CHAPTER 24 - PEMBAHASAN INSIDEN

1368 Words
Malam ini Reya nampak santai dengan balutan celana training dan crop tank top warna hitam yang mana hal itu menjadikan pusar Reya terlihat jelas. Kalau kata Reya biasanya ya, Gerah wak. Dia memang selalu seperti ini, berpenampilan terbuka kalau berada di apartemen, toh dia memang tinggal sendiri kan. Beda lagi jika pas ada si kunyuk Reno, Reya tidak berani melakukannya. Meski Reno adik kandungnya, Reya sadar betul kalau Reno juga seorang laki-laki yang sudah mengalami masa pubertas. "Fiuwit," Suara siulan dari belakang, membuat Reya menoleh cepat. Dan langsung saja dia mendapati sosok Dhini yang nampak segar baru saja mandi setelah pulang kerja. Dhini sendiri memakai kaos oversize di padu padankan dengan celana training macam milik Reya. Reya memicingkan mata melihat senyum penuh arti dari Dhini tersebut. "Bagi dong buk," ucap Dhini akhirnya. Dan benar bukan, itu seperti dugaan Reya. Dhini memang bermaksud sesuatu. Reya sontak tertawa sarkas, "Haha, enak aja," Nampak judes dalam menjawab, selanjutnya dia kembali memfokuskan diri untuk menyantap mie instan di mangkuknya itu. Memang saat ini Reya tengah melahap mie instan merek terkenal yang katanya makan satu bungkus kurang makan dua bungkus kebanyakan itu. Hanya saja kali ini Reya malah bersikap ugal-ugalan dengan memasak empat bungkus sekaligus. Full micin sekali kan malam ini. Reya benar-benar tak memperdulikan hal itu. Karena jujur saja perasaan Reya malam ini tengah campur aduk, makanya dia meluapkannya dengan cara menyantap makanan. Dhini bergerak maju mendekati Reya dengan dengusan, karena temannya tesebut tidak mau membaginya. "Eh buset, banyak banget itu. Dua bungkus ya?" Tentu Dhini terkejut karena di depan Reya menampakkan semangkuk mie yang masih mengepul panas, khas baru matang. Reya tak menjawab, hanya mengangkat empat jari dari tangan kanannya sebagai bentuk meralat. "Empat bungkus?" Makin terkejut lah Dhini itu, "Gilak lo, kalo gue yang makan gitu, udah auto melar dalam sekejap." Sudah di bilang bukan, kalau Dhini memiliki tipe badan yang gampang gendut, berbanding terbalik jika dengan Reya yang tetap body goals bukan main, lihat saja perut datarnya itu, belum lagi dua buah melon Reya yang juga berukuran pas dengan tubuh rampingnya. Ck, kalau Dhini seorang pria, sudah pasti dia akan langsung tertarik dengan tubuh temannya tersebut. "Lo masak empat bungkus, masa gue minta dikit aja nggak boleh," ujar Dhini melanjutkan. Dan jawaban Reya lagi-lagi hanya sebuah gelengan seraya mulut yang masih penuh dengan mie. "Cih, dasar pelit," sinis Dhini, yang pada dasarnya juga tidak betulan marah. Begitulah jika sudah bersahabat bertahun-tahun, pasti kata kata pedas sampai super pedas itu tidak akan membuat satu sama lain tersinggung. Lagipun Reya juga bodo amat! Mau di kata kayak apa Reya oleh temannya itu, yang pasti Reya ogah membagi, dia akan memakannya sendiri. "Buat sendiri sana!" saran Reya agar temannya itu tetap bisa memakan mie tanpa harus meminta. Kayak Reya tak memiliki stock mie instan saja. "Males lah. Enakan gofood." Reya malah menjawabnya begitu, membuat Reya yang mulanya menunduk hendak melahap mie lagi menjadi menatap Dhini. Ting tung ... Benar saja, belum juga Reya merespon lebih, suara keras yang berasal jadi bel pintu Reya pum terdengar. Dan jelas sekali kalau Reya melihat senyum culas terpatri di bibir Dhini itu. "Itu abangnya gofood-nya udah dateng." Reya sedikit membanting sumpitnya pada mangkuk, "Tai, nanti bagi!" Tak langsung menjawab Dhini malah tertawa sarkas dahulu, "Haha, nikmatin aja mie instan 4 bungkus lo. Haha." Mulut Reya sontak saja komat kamit mendengarnya. Ejekan temannya itu ingin sekali membuat Reya mengumpat. "Kampret lo!" Akhirnya Reya tetap mengatai Dhini. Padahal kan sudah jelas sejak awal Reya sendiri yang memulai tidak mau berbagi makanan pada Dhini, kalaupun Dhini balik membalas bukannya wajar. Dan setelah itu Dhini hanya tertawa lagi, seiring wanita itu yang melangkah pergi meninggalkan area meja makan menuju pintu depan, menghampiri Abang kurir. Reya mendengus dan mulai menyantap mienya yang masih tersisa banyak, walaupun ada makanan enak lain Reya janji tidak akan menyia-nyiakan makanan terenak bagi anak kos itu. Kapan lagi bisa mabok micin dalam sekali hap. Terserah Dhini mau memakan makanan apa. Yang pasti Reya tidak akan menoleh, dan fokus pada mienya itu. Pasti! Setelah beberapa saat, Reya pun mendengar suara langkah yang kembali mendekat, dan memang itu berasal dari Dhini yang saat ini sudah balik menghampiri Reya, seraya menenteng buntelan kresek putih cukup besar. Reya hanya melirik sekilas lalu berdecih. Mengabaikan Dhini yang mulai duduk di depannya _berbatasan dengan meja makan_. Niat Reya sih mau bersikap cuek bebek, tapi ternyata dia tidak sanggup untuk tidak memperhatikan Dhini yang terlihat mengeluarkan kotak demi kotak dari dalam buntelan kresek. Uhh ... Baunya saja seharum ini. "Apa tuh?" tanya Reya tidak tertahan. "Dih, kok kepo!" Dhini terkekeh di sana. "Kampret, serah serah." Reya yang mulanya hendak tetap tidak tau diri untuk meminta paksa pun mengurungkan niat, dan malah memasuk masukkan mie dalam mangkuk tersebut cepat. Hingga mie terkuras setengah dalam sekejap. "Buset lo, gue aja yang liat cara lo makan ngeri Re, Re. Sumpah deh, lo ikut lomba makan cepet pasti juara satu tuh." Celutukkan Dhini yang terheran heran akan tingkah temannya itu, meski sama sekali tak mendapat respon dari Reya. Bertahun tahun berteman, Dhini masih saja tidak habis fikir setiap melihat cara makan Reya yang bar bar. Tetap ada pemikiran 'kok bisa' di otak cantik Dhini. "Nih nih, jan ngamuk juga napa." Tiba tiba saja Dhini menyodorkan kotak makanan di depan Reya, jelas Dhini tetap memberikan jatah makanan juga pada temannya itu, dia kan tidak tega kalau makan sendiri. "Makan pelan-pelan," Dan sontak saja Reya mengangkat pandangan cepat dan tersenyum lebar dengan mulut yang masih penuh dengan mie. "Ma'acih cayangkuh," ucap Reya di buat buat imut layaknya bocah umur lima tahun, yang tentu setelah menelan makanan bulat bulat. Jangan lupakan matanya yang sengaja di kedip kedipkan penuh binar itu. "Jangan sentuh aku, aku jijik!" balas Dhini tak kalah heboh. Dia menanggapi drama Reya dengan menirukan salah satu scene film viral di sosial media tersebut. Dih, Reya yang sudah kembali pada mode sebelum nya pun, memutar bola matanya. Balasan Dhini terlalu lebay menurutnya, padahal Reya saja tak menyentuh Dhini sama sekali. Selanjutnya mereka berdua memilih membuka box makanan tadi. Rupanya Dhini membeli nasi liwet langganan mereka berdua dengan tambahan macam-macam lauk di box lainnya. Dan yups, bisa di pastikan nafsu makan Reya menjadi bertambah berkali-kali lipat dari sebelumnya. "Makan pelan pelan napa," gerutu Dhini ketika melihat Reya yang melanjutkan makan mie sisa tadi dengan kecepatan yang sama seperti sebelumnya. Sepertinya Reya memang ingin cepat menghabiskan agar bisa pindah hati ke menu lain yang sudah menari nari minta di makan. Reya tak menggubris dan tetap melakukannya hingga mie tersebut tandas dalam sekejap. Dhini terbengong dengan beberapa kali menelan salivanya sendiri. Entah kenapa Dhini jadi sedikit kenyang ya setelah melihat cara makan super tidak etis Reya itu. Tapi tauk lah, meski begitu Dhini tetap perlu mengisi perutnya yang sejak siang di abaikan. Lalu dia memutuskan memulai menyantap makanan. Begitu pun Reya, wanita itu juga telah beralih memakan nasi liwetnya, dengan lauk bebek goreng juga ayam kampung goreng. Beberapa menit hanya ada suara kecapan dan proses makan masing-masing. Sebelum akhirnya salah satu suara terdengar memecah keadaan. "By the way, lo tau nggak," Dhini tiba tiba mengeluarkan suara, membuat Reya langsung melirik temannya itu. Hanya saja setelah berucap Dhini malah asyik memasukkan nasi beserta lauk pauk ke dalam mulut. Aishh, inilah yang selalu Reya kesalkan dengan sikap orang-orang macam Dhini. Kenapa sih, setelah berkata 'lo tau nggak' mereka malah men jeda makan, padahal yang mendengar saja menunggu loh. Kalau niat makan dulu ya jangan ngomong, di selesaikan dulu. "Gue tonjok ya lo Dhin," ucap Reya membuat Dhini menyengir, sadar akan kesalahannya itu. Dhini sedikit memajukan wajahnya excited bercerita. Dan mulai bercerita, "Tadi di kantor gue lagi heboh loh." Glek ... Tapi entah kenapa hanya mendengar kata kantor, perasaan Reya terasa mulai tidak enak. Tenggorokannya mengering. "Kehebohan ini sampe di bicarain sama seluruh karyawan loh, karena tadi pagi ada yang nyiram kopi __" Deg ... Benar kan apa kata batin Reya. "Gue, gue orangnya!" Reya sontak berucap jujur, bahkan langsung memotong cerita Dhini sebab tidak sanggup mendengar kelanjutan cerita temannya itu. Eh, "Ap-apa ... Hah," Dhini ikut tergagap bingung dengan mata yang membulat lebar terkejut bukan main. Reya hanya dapat mencebikkan bibirnya makin menjadi. Jujur dia ingin menangis saja rasanya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD