Zeema 5

1228 Words
Aku duduk di sisi jendela mobil, menatap jalan berliuk-liuk melewati pepohonan tinggi di sisi jalan. Sekilas aku melihat dari sudut pandangan, Jar terlihat begitu terjaga, mengawasi setiap sudut mobil. Aku merasakan kegelisahan dari pria ini, apa dia takut? atau tengah mengkhawatirkan sesuatu. "Ekhem!" Pria ini berdehem. "Apa dia tak merasakan energi yang ku keluarkan begitu positif, mengapa pria ini tegang sekali." "Em.... Jika kau berada di sini wahai gadis belanda, tolong jaga aku dan tuan besar selama perjalanan kami oke?" Ucapan itu membuat bibirku tersenyum manis menghilangkan pemikiran sebelumnya, meskipun ia tak melihatku tapi aku tetap mengangguk. Setelah permintaan itu terucap, aku begitu terjaga. Bahkan saat aku menyadari Jar yang mulai merasakan kantuk, berusaha tetap ku buat terjaga. Merasakan perjalanan yang di lalui begitu panjang, aku sempat berfikir bagaimana kakek bisa sampai kemarin sendirian, di usianya yang cukup tua. Dor! Krittt! "APA ITU?!" Seketika jantung ku berdegup kencang, menatap sekeliling hutan. Tapi anehnya Jar tak memberikan reaksi yang sama sepertiku, pria ini tenang dan tetap mengemudikan mobilnya. Apa mungkin karna energi yang ku kirim padanya? Tapi aku tak menyalurkan sebesar itu. Beberapa waktu kemudian, kakek terbangun dari tidur singkatnya. Pria paruh baya itu duduk dengan tegap, menatap jar sebelum memberikan satu tepukan pasti di pundaknya. "Apa kau baik-baik saja anak muda?" "Tentu tua besar, mungkin Jeep kita di bagian belakang ada yang rusak tertembak." "Tak apa, selagi kau baik-baik saja aku tak khawatir." "Win berulah lagi, bukankah menurutmu kaki tangan nya begitu lemah?" Jar hanya membalas ucapan kakek dengan kekehan kecilnya, sementara jantungku yang masih berdegup perlahan teralihkan dengan mimik wajah yang penuh tanda tanya. "Kakek, apa kau tau aku? jiwaku hampir gila!" "Apa kau baik-baik saja zeema? Kau akan mengerti seiring berjalannya waktu mu bersamaku, dunia saat ini dan saat jaman mu tak jauh berbeda nak." Sahutnya. Aku mengangguk meski tak pasti, kembali termenung pada jalan yang di lalui. Dering ponsel kakek terdengar begitu nyaring, "Hallo?" Sapa kakek pada seseorang di sebrang sana. Mengingat aku adalah makhluk tak kasat mata, aku tetap bisa mendengar suara sekecil apapun! "Apa perjalanan anda baik-baik saja tuan besar? Ada hadiah istimewa yang menunggumu di rumah, aku yakin kau akan senang melihatnya." Kakek terdiam sejenak, "Tuan, aku berharap hadiah yang kau bawa itu bukan boomerang untuk dirimu sendiri." "Hahahaha..... Tuan besar kau pandai bergurau." "Jangan terlalu lama membuatku menunggu Tuan besar." Perbincangan itu berhenti di sana, aku merasa jika kakek kali ini terlihat sangat khawatir. Siapa pria yang baru saja berbincang dengannya itu? Hingga membuat kakek terlihat resah. "Kakek apa kau baik-baik saja?" Pertanyaan ku membuatnya sadar dari lamunannya, "Hem? Tentu aku sangat baik." "Ada yang bisa aku bantu kakek?" "Tidak nak, kau bisa membantuku dengan menjaga dirimu sendiri." "Heum... Ada apa sebenarnya kakek?" "Kau akan tahu saat kita sampai nanti." Tak ada percakapan lagi, aku cukup penasaran dengan apa yang akan terjadi selanjutnya. Hingga jeep yang di kendarai berpaling arah, memasuki satu jalan yang sangat sunyi, hanya ada pepohonan kecil di sisi jalannya. Aku terpesona saat melihat sebuah bangunan besar yang sangat newah, berwarna coklat s**u. Kakek dan jar turun dari mobil, ada beberapa orang yang langsung datang membungkuk pada kakek, mempersilahkan pria paruh baya ini masuk. Sebuah pintu besar yang menjulang tinggi, terbuka. Aku semakin terkagum melihat isi rumah ini yang lebih terlihat seperti istana, apa kakek tinggal seorang diri di bangunan sebesar ini? Sesampainya kami di sebuah ruangan tertutup, ada seorang pria yang dengan gagahnya duduk di sebuah kursi mewah dengan beberapa pria berjas hitam yang menjaganya. Menatap kakek dengan seringai tajam nya, pria itu berdiri. Membuatku terdiam memaku. "Pria semalam waktu itu, kenapa mereka ada di sini....." -Batin ku. "Selamat kembali ke rumah tuan Vang." "Anak muda, kau sangat tak sopan! Kenapa dia bisa masuk?!" Tanya kakek dengan sedikit membentak pada bawahannya, membuat mereka menunduk. "Kami tak bisa menghalanginya tuan, mereka melawan kami." Sahut salah satu dari mereka, dengan tatapan yang tertuju pada pria berjas hitam di belakang. Kakek menghela nafasnya, menatap pria di hadapannya yang tersenyum ke arah kami, senyuman yang sangat menakutkan di mataku. "Tuan muda Disaka, apa yang membuat anda terlalu repot datang kemari?" "Sebaiknya duduklah dulu." "Siapa sebenarnya pemilik rumah ini?" Gumamaku. Kakek, jar, dan pria yang di panggil tuan Disaka itu duduk bersebrangan. Tak lama kemudian, pria berjas hitam yang sangat tak asing itu datang menyimpan sebuah map di atas meja kaca. "Ternyata dia asisten pria aneh ini." Gumamaku. "Ini sebuah perjanjian Tuan vang, baca lah terlebih dahulu." Ucapnya. Kakek membuka isi map itu, alisnya saling bertautan. Selesai membaca, kakek kembali menatap pria muda di hadapannya, memberikan senyuman tipis sebelum menyimpan kembali map yang baru saja ia baca. "Tuan, sebelumnya kau mengirimkan asisten mu untuk menemuiku, dan jabawanku akan tetap sama seperti sebelumnya. Hutan itu memiliki harga mati bagiku, menjualnya padamu sama saja seperti membunuhku perlahan." Merasa tak puas dengan jawaban dari kakek, pria di hadapan ku mengangkat tangannya memberikan isyarat pada anak buahnya. Tak lama kemudian, ada tiga orang oria yang masing-masing kepala mereka di tutupin kain hitam dan kedua tangannya di ikat kebelakang, ketiga pria itu bertekuk lutut di hadapan kakek. Tubuhku bergetar melihatnya! "Buka penutupnya!" Blus! "Apa ini?" Tanya kakek, seraya berdiri menatap ketiga pria itu penuh dengan luka lebam. Disaka mendudukkan tubuhnya dengan angkuh, menatap ketiga pria itu. "Berterima kasihlah pada ku, karna aku menyelamatkan nyawa kalian dalam perjalanan sebelumnya." Ucapnya dengan arogan. "Katakan lagi seperti yang kalian katakan padaku sebelumnya!" Pinta pria ini dengan begitu tenang. Aku melihat jar yang geram hingga tangan pria itu mengepal begitu keras, saat hendak maju kakek menghalanginya. Memberikan isyarat pada jar agar tetap tenang, sementara aku? Ayolah, apa yang bisa hantu sepertiku lakukan? Merasuki tubuh pria ini, agar pergi? Tidak mungkin! "T-tuan, kami hanya menjalankan perintah, tolong ampuni kami...." "Kalian takut mati?" "Cepat katakan!" Bentak pria bertopi yang tak lain asisten Disaka. "Tuan Win, meminta kami untuk membunuh tuan Vang." Terlihat Disaka yang mengeraskan rahangnya, pria itu bangkit memberikan tendangan kuat hingga salah satu dari mereka tersungkur. Aku memundurkan tubuhku, seraya menutup mulut. "Katakan dengan lengkap! Jangan menguji kesabaran ku!" "Tuan Win dan beberapa pemegang saham Vang group tengah berencana untuk membunuh tuan Vang, aku tak tahu tentang siapa saja, tuan tolong ampuni aku!...." Jelasnya, aku semakin di buat terkejut dengan pengakuannya. "Apa buktinya?" Tanya Kakek Vang. Disaka lagi-lagi memberikan smiriknya, memberikan isyarat pada asisten nya untuk mengeluarkan satu map besar berisikan lembaran kertas. "Tuan kau meremehkan ku, tapi tak apa, aku tak akan membalasnya. Bahkan aku memiliki niatan yang sangat baik denganmu, aku tak pernah sebaik ini pada siapapun Kakek Vang." Kakek terlihat resah setelah membaca map nya, aku tak mengerti tentang semua kejadian yang baru saja ku lihat, tapi pria ini begitu licik, aku tak suka melihat wajahnya. "Pikirkanlah kembali, aku menunggu kabar darimu kakek vang." Setelah ucapan itu, mereka semua pergi begitupun dengan para tahanan yang di seret keluar seperti hewan. Kakek vang terduduk lemas di sofa, kegelisahan yang belum pernah ku lihat sebelumnya kini terlihat begitu jelas. "Tuan besar, kita bisa memikirkan jalan keluarnya." "Jar, pria itu tahu semuanya. Dari mana dia mendapatkan data rahasia perusahaan, jika bukan karna orang dalam kita yang berkhianat?" "Tapi tuan besar, Disaka memang orang yang licik. Jangan percaya begitu saja, ini demi perusahaan yang anda dirikan selama bertahun-tahun juga." "Cukup, aku lelah. Aku butuh istirahat." Kakek bangkit, meninggalkan tempat itu. Aku merasa tak nyaman dengan suasana di sini, aku ingin kembali ke hutan, tapi aku takut kakek mencariku. Aku harus apa sekarang?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD