Bagaimana?

1060 Words
“Kenapa tidak bisa, Pak? “tanya Bahia. Pria berjas hitam itu, menghela nafas panjang. “Ini hari jum’at. Pengadilan tutup lebih awal hari ini. Kita hanya bisa menjamin Azzura, hari senin.” “Senin ?” Mata Bahia membulat sempurna. “Apa tidak ada cara lain, Pak? “tanya Delshad. “Tidak ada. Hanya itu yang bisa kita lakukan untuk menebus Azzura.” Bahia menghela nafas panjang. “Bagaimana bisa kita tinggali Azzura di sini bersama orang-orang ini ? Selama dua hari. Bagaimana bisa?” kesal Bahia. “Hanya itu yang kita bisa lakukan,” tegas pengacara keluarga Bahia. Bahia bukan saja membantu Azzura secara psikis, ia juga membantu Azzura secara finansial. Bahia memanggil pengacara keluarganya dan memberikan uang untuk menebus Azzura. Azzura tidak tahu bagaimana ia bisa mengucapkan terima kasih pada Bahia. Azzura meraih tangan Bahia. “Tidak masalah menunggu dua hari. Terima kasih karena kalian mau membantu aku... “ Bahia memeluk Azzura, ia menangis lagi. Delshad dan Giffari juga merasa sedih. Suasana menjadi haru-biru. “Jam kunjungan sudah berakhir.” Pria paru baya berseragam menyampaikan hal itu. Bahia terpaksa melepas peluknya. “Bahia, jangan sedih lagi, berjanjilah.. ” kata Azzura saat hendak pergi. “Hem. Zura ...apa perlu aku menemui Lisa? “ Azzura terdiam, ia memilih melangkah pergi, diiring polwan dibelakangnya. Bahia, Giffari dan Delshad menatap kepergian Azzura. Mereka merasa perasaan sangat buruk. Bahia terisak. “Sebaiknya kita pulang, Iah,” kata Delshad. “Kamu juga sedang sakit Bahai. Kalo kamu kelelahan itu bisa berakibat fatal pada jantungmu. Insyallah, Azzura akan baik-baik saja,” Giffari menambahkan. Ketiganya pun memutuskan untuk pulang. “Bagaimana keadaan Azzura? Di mana Azzura? “ tanya bu Nirmala. Wajah cemas dan sedih menghiasi wajah bu Nirmala. “Azzura masih di penjara, Bu... “jawab Delshad. “Ya Allah... “ bu Nirmala terduduk lemas di pondokan. “Kenapa bisa jadi begini ? Apa yang terjadi ?” “Bu, kita akan berusaha untuk mengeluarkan Azzura dari penjara. Ibu tidak perlu khawatir... “kata Bahia, lirih. Sungguh mereka tidak terikat oleh darah, namun rasa kasih sayang mereka amat kental. Jika ada yang sakit, maka yang lain seolah merasakannya. Mereka diikat oleh hubungan persaudaraan seagama. Delshad tersenyum sendu. Hatinya sedih sekaligus bahagia. Tidak ia sangka bisa dipertemukan dengan orang-orang baik seperti mereka. Tidak terasa air mata mengalir dari pipi Delshad. Delshad memalingkan wajahnya, menyembunyikan air mata itu. “A-ana, ana harus ke kamar,” kata Delshad. Ia segera menjauh dari mereka. Di dalam hatinya ia bertekad untuk menjaga keluarga keduanya ini. **** Azzura menatap jeruji besi itu. Ingatannya melayang pada kedua orangtua dan kakaknya. Azzura rindu mereka. Di sini ia kesepian dan terluka. Ia ingin berlindung di dalam punggung kokoh ayahnya, berselimut cinta ibunya dan mendapat kasih sayang kakaknya. Azzura rindu masa itu. Sebelum sebuah kekacauan terjadi. Masa itu Azzura tumbuh menjadi anak yang bahagia di dalam keluarga yang hangat. “Hai! “teriak seorang gadis yang duduk di depan Azzura. “Tolong buka kain itu dari kepala mu. Mataku risih melihatnya. Setiap kali melihat kain itu, aku teringat wanita tua kolot yang selalu menceramahiku di rumah. Ck..lepaskan segera.” “Maaf, aku tidak bisa,”kata Azzura pelan. “HA? Ckck..buat apa lagi. Topeng mu sudah terbuka. Tidak perlu lagi menggunakannya! “ Gadis itu beringsut mendekati Azzura. Tangannya hendak menarik paksa Jilbab Azzura, beruntung Azzura menyadari hal itu dan langsung menahan tangan gadis itu. “LEPASIN TANGAN GUE! “ teriak gadis itu, murka. Azzura menjauhkan tangan gadis itu dari kepalanya dan menghempasnya ke udara. “Pergilah !” kata Azzura, lalu kembali duduk. “Liat ! Betapa gadis ini masih berpura-pura. Dia berpura-pura suci, padahal dia lebih hina dari kita. Dia munafik! Dia berlindung dibalik jubah dan jilbab panjang itu. Ckckck. Menjijikkan! “ “Hahahahahah...” Semua orang di sel tahan tertawa, mengolok dan menghina Azzura. “Aku dengar dia menyambut tiga orang sekaligus... “ “Wah... sungguh prestasi yang menakjubkan.” “Hem, apa dia bisu? Kenapa dia hanya diam saja? Dia bisu atau sedang berakting lagi? “ cibir yang lain. “Ckckckck...dia tidak bisa berkata kasar atau marah dengan kita. Dia sedang berakting menjadi manusia suci yang terjaga. Dan sepertinya layaknya gadis-gadis berkerudung panjang di masjid. Mereka semua munafik, mereka menutupi dosa mereka dengan Jilbab itu! “ Azzura menatap tajam gadis itu. “Jika mereka munafik lalu apa kalian? Alih neraka?“ “Gadis sial! “gadis itu menarik jilbab Azzura, Azzura mencoba mempertahankan jilbabnya. Keduanya teradu kontak fisik. “Hei! Berhenti!” teriak polwan. “Kalian berbuat seperti binatang, dan berperilaku seperti binatang ! Kalian tahu di mana ini ! Ini bukan hutan, kalian dengar ! Jika saya dengar suara berisik lagi, kalian akan mendapatkan hukuman. KALIAN MENGERTI! “ “Ck,” desis gadis itu. Gadis itu melepaskan tangannya dari jilbab Azzura. Azzura kembali duduk. Tatapan sinis masih ia dapatkan, tapi tidak ada yang berani membuka mulut mereka. Azzura teringat bahwa ia belum melaksanakan salat ashar. Azzura berdiri di depan jeruji besi. “Permisi. Apa aku boleh tahu ini jam berapa? “teriak Azzura. Beberapa polwan menoleh, namun enggan menanggapi perkataan Azzura. “Apa boleh saya memijam mukena untuk salat ? Baju saya kotor untuk salat.“ “Apa tidak ada yang mendengar ?” “Tolonglah...bisakah kalian menjawab saya! Saya hanya ingin salat,” teriak Azzura. Azzura terisak. Ia hanya ingin salat, apa sekotor itu ia semata semua orang hingga tidak pantas untuk bersujud? “Tolonglah... saya hanya ingin salat..” lirih Azzura. “Sudah diam. Ini. “Seorang polwan memberikan mukena pada Azzura. Mata Azzura langsung bersinar terang. “Terima kasih, Bu... “ “Hem. Salatlah, waktu salat ashar sudah tiba.” Azzura mengangguk semangat. “Dan simpan saja mukena itu untukmu.” “Terima kasih, Bu.... “ “Hem. Yang lain jangan berisik.” **** “Bahia... “ Lisa menghampiri Bahia yang tengah makan di kantin. Wajah gadis itu nampak lesu dan tidak bersemangat seperti biasanya. “Tumben datang hari sabtu..” “Hem, ada tugas yang harus dikumpul sekarang,” jawab Bahia pelan. “Oh...”Lisa mengangguk, lalu keheningan terjadi. Tidak biasanya Lisa membiarkan keadaan seperti ini. Namun sekarang ia benar-benar tidak tahu harus memulai obrolan ini dari mana. “Bahia....,”panggil Lisa pelan, nyaris tidak terdengar. “Hem... mengenai Zura...hem maksudku, bagimana, kenapa bisa terjadi seperti ini ?” Sendok Bahia spontan berhenti bergerak. “Apa kamu mau mengunjungi Azzura besok? “ “Ha, Hem. Iya... “ “Kasihan Azzura. Ia mendapat tuduh sebesar ini. Kamu percaya pada Azzura kan? “ Lisa termenung. Siapa yang harus ia percayai sekarang. “Percayalah, sebuah kebenaran bukan tergantung pada apa yang ada. Apa yang tidak terlihat bisa jadi sebagai kebenaran. Beberapa akhir ini, Azzura sering diikuti seseorang, karena itu aku selalu berada di samping Azzura terus. Azzura di jebak.” Lisa mengangguk. “Maaf karena sempat percaya pada berita itu.” “Bagaimana dengan Azka? Apa dia sudah tahu? “ “Om Ustadz, sedang berada di luar negeri sekarang. Om lagi mengurusi bisnis Kakek di sana. Om Ustadz belum tahu tentang ini.” “Bagaimana seadanya Azka tahu, apa dia akan berada dipihak Azzura atau percaya pada berita itu? “
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD