CHAPTER 21 - TERSIRAM KOPI

1510 Words
Tak di sangka rupanya sudah berhari-hari tidak bertemu, lebih tepatnya setelah dirinya melihat wanita itu di cafe tempo hari. Jujur saja setelah mengetahui fakta kalau wanita itu telah memiliki kekasih, Ronal pun memutuskan untuk menghapus nomornya, itupun tanpa pikir panjang, menurutnya untuk apa juga? Toh dia tak perlu menghubungi wanita yang sudah memiliki pacar bukan. Hanya saja sepertinya Ronal salah, meski sudah di hapus, nomor tersebut sungguh masih terngiang-ngiang di otak Ronal. Mungkin itu efek dari dirinya yang terlalu sering memandangi nomor itu, sehingga membuat Ronal hafal sendiri tanpa di sadari. Seperti saat ini, Ronal nampak memandangi bagian telefon di ponselnya, deretan angka angka _yang lagi lagi tanpa sadar dia ketik itu_ membuat Ronal resah sendiri. Sudah dua kali loh Ronal mengetikan nomor wanita itu, saat bangun tidur tadi dan jam sepuluh pagi ini. Sial, Ronal juga hanya dapat merutuki tingkah konyolnya tersebut. Sungguh jika Ronal nanti tetap mengetikkannya di kali ketiga, Ronal akan benar-benar mengubungi wanita itu, Eh, Tapi Ronal juga tidak ada alasan untuk menghubungi seorang yang sudah memiliki kekasih macam teman Sia itu _Reya_. Dengan perasaan berat hati, Ronal kembali men-delete nomor tersebut, dan kemudian mematikan ponsel sebelum di simpan kembali di saku celana bahan warna abu abunya itu. "Cih," Mulut Ronal berdecih tanpa dia sadari, seraya mengangkat pandangan untuk melihat arah jalanan melewati kaca hitam sampingnya. Memang saat ini Ronal tengah dalam perjalanan menuju kantor setelah tadi ada meeting dengan client penting di sebuah restoran tidak jauh dari sana. Dan kali ini Ronal memang tidak menyetir, dia duduk manis di kursi belakang, sedangkan yang mengemudi adalah sekretaris Ronal, Sandy namanya. Sandy adalah pria yang memiliki usia sepantaran dengan Ronal, mereka juga sama-sama sosok berjiwa muda. Sejujurnya, Sandy adalah teman baik Kazeo sejak kecil, hanya saja karena Sandy memiliki kemampuan dalam bidang ini, Ronal berani merekrutnya sebagai sekretaris, apalagi memang sebelumnya Ronal sudah mengenal Sandy meski hanya sebatas tau nama dan bertemu beberapa kali. Mulanya Ronal juga terkejut, karena Sandy bisa seperti ini sekarang, kompeten dan pintar. Padahal yang dia tau, Sandy dulu laki laki begajulan macam dirinya, sering tawuran dan bolos juga saat SMA, walaupun sesi tawurannya tidak separah Ronal dan Kazeo sih. Tapi ya bagaimana, waktu bisa mengubah seseorang, yang mulanya buruk menjadi baik, begitupun sebaliknya. Maka dari itu Ronal sendiri tidak pernah mau menjudge tanpa sebab, karena takdir yang akan datang tidak bisa di prediksi sebelum semuanya terjadi. "Kenapa Bos?" Suara yang terdengar tiba tiba tersebut membuat Ronal mengalihkan pandangan dari jendela sampingnya menuju arah asal suara, di mana seseorang yang saat ini mengemudi berada, siapa lagi kalau bukan Sandy. "Hm?" Ronal bergumam, dengan maksud mempertanyakan ucapan Sandy itu, kenapa apanya? "Udah tiga kali hela nafas loh, Bos" ujar Sandy seraya melirik arah spion atas yang menampakkan Ronal di belakang. Sebenarnya, Sandy juga tidak ingin menanyakan, hanya saja dia tidak tahan untuk tidak bersuara ketika mendengar hal tersebut, belum lagi decihan yang juga keluar tadi, memang apa yang telah membuat bos nya tersebut resah bukan main. "Bukan apa-apa," jawab Ronal seadaanya, dan kembali memalingkan wajah menghadap samping lagi. "Nggak usah formal," lanjutnya. Dih, Sandy pun hanya dapat mencibir pelan, "Emang enggak," Ronal jelas masih dapat mendengar dengan jelas gumaman Sandy tersebut, hanya saja dirinya tidak memperdulikannya. Memang meski status keduanya adalah seorang bos dan bawahan, Ronal tak pernah menganggap mau demikian jika tidak di jam kerja yang di hadiri orang lain. Karena kalau hanya berdua seperti ini dia lebih nyaman berbicara santai layaknya teman macam ini. Mengenal Sandy dua tahun ini, memang sudah cukup untuk mengetahui karakter pria itu. Sandy orang yang friendly, supel, dan ceria, bisa dibilang cukup menyenangkan untuk orang yang tidak banyak omong seperti Ronal. Bisa dibilang Sandy mirip mirip Beni, hm mungkin seperti itu. "Gue perhatiin aneh banget lo akhir akhir ini, dan sekarang lebih parah," Akhirnya Sandy blak blakan dalam mengatakan, bodo amat, yang penting rasa sebal sebab melihat keanehan bos nya itu terungkapkan. "Udah gue bilang bukan apa-apa," Ronal masih setia cuek bebek dalam menjawab. Sandy berdecak cukup keras, se-terbuka itu dia, benar benar bawahan yang sama sekali tidak takut kalau gaji bulannya bisa saja di potong, "Dih, mana ada nggak papa kalo tingkahnya aja kek begitu. Lo kira gue buta, lo aja tiap hari ngetik-in nomor nggak di kenal, tapi selanjutnya cuma di liat nggak jadi di telefon," ungkap Sandy masih dengan mata yang fokus pada jalanan depan. Sial, Rupanya Ronal ketahuan, Ronal tak berniat membuka mulutnya barang sedikit saja untuk menanggapi, tapi dia memilih menelan salivanya beberapa kali. "Sorry dori ya bos, gue emang udah sadar sejak awal, cuma nggak mau ganggu privasi galau lo itu," Ucapan Sandy tersebut makin makin membuat Ronal ingin menenggelamkan sekretarisnya itu. Tapi Sandy malah menjadi, dia terkikik pelan ketika melihat wajah suram Ronal dari kaca depan. "Cih," Ronal tau alasan Sandy tertawa, di kira dia buta tak melihat kalau sandy terus mencuri curi pandang ke arahnya _melalui cermin di depan itu_. Pria itu menganggap lucu tingkah konyol Ronal. "Emang nomor siapa tu?" tanya sandy setelah beberapa saat. Dan dia kembali memasang mode serius. "Orang," Memang tidak berniat menjawab Ronal itu. "Lo ada gebetan?" Eh ... Celutukkan Sandy sukses menjadikan wajah Ronal berubah menegang, meski hanya sedikit, pasti Sandy juga akan tau ketika pria itu melihatnya, untung saja saat ini Sandy tengah fokus mengendarai mobil memasuki area kantor, yups mereka memang sudah sampai. Oleh karena itu, Ronal buru buru mengubah wajahnya menjadi tetap tenang seperti biasanya. "Nggak," jawab Ronal acuh tak acuh selanjutnya. Dahi Sandy berkerut, masih sambil memposisikan mobil hendak memarkirkannya di sana. "Terus nomor siapa?" "Hm," Ronal sudah tak mau menanggapi lagi, cukup, dia tidak mau pertanyaan Sandy menjadi kemana mana. Merasa tidak mendapat jawaban dari bos tampannya itu, Sandy pun menoleh ke arah belakang _karena dia juga sudah sepenuhnya memarkirkan mobil_. "Dih, tuman," decaknya. Ronal tak memperdulikannya, dia pun memilih membuka pintu mobil hendak keluar, dari pada terus mendapat ocehan dari Sandy lebih baik cepat cepat keluar bukan, lagi pun mereka memang sudah sampai. Ronal berjalan lebih dulu tanpa menunggu Sandy. Tapi rupanya pria itu lebih cekatan dan buru-buru menyusul bos nya sebelum makin jauh. Keduanya sudah memasang mode tegas, selayaknya diantara bos dan sekretaris biasanya. Sandy berada di belakang Ronal sedikit, untuk memberi kesan kepemimpinan seorang bos. Mereka berjalan dengan langkah tegap, hingga sampailah mereka di pintu masuk lobi. Beberapa orang yang melihat kedatangan bosnya tersebut mulai memberi hormat, tak terkecuali seorang office boy yang tengah mengepel di depan sana. Tunggu ..., Langkah Ronal sontak memelan, tak lupa mengerutkan dahinya tersebut ketika matanya tidak sengaja menangkap sosok wanita yang akhir akhir ini nomornya dia hafal. Siapa lagi kalau bukan wanita itu, Reya. Sungguh Ronal memang tak sedang salah lihat. Kalau wanita itu benar tengah berdiri di depan meja administrasi, seraya tertawa riang dengan salah satu karyawan administrasi sana. "Cih," Dia berdecih pelan amat pelan, sampai bahkan terlihat macam gumaman tanpa adanya suara yang keluar. Ronal masih sadar diri di mana posisinya sekarang, makanya dia tetap melangkah sesantai mung bersama Sandy di bersamping _sedikit belakang_. Besertaan matanya yang tetap curi curi pandang pada wanita itu. Tapi detik berikutnya wanita itu melangkah pergi dari sana, sambil membawa cup minuman di tangannya. Dan wanita itu berjalan menuju arahnya, seperti dia hendak menghampiri pintu keluar. Ronal hanya dapat mendengus lagi, terlebih wanita itu memang tidak menyadari kehadirannya, terbukti dari tingkah wanita itu yang tidak memerhatikan jalan, dan malah asik membuka cup minuman. Huh, Ketika sudah dekat wanita itu sepertinya baru sadar kalau Ronal a.k.a pria yang menciumnya tempo hari berada di sana. Cih, Ronal sendiri tak berniat menyapa atau memperdulikan. Akan tetapi ketika berpapasan, dan wanita itu buru-buru berjalan seraya menunduk, hal itu malah membuat sesuatu pada tubuh Ronal bergejolak bukan main. Hanya saja mereka berdua sudah terlanjur terlewat. Dan wanita itu telah berada di belakangnya. Namun ... Siapa sangka, jika selanjutnya Ronal malah membalik badan cepat dan langsung mengeluarkan suara untuk di tujukan pada wanita itu. "Tunggu," Ronal pikir wanita itu akan berhenti, tapi wanita dengan dress hijau dan rambut di gerai itu malah menambah kecepatan langkah larinya. Sampai akhirnya ... Brukk ... Byurrr ... Suara dentuman dan suara air yang tersiram pun terdengar. Yups, Wanita itu terjatuh, sebab terpeleset setelah mengambil jalan di lantai licin sehabis di pel. Bukan itu saja, lebih parahnya cup minuman yang di bawa wanita itu pun juga berhasil melayang ke belakang. Tepatnya langsung mengenai tubuh Ronal, tentu saja. Beberapa orang yang melihatnya kejadian tersebut bahkan sampai menganga lebar, terkejut bukan main, sebab seorang CEO dari Riven Corp telah mendapat guyuran minuman warna hitam yang tak lain tak bukan adalah kopi. Sungguh kopi dingin itu, benar-benar membasahi Ronal dari ujung kepala hingga setengah badannya, tak terkecuali. Sial! "Bos," Panggilan cemas, terkejut, dan bingung dari Sandy tak di indahkan oleh Ronal. Ronal memilih mengepalkan kedua tangannya _di samping kanan dan kirinya itu_ erat erat, sambil menikmati setetes demi setetes sisa air kopi yang turun dari helaian rambut menuju wajahnya. Dan selanjutnya Ronal hanya dapat menajamkan mata ketika melihat wanita itu bangkit berdiri hingga kabur pergi begitu saja dari sana. Yang bahkan tanpa menoleh sedikitpun ke arah nya, si korban guyuran kopi. Sialan!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD