CHAPTER - MULAI MASUK

1787 Words
Mungkin semua orang yang mengenal Ronal akan terkejut jika tau bahwa pria itu pernah membawa seorang gadis mabuk ke tempat pribadinya, yang padahal seumur hidup pun hanya Ana yang pernah mengunjungi tempat itu. Oleh sebab itu, baik keluarga maupun teman dekat pasti akan shock di buatnya. Sebab mereka semua tau kalau Ronal adalah tipikal orang yang cuek pake banget dengan keadaan sekitar, boro-boro mau mau membawa gadis asing, melirik saja tidak. Oleh karena itu perlakuan Ronal terhadap Reya bisa di bilang menjadi salah satu fenomena menakjubkan, yang entah akan bisa terjadi lagi pada gadis lain atau tidak. Meski Ronal sering membantu Sia yang notabene juga berstatus wanita, tapi tetap saja membantu gadis asing macam Reya itu adalah hal yang langka. Tapi sejujurnya itu semua Ronal lakukan semata-mata karena sejak awal pria itu sudah tau status Reya, yups dia memang tau kalau Reya adalah teman baik dari Sia. Ronal seperti tidak berfikir dua kali untuk memperdulikan Reya yang saat itu tengah mabuk berat. sebetulnya, ada beberapa pemikiran yang terlintas di pikiran Ronal saat itu, salah satunya dia takut kalau ibu hamil _Sia_ akan cemas bila tau teman baiknya kenapa-napa, dan sudah di pastikan Ronal juga yang malah akan repot melihatnya. Ronal tidak suka itu. "Nal," Suara panggilan Beni membuat Ronal segera menoleh sekilas. Saat ini memang mereka berdua tengah berada di salah satu cafe yang tentu saja atas rekomendasi Beni. Ronal awalnya mengurungkan niat untuk masuk cafe ketika baru saja sampai, karena ya Ronal sudah bergidik melihat suasana cafe yang begitu ramai sampai hampir seluruh meja di sana penuh. Tapi atas bujuk rayu Beni yang amat kuat akhirnya mau tak mau mereka pun tetap masuk ke sana. Mereka duduk di bagian ujung pojok kanan, dan dari posisi itu, Ronal dan Beni dapat melihat dengan jelas siapa saja yang akan datang dan duduk di mana-mananya. "Nal lo kok sekarang terus pasang mode budeg ya," ungkap Beni sambil mendesah jengah, pasalnya sudah ke tiga kalinya ini Beni berbicara tapi tidak ada sahutan yang rupanya temannya itu tengah melamun. "Hm," tak menjawab lebih Ronal memilih bergumam pelan. Untuk ke sekian kali dia mengabaikan Beni dan mulai mengambil secangkir latte yang belum tersentuh sebelumnya, lalu setelah itu dia mulai menyesapnya perlahan seraya menikmati aroma latte tersebut Baru menyesap sedikit, tapi Ronal sudah merasa sesuatu. Hm, ternyata memang lumayan enak, mungkin cita rasa makanan lah yang menjadi salah satu penunjang cafe ini ramai sekali, juga tidak dapat di pungkiri Ronal suka dengan interiornya, padahal Ronal termasuk orang yang perfectionist dan tidak asal menyukai. Tapi ya memang ini lumayan, meski Cafe begitu penuh, tapi semua sama sekali tak menggangu kenyamanan pengunjung. Sungguh Ronal harus mencari tau siapa arsitek cafe ini, karena di masa depan Ronal pasti akan membutuhkannya. "Eh eh, Nal," Secara tiba tiba Beni kembali bersuara dengan lumayan terburu-buru. Tapi ternyata Ronal malah diam saja akan panggilan Beni, dia fokus dengan bibirnya yang menyesap latte tersebut terus menerus. Sedangkan matanya menatap band yang tengah tampil di depan sana. Tak perduli akan umpatan yang keluar dari mulut Beni, dia memang seolah menulikan telinganya. Ronal ingin menenangkan diri atas sesuatu kejadian yang tadi terjadi. "Ronal, dih tai emang, budeg aja terosss ..." Entah mendapat ilham dari mana, tapi yang pasti Ronal memilih berubah pikiran, tanpa menggerakkan kepala dia bertanya pada Beni. "Hm, kenapa?" "Nggak jadi," Beni sudah malah dengan pembahasan yang padahal tadi sangat excited itu Ronal hanya bergumam tidak terlalu melanjutkan, toh dirinya juga tidak kepo dengan sesuatu yang hendak Beni tunjukkan. "Hm," Makin kesal dengan tingkah temannya itu, Beni sungguh geregetan sendiri jadinya. "Cih, padahal gue cuma mau ngomong kalo ada temennya Sia juga di sini," Hng ... Mendengar itu Ronal tertegun sejenak, sebelum akhirnya dengan cepat Ronal mulai mengangkat kepala ke depan dan mulai mengedarkan pandangan mencari sosok yang Beni ini maksud. Ronal penasaran siapa teman Sia yang temannya maksud, Rupanya ... Dhini ... Yups, ternyata yang datang adalah Dhini, teman dari Sia juga karyawan di kantornya beberapa tahun ini. Dhini terlihat baru datang dan berjalan pelan menuju salah satu meja yang sudah di isi satu orang depan sana, Wanita itu? Ronal sedikit menegakkan tubuhnya, mengamati interaksi Dhini bersama wanita itu. Tidak perlu di jelaskan lebih, kalian pasti sudah menebak kalau dia adalah Reya, wanita yang tadi sore sempat Ronal cium bibirnya. Tanpa sadar hal itu kembali membuat Ronal teringat kejadian tadi, seolah kejadian itu masih terus terulang di depannya, dan dia segera mengulum bibirnya sendiri perlahan. Dia mencium bibir itu, cukup lama, karena Ronal kira wanita itu diam saja memang menyambutnya. Sehingga niat awalnya yang mulanya hanya ingin bersembunyi dari karyawan kantor, malah berakhir ciuman kasar yang ya bisa di bilang cukup lama dan hampir kalap. "Si taik, kenapa lo, sangean ya?" Beni menyelutuk ngeri karena matanya tidak sengaja melihat Ronal yang mengulum bibirnya dengan gerakan sensual. Tadi padahal dia mencoba bersikap cuek bebek tidak mau kepo akan urusan Ronal yang terlihat antusias melihat karyawannya, dari situ saja Ronal sudah menampakkan rasa ketertarikan, tapi lihat saja Ronal pasti akan menyangkal jika Beni membahas. Ronal hanya melirik tajam akan tuduhan tidak berdasar dari Beni. Tapi dia juga tidak menanggapi lebih. Ronal jadi makin teringat akan kejadian tadi sore, di mana dia yang bermula mengejar Reya dnegan tanpa alasan jelas. Ronal sendiri tak tau, kenapa kakinya seolah melangkah begitu saja pada Reya, bahkan ketika wanita itu berlari menghindar Ronal tetap mengejar sekuat tenaga. Agak bodoh memang, tapi Ronal telah melakukannya. Alhasil ketika di tanya alasan mengejar pun, Ronal kelimpungan sendiri dalam menjawab, tapi memang pada dasarnya Ronal orang yang dapat menyembunyikan ekspresi sih, jadi Ronal langsung menjawab sebisanya tanpa wanita itu tau kalau semuanya bullshit. Dia menuduh wanita itu menguntit, tidak ada pilihan lain. Kalau Ronal tidak segera menjawab yang ada Ronal malah akan di pandang aneh setelah mengejar wanita tanpa alasan. Juga masalah mengganti baju, Ronal lagi lagi terpaksa berbohong, kalau tidak begitu dia pasti terus menerus overthinking kan. Ronal sendiri sama sekali tak menyangka di sana dia malah berakhir mencium Reya, semua juga tidak Ronal lakukan dengan sengaja loh. Ronal hanya tidak ingin ketahuan karyawannya kalau dia tengah bertemu seorang gadis asing di tangga darurat, bisa-bisa status baik yang selama ini Ronal jaga akan hancur berkeping-keping hanya karena asumsi orang. Aish ... Mengingatnya saja membuat Ronal menahan sesuatu. "Nal, sejak sore tadi lo aneh. Aneh poll. Berarti total empat kali ya lo ngelamun." ucapan Beni yang sedikit keras membuat Ronal dapat keluar paksa dari lamunannya. "Hm," ya bagaimana tidak melamun jika ciuman dengan bibir wanita itu masih begitu terasa di depan mata. "Mana cuma ham hem ham hem aja lo, bibir lo emang kesleo," balas Beni asal. Ronal memijit pelipisnya pelan. Ronal masih agak pusing memikirkan semua yang terjadi hari ini, tapi Beni malah tak henti-hentinya mengoceh."Ben," "Ape?" tanya Beni sewot. "Mending lo sumbang lagu," saran Ronal membuat Beni berbinar senang, pada dasarnya Beni memang memiliki suara yang bisa di bilang bagus, di banyak kesempatan Beni sengaja bernyanyi untuk bisa tebar pesona kepada gadis-gadis. Tapi entah apa yang membuat Beni sedikit lupa akan kebiasaanya itu. "Meski gue tau niat lo cuma mau ngusir gue, tapi gue juga lagi bete dan pengen nyanyi juga." Setelah mengatakan hal tersebut Beni benar-benar bangkit berdiri dan mulai melangkah maju meninggalkan Ronal di tempat. Dan Ronal sendiri hanya dapat menggelengkan kepalannya pelan tidak habis fikir. Beni sudah mulai berbicara dengan band di sana, Ronal pun kembali menatap ke arah meja yang berada cukup jauh dari posisinya itu, tanpa sadar alisnya terangkat satu ketika melihat salah satu wanita di sana tengah makan dengan begitu lahap layaknya orang yang kesetanan. Dan orang yang Ronal maksud adalah Reya. Mulut wanita itu sampai penuh, membuat pipi putihnya mengembang tinggi, tidak bisa di pungkiri hal itu memang terlihat imut. Ronal terus menatapi ke arah sana selama gadis itu menyantap banyak makanan. Tatapan Ronal memang datar, tapi dia menikmatinya. Dia merasa tak ada penyesalan untuk menuruti Beni masuk ke cafe ini. Ronal terus saja melakukan aktivitas nya itu, sampai Beni rupanya sudah selesai membawakan beberapa lagu dan kembali duduk di sampingnya. "Oi Nal, ada yang ngechat tuh," celutukkan Beni gang baru tiba membuat Ronal mengalihkan pandangannya dari arah depan menjadi tertuju pada ponsel di atas meja. Benar rupanya, kalau memang ponselnya menampakkan notif pesan yang masuk. "Hm," Dengan buru buru Ronal pun mengambil ponselnya itu. Dia membuka aplikasi penunjang pesan yang umum di gunakan di negara ini. Dan yups, Rupanya yang mengiriminya pesan adalah Doni sepupu dari Ronal, atau lebih tepatnya anak dari saudara ayahnya. Click ... Doni: 'Nih bang titipan dari tante Anggi.' Kata itulah yang Doni sematkan setelah mengirimkan sebuah nomor asing dengan nama, 'Kakak cantiknya Reno,' Dahi Ronal berkerut seraya mendesah pelan karena hal itu, lagi lagi dan lagi Doni mengiriminya nomor wanita wanita asing entah dari mana asal usulnya, meski tau kalau Doni hanya menjalankan perintah tantenya a.k.a Anggi mama Ronal, tapi tetap saja Ronal merasa kesal jika terus seperti ini. Hampir saja Ronal menutup ponsel tersebut, dan mengabaikan pesan Doni seperti yang sudah sudah, tapi entah kenapa dia merasakan ada kejanggalan di sana, Ronal merasa ada sedikit rasa penasaran yang jelas tidak seperti biasanya, sebab biasanya Ronal malah langsung menghapus nomor-nomor itu. Entah mendapat bujukan dari mana, tapi yang pasti tangan Ronal mulai bergerak untuk mengklik nomor itu dan muncul status di nomor 'Ratu sibuk'. Makin penasaran dia berlanjut hingga menekan foto profil itu. Terkejut, pasti, Foto profil itu menampakkan seorang wanita yang di ambil dari kejauhan. Yups, tidak salah lagi, ternyata nomor yang dikirim oleh Doni memiliki wajah yang sama persis seperi sosok wanita di depan sana yakni Reya. Sulit di percaya, tapi sungguh Ronal tidak salah mengenali, meski foto tersebut di ambil dari kejauhan dan wajahnya tidak terlalu jelas, tapi yang pasti benar itu adalah Reya, wanita yang tadi sore dia cium bibirnya. Dan tidak seperti tadi, tiba-tiba Ronal tersenyum miring akan hal itu _suram_. Dengan kesadaran penuh Ronal malah menekan tombol memanggil, dia menelefon nomor tersebut a.k.a nomor dari Reya. Memanggil ... Tidak butuh waktu lama, panggilan itu pun terhubung ... Dan seperti dugaan Ronal, wanita di depan sana Reya memang mengangkat ponsel setelahnya. Reya bersuara lebih dulu. "Halo?" Bisa di bilang suara itu berhasil menyapa pendengaran Ronal, akan tetapi Ronal sendiri hanya diam saja sambil tetap melihat ke arah depan. "Hallo, siapa ya?" ulang nya. Ronal tetap tak berkutik, berniat membuka suara saja tidak. "Dih, gue tutup," Benar saja wanita itu berucap kesal dan detik selanjutnya langsung menutup sambungan telefon itu sepihak. Dan Ronal seperti tak perduli, yang ada dia malah tersenyum culas di sana, yang pasti bukan lah senyum yang baik bagi penikmatnya. "Gotcha!" gumam Ronal tanpa mengalihkan pandangan dari arah depan, atau dari wanita yang saat ini nampak menggebu-gebu seraya melanjutkan menyantap makanan jauh lebih bruntal dari yang sebelumnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD