16. Awkward Moment

2125 Words
Lisa dan Faraz menjadi canggung setelah ciuman pertama mereka di kamar mandi tadi. Saat ini Lisa masih duduk di sajadahnya setelah melakukan salat subuh sendiri. Suaminya? Sehabis tahajud, Faraz lebih memillih mengajak Mang Udin untuk salat subuh berjama’ah di mesjid agar ia juga terhindar dari berduaan dengan Lisa dalam suasana yang canggung. Lisa menghela napas lalu merenungi serangkaian kejadian dini hari tadi. Ya Allah, apa bisa aku dan Faraz menjalani kehidupan pernikahan kami? Tiap hari saja ada yang membuat kami berdebat dan bertengkar. Bagaimana bisa kami menjadi teman. Lisa lalu menyentuh bibirnya yang baru pertama kali dicium oleh Faraz. Wajahnya seketika merona kembali. Ia segera menutup wajahnya dan berteriak sambil membungkukkan tubuhnya di atas sajadah. “Ya Allah, gue kenapa sih? Kok jadi gak jelas gini?” Lisa juga bingung dengan reaksi tubuhnya. Jika Revan yang menciumnya seperti Faraz, Lisa akan mengamuk. Tapi, saat Faraz menciumnya tadi, tubuh Lisa seakan beku, pikirannya juga mendadak blank dan ia hanya bisa bertingkah seperti orang linglung. Setelah puas meluapkan perasaannya, Lisa merebahkan tubuhnya di atas sajadah sejenak sambil menatap langit-langit kamar. Ia belum terbiasa bangun untuk salat malam. Alhasil ia mengantuk setelah subuh. Lisa bangkit dan merapikan mukena dan sajadahnya. Ia lalu merebahkan tubuh di atas ranjang. “Ah, empuk dan hangat,” ucap Lisa setelah berbaring dan menyelimuti dirinya. Tak butuh waktu lama, ia kembali terlelap dalam tidur. === Usai kembali dari melaksanakan salat subuh berjama’ah di mesjid, Faraz duduk di sofa ruang tengah. Ia tidak masuk ke kamar karena belum siap bertemu dengan Lisa setelah kejadian di kamar mandi. Faraz bersender pada sofa sambil mengusap kepalanya setelah membuka peci. Faraz tidak habis pikir kenapa ia bisa nekat mencium Lisa seperti tadi. Faraz merasakan ada yang aneh pada tubuhnya. Hal yang belum pernah ia rasakan. Padahal dulu saat tinggal di Belanda, ia merasa biasa saja jika secara tak sengaja melihat gaya berpacaran teman-temannya yang kadang v****r. Ia sama sekali tidak tertarik dan penasaran untuk mencoba. Didikan agama yang kuat yang ia terima dari abah dan ambunya membuat ia bisa mengendalikan dirinya dengan baik. Namun, kenapa baru sekali ia mencium Lisa rasanya seperti ... ketagihan mungkin. Faraz merasakan sensasi asing yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ya Allah, aku ini kenapa sih? Apa memang begini rasanya pengantin baru? Faraz mengacak rambutnya gemas lalu melirik ke arah pintu kamarnya dan Lisa. Dia lagi apa ya di dalam? Batin Faraz. Faraz menatap layar televisi hitam yang ada di depannya. Seharusnya ia bisa menikmati bulan madu yang berkesan di hidupnya. Faraz mencoba berbaik sangka pada ketetapan Allah yang diterimanya saat ini. Meski ia merasa risih dan tidak cocok dengan kelakuan dan sifat Lisa yang sangat berbeda jauh dengan Annisa. Astaghfirullah ... Faraz mengusap wajahnya kasar. Ia akui tidak mudah menghapus bayang-bayang Annisa yang sudah dicintainya sejak lama. “Den,” panggil Bik Ipah. “Eh, iya Bi? Ada apa?” “Mau dibuatin apa sarapannya?” “Buatin teh tawar anget aja, Bi.” “Masa teh doang, terus makannya?” “Apa aja terserah Bik Ipah.” “Nasi goreng aja mau?” “Iya boleh.” “Sip, Den. Eh, si Neng Lisa kamana? Kok belum keluar kamar?” tanya Bik Ipah penasaran sambil melirik ke arah pintu kamar Faraz. “Mungkin habis subuh tidur lagi, Bi. Jadi belum ke luar kamar.” “Euleuh, dasar manten anyar. Jangan diajak begadang wae atuh Den, Neng Lisanya teh, karunya.” “Hah? Kita gak begadang kok.” Faraz mencerna ucapan Bik Ipah untuk mengetahui maksud arah pembicaraannya. “Alah, ulah sok pura-pura kitu, Den. Pasti manten anyar mah malem-malem mah abis begadang atuh, pasti abis ekhem-ekhem kan?” goda Bik Ipah sambil mengedipkan matanya genit. Oalah, jadi Bik Ipah mengira Lisa kelelahan karena menjalani ibadah hubungan suami istri dengan Faraz. Setelah paham, Faraz hanya menggelengkan kepala menanggapi godaan Bik Ipah. Ia tak coba menampiknya. Biar saja, agar Bik Ipah menganggap pernikahannya berjalan normal seperti pasangan pengantin baru lainnya. Pasalnya, Bik Ipah dan Mang Udin tidak tahu jika Lisa bukanlah perempuan yang seharusnya menikah dengannya. “Ih dasar Den Faraz manten anyar, sok pura-pura malu kitu ah. Ya udah bibi ke dapur dulu ya, Den. Nanti kalo udah bangun, Neng Lisanya diajak makan, kasihan pasti laper.” “Iya, Bi.” Sepeninggal Bik Ipah, Faraz berjalan menuju kamarnya. Ia harus bicara dengan Lisa. Faraz membuka pintu perlahan dan mendapati Lisa sedang lelap tertidur di atas ranjangnya. Faraz merasa kesal sekaligus lega. Kesal karena Lisa kembali tidur sehabis subuh dan lega karena ia tidak harus berhadapan langsung dengan Lisa yang bar-bar. Faraz berjalan pelan lalu duduk di tepi ranjang. Ia mengamati wajah istrinya yang tertidur, begitu polos dan menggemaskan. Tapi, begitu mengingat kejadian ia jatuh dari tempat tidur dan pertengkaran di kamar mandi, Faraz jadi bergidik ngeri dengan kelakuan bar-bar istrinya itu. Faraz berpikir, ia harus mengambil sikap atas kelakuan istrinya itu. Faraz ingin mengubah kelakuan Lisa menjadi lebih lembut layaknya seorang perempuan. Maka, Faraz putuskan untuk berlaku lembut namun tetap tegas pada Lisa karena kalau dipikir-pikir jika ia sama kerasnya dengan Lisa maka yang terjadi adalah pertengakaran yang tiada habis. Ia berdoa pada Allah semoga emosi dan amarahnya bisa ia kendalikan dengan baik ketika menghadapi kelakuan luar biasa istrinya itu. “Lisa, bangun,” ucap Faraz pelan sambil mengguncangkan bahu istrinya. Lisa hanya bergumam tak jelas lalu memunggungi Faraz. Namun, Faraz tak menyerah, ia tetap membangunkan Lisa. “Lisa, hei bangun!” Faraz membangunkan hingga beberapa kali hingga Lisa benar-benar terbangun. “Masih ngantuk, Ras,” ucap Lisa sambil menutup mulutnya menguap lalu mengucek matanya. “Heh, gak baik tidur habis subuh. Mending bantuin Bik Ipah sana, masak sarapan di dapur.” Lisa masih mengumpulkan kesadarannya dan mengerjapkan matanya lucu. Ia menuruti perintah Faraz. Lisa merapikan baju dan rambutnya kemudian berjalan menuju pintu. “Eh, kamu mau ke mana pakai baju kayak gitu?” “Lah, kan tadi disuruh ke dapur. Gimana sih?” “Ganti piyama kamu, terus pakai jilbab kamu, Lisa.” “Ya Allah, ke dapur doang, Ras.” “Iya, Cuma ke dapur doang. Tapi nanti siapa tahu Mang Udin lewat atau masuk terus lihat aurat kamu. Gimana? Orang-orang yang boleh lihat aurat kamu itu Cuma ... ” “Iya tahu.” Lisa berdecak pelan. Sungguh ia tidak sedang dalam mood bertengkar dengan suaminya. Lisa melangkah pelan menuju travel bagnya untuk mengambil baju dan jilbab bergo. === Lisa membantu Bik Ipah memasak nasi goreng. Sebenarnya Lisa hanya membantu sedikit saja karena ketika ia sudah tiba di dapur nasi gorengnya sudah hampir selesai. Bik Ipah dan Lisa bercakap tentang banyak hal mengenai keluarga Faraz, vila dan tempat rekreasi yang bagus untuk dikunjungi di sekitar Puncak ini. Lisa membawa dua piring berisi nasi goreng hangat ke meja makan. Sudah tersedia dua cangkir teh manis hangat di atas meja yang telah dibuat oleh Bik Ipah. “Neng Lisa, Bibi sama Mang Udin abis bebersih sama masak makan siang izin pulang ke rumah ya? Ada anak cucu dateng soalnya.” “Oh iya, Bi. Memang rumah bibi dimana?” “Gak jauh dari sini kok. Lagian kalau gak ada Bibi sama Mang Udin, neng sama aden bisa leluasa berduaan gitu. Lanjutin kegiatan begadang tadi malam juga gak apa kok,” ucap Bik Ipah sambil membuat tanda kutip dengan kedua tangannya saat mengucapkan kata begadang. “Eh? Begadang apaan, Bi?” “Alah samanya nih sama Den Faraz, pura-pura gak tahu. Udah ah, makan yang banyak, Neng. Biar ada tenaganya. Bibi mau bebersih dulu ya. Oh iya, makan siang mau dimasakkin apa, Neng?” “Oh gak usah, Bi. Biar saya aja yang masak. Bahan-bahannya ada kan di kulkas?” “Ada kok. Bibi baru isi kulkasnya kemarin pas Abah Ramli telepon Den Faraz mau ke sini. Insya Allah masih pada seger.” “Ya udah, makasih ya, Bi.” “Ahsiyaapp. Sok dipanggilin dulu atuh sama Neng Lisa si Den Faraznya buat sarapan. Bibi mau beberes dulu ah, bisi manten anyar bade silih huap (takut penganten baru mau suap-suapan).” Lisa hanya menggelengkan kepala sambil tersenyum mendengar jawaban Bik Ipah yang kekinian. Lisa kemudian mencari suaminya untuk sarapan bersama. === Faraz dan Lisa duduk berhadapan sambil menikmati nasi gorengnya. Tak ada satu pun obrolan yang keluar dari mulut mereka. Hening. Hanya terdengar suara sendok dan garpu yang sesekali beradu dengan piring. Sesekali Faraz mencuri pandang ke arah Lisa. tetapi, istrinya itu asyik dengan sarapannya. Faraz ingin memulai obrolan dengan Lisa namun bingung harus memulai dari mana. Faraz dengan cepat menghabiskan nasi gorengnya lalu menyeruput teh tawar hangatnya. Kemudian ia berdekhem untuk memancing perhatian Lisa. “Ekhem!” Lisa yang mendengar dehaman suaminya hanya menatap sekilas lalu lanjut menyantap telur di piringnya yang masih tersisa. “Kenapa? Sakit tenggorokan?” tanya Lisa. “Hmm ... itu, soal kejadian tadi pagi, aku minta maaf.” Lisa menghentikan kunyahannya lalu menatap Faraz. Ia menelan makanan di mulutnya lalu berkata, “Kejadian tadi pagi yang mana? Banyak soalnya.” “Itu, yang waktu aku cium kamu.” Lisa yang telah menghabiskan sarapannya segera meminum tehnya lalu tersenyum sinis menatap Faraz. “Gak apa, santai aja kali. Lagian kamu pasti udah biasa nyium cewek kan? Apalagi kamu pernah kuliah di Belanda. Ya di sana kan pergaulannya bebas. Jadi gak usah minta maaf, aku maklum kok. Lagian, ciuman itu juga gak berarti apa pun buat aku. Aku pasti bukan cewek pertama yang dicium sama kamu,” ucap Lisa dusta. Ia hanya berusaha menampik perasaan aneh yang ia rasakan jika berdekatan dan bersentuhan dengan suaminya. Sungguh, kepala Faraz berdenyut nyeri mendengar ucapan Lisa. Jika ia membantah dengan disertai emosi, maka yang akan terjadi hanya pertengkaran lagi. Faraz sudah lelah. “Asal kamu tahu saja ya, Lisa. Meski saya kuliah di Belanda yang pergaulannya bebas, saya masih bisa mengontrol diri untuk tidak terjerumus pada pergaulan aneh yang menjurus pada maksiat yang dilarang Islam. Abah dan ambu mendidik saya dengan agama yang kuat. Alhamdulillah saya bisa bertahan dan tidak melakukan perbuatan yang dilarang oleh agama,” ucap Faraz tenang. Ketika mendengar penjelasan Faraz, Lisa jadi merasa sedikit bersalah. Namun, ia tetap tidak mau menunjukkannya di depan Faraz dan meminta maaf karena telah salah menuduhnya. “Saya hanya akan menyentuh perempuan yang sudah halal bagi saya dan asal kamu tahu, kamu itu perempuan pertama yang saya cium, Lisa.” Blush, kedua pipi Lisa seketika merona mendengar ucapan Faraz. Ada rasa senang dan bangga ketika tahu ia adalah perempuan pertama yang dicium oleh suaminya sendiri.  Usai mengatakan itu, Faraz langsung meninggalkan meja makan dan Lisa yang masih merona. === Faraz sedang duduk di teras vila usai sarapan tadi. Ia tidak menyangka bahwa Lisa akan serendah itu menilai dirinya. Sungguh, hati Faraz terasa nyeri. Kali ini, Allah memberikan ujian pada Faraz melalui Lisa. saat sedang asyik merenung, Faraz melihat ponselnya bergetar di atas meja karena ada panggilan masuk. Faraz lebih suka mengaktifkan mode getar daripada memberi nada bunyi untuk panggilan masuk. Setelah ia lihat, ternyata Asep yang menghubunginya. Faraz bangkit dari duduknya dan berdiri di ujung teras membelakangi pintu masuk dan kursi yang tadi ia duduki. “Halo, Assalamu’alaikum, Sep.” “Wa’alaikumussalam. Oi, kumaha Ras, damang?” (Bagaimana, Ras? Sehat?) “Alhamdulillah, damang. Aya naon yeuh?” (Alhamdulillah, sehat. Ada apa nih?) “Teu nanaon, kepo weh ku kabar manten anyar. Eheuy, kumaha yeuh? Geus belah duren can?” (Gak apa-apa, cuma ingin tahu sama kabar pengantin baru. Bagaimana? Sudah belah duren belum?) Faraz hanya mendengus pelan tak menjawab pertanyaan . “Lah kunaon cicing wae? Kunaon? Gagal lain? Kan udah saya kasih tipsnya, Ras.” (Lah, kenapa diam saja? Kenapa? Gagal bukan? Kan sudah saya kasih tipsnya, Ras.) “Lain, Sep. Boro-boro belah duren lah, yang ada juga saya jengkel mulu sama kelakuan Lisa.”  Rasa manis yang harusnya Faraz rasakan saat berbulan madu, berubah pahit bak empedu. “Lah kunaon jengkel atuh? Suami istri mah kudu akur, apa lagi manten anyar mah, keur haneut-haneutna.” (Lah, kenapa kesal? Suami istri harus akur, apalagi pengantin baru, lagi hangat-hangatnya.) “Susah, Sep. Kayaknya saya gak cocok sama si Lisa.” “Atuh jangan begitu, Ras. Kalian teh udah suami istri apa pun yang terjadi. Mungkin si Lisa teh emang jodoh yang udah ditakdirkan sama Allah buat kamu. Coba deh saling kenal dulu, mungkin sekarang yang kelihatan Cuma sifat gak baiknya, tapi kalo udah kenal siapa tahu kamu lama—lama jadi bucinnya si Lisa.” “Kumaha nya Sep, saya ge da bingung ngadepinnya. Kadang suka ngebandingin dia sama si Annisa. Siga bumi jeung langit, jauh pisan bedana.” (Seperti bumi dan langit, jauh sekali bedanya.) “Atuh ulah kitu, Ras. Setiap orang ge pasti beda-beda karakterna. Ayo, saran Asep nih, coba deh saling kenal dulu. Pedekate kitu lah. Asep ge da baheula dijodokeun ku ema bapa Asep. Asep ge da awalna mah kagok atuh ka si Eli teh. Teu kenal ujug-ujug we nikah. Alhamdulillah nepi ka ayeuna boga anak dua.” (Asep juga dulu dijodohin sama ibu bapak Asep. Asep juga awalnya canggung ke si Eli. Tidak kenal, tiba-tiba nikah. Alhamdulillah, sampai sekarang punya dua anak.) “Gak tahulah, Sep. Oh iya gimana, kamu udah cari tahu tentang Annisa?” “Belom atuh lah, emang kamu masih mau cari si Annisa?” “Iyalah, saya kudu tahu dimana si Annisa, saya harus cari tahu kenapa dia ninggalin saya. Pokoknya kamu tetep kudu cari info tentang Annisa ya, Sep. Tolong bantuin saya.” “Ck, Ra, Ras. Udahlah, kamu juga udah nikah sama si Lisa, Ras. Fokus aja sama istri kamu, lupain si Annisa. Turutin nasihat urang, geus pedekate heula, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Kitu pan ceuk papatah ge.” (Turutin nasihat saya, udah pedekate aja dulu, tak kenal maka tak sayang, tak kenal maka tak cinta, begitu kata pepatah juga.) “Ya saya maunya juga gitu, Sep. Tapi kalo emang gak cocok, apa saya perlu cerai aja ya?” Prang .... Gelas berisi jeruk hangat yang dibawa Lisa jatuh dan pecah. Faraz pun terkejut melihat Lisa. Apa dia mendengar obrolanku sama Asep?        
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD