"
Dhini yang baru hendak mengambil langkah pun terpaku sejenak. "Jangan bilang __"
Reya memutar bada dengan cara elegan, bak medusa yang hendak mengambil nyawa orang di depannya. "Hehe seratus buat lo," Reya terkekeh dengan culasnya.
"Kan kan, kantong gue makin kopong." Dhini membalas dengan tak tahan untuk tidak menghentakkan kedua kaki yang mengenakan heels itu.
"Cuma satu porsi kok tenang," ucap Reya ketika mendengar Dhini yang juga sudah mengambil langkah, terdengar dari suara ketukan heels di sana.
"Tenang mata lo, satu porsi kalo harganya selangit ya sama aja bo'ong. Mending gue beliin nasi padang sepuluh bungkus kalo gini caranya mah." Dhini menggerutu terang terangan. Tak perduli jika temannya tersebut mendengar dengan jelas. Kan Dhini memang sengaja. Toh temannya itu memang tidak tau diri meski di kode teramat keras.
"Udah ah ayo,"
Tidak sabar dengan langkah temannya yang seolah di buat sepelan mungkin. Reya pun bergerak menggaet lengan Dhini erat, dan sedikit menariknya keluar dari area unit apartemen.
"Aishh ... "Untung kantong gue sabar punya temen ke firaun macam elo,"
"Haha,"
Mereka berdua benar-benar berjalan dengan iringan Dhini yang masih saja menggerutu. Hingga mereka sampai lift pun, atau ketika sudah keluar dari area apartemen.
Seeperti perjanjian sebelumnya, lebih tepatnya keinginan Reya sih, mereka sungguh memang tak membawa mobil, Reya sengaja ingin berjalan jalan malam di tengah kota, karena ya rumah makanannya itu terletak tidak terlalu jauh, mungkin hanya berjarak 300 meter dari lokasi Apartment Reya.
Meski begitu perjalanan mereka tidak terasa terlalu lama, karena di iringi percakapan keduanya yang makin seru saja. Tanpa perdebatan seperti tadi. Dhini sudah berdamai dengan kekesalannya pada Reya yang seenaknya itu. Percuma saja dia menggerutu, toh Reya tidak akan perduli.
"Suasana kantor aman?" tanya Reya selagi keduanya melangkah pelan di trotoar pinggir jalan yang tengah ramai itu. Sejujurnya alasan Reya tidak mau menggunakan mobil, juga karena dirinya malah bermacet-macet ria untuk sekedar menutup tempat yang dekat, menurutnya membawa mobil malah akan membuang waktu cukup lama. Belum macem, belum juga mencari parkiran. Sebab sudah di perkirakan Reya, kalau malam weekend seperti ini tidak ada tempat yang tidak ramai.
Dhini yang mendengar pertanyaan Reya pun mengangguk. "Iya udah aman, para karyawan juga udah nggak bicarain masalah kopi itu kok," Memang benar kalau semua orang yang ada di kantor sudah lebih kondusif dari pada awal rumor beredar.
Reya mengangguk mengerti, dalam hati dia sudah berjoget-joget ria karena senang.
By the way, untuk masalah Anya sendiri, memang setelah di tanyai langsung oleh Reya, gadis itu mengaku sengaja menutup mulut untuk menutup nutupi, dia tidak tega pada Reya, bahkan Anya juga merasa bersalah sebab kopi tersebut dirinyalah yang telah memberikan. Kalau saat itu Reya tak membawa kopi, mungkin insiden tersebut tidak akan terjadi, pikirnya begitu.
Reya malah ikut merasa bersalah juga tak tega jika Anya berfikir demikian, padahal semua atas kecerobohan Reya sendiri. Makanya Reya juga ikut andil untuk menenangkan gadis itu.
Tanpa di sangka dengan percakapan random salah satunya membawa pembahasan idol grup Korea yang saat ini naik daun di dalamnya, mereka pun akhirnya tiba di kawasan resto elite tersebut. Sejujurnya hanya Dhini saja yang mengoceh tentang '7 bujank tamvan mempesona bala bala' yang kata Dhini baru saja menggelar comeback itu. Dhini memang begitu menyukai idol superstar asal negeri ginseng. Walaupun kefanatikan Dhini sudah tak separah ketika jaman SMA nan kuliah dulu, karena tuntutan kesibukan. Namun jika ada kesempatan Reya harus tetap merelakan kedua telinga berdengung mendengarkan cerita oppa oppa seperti saat ini.
Reya dan Dhini melanjutkan langkah beriringan memasuki area restoran, dengan Dhini yang juga sudah menutup mulutnya akan pembahasan tentang oppa oppa.
Seperti dugaan Reya, suasana di dalam saja memang cukup ramai. Di parkiran saja mobil sudah nampak penuh terisi apalagi di dalam.
Tapi Reya tetap yakin kalau masih banyak kursi kosong di sana. Mengingat tempat tersebut memang begitu luas.
Hanya saja ketika baru juga mereka mencapai pintu, Reya malah di kejutkan dengan matanya yang menangkap sosok yang membuatnya kesal seminggu terakhir. Pokok utama alasannya menjadi uring-uringan nan overthinking. Siapa lagi kalau bukan pria menyebalkan tersebut.
Sial,
Reya tak menyangka akan bertemu pria itu di sini!