Hari ini Azzura bebas. Ia keluar dari tahanan berkat tebusan Bahia. Begitu keluar mata Azzura dan Lisa bertemu. Azzura tertunduk, ia tidak sanggup menatap mata Lisa. Ia takut jika melihat rasa kecewa yang mungkin ada di mata Lisa.
“Gadis flower... “ Lisa tiba-tiba memeluk Azzura.
Azzura terisak. Ia bahagia, pelukan Lisa seolah menujukan bahwa Lisa percaya padanya.
“Zura, kamu masih punya janji denganku. Kita belum makan mie bersama. Hari ini kita semua harus makan mie bersama,” kata Lisa semangat. “Kalian juga ikut ya, Shad, Gif, Ia, Riz.”
“Hem. Maaf. Aku tidak bisa. Aku ada urusan,” jawab Aariz.
“Hai... ayolah... hari ini saja..” bujuk Lisa. “Hanya sebentar saja.”
“Hem.. Lisa... apa... “Azzura ragu menyambung kalimatnya. Ingin sekali ia menanyakan mengenai Azka. Namun Azzura terlalu malu untuk melakukan hal itu.
“Hem, kenapa? “ tanya Lisa, bingung.
Azzura menggeleng pelan dan beralih topik. “Aku harus pulang dulu. Bu Nirmala mungkin cemas. Kalian bisa ke rumah Lisa duluan.”
“Kalo begitu biar aku temani, Zur... “Bahia menawarkan diri.
“Tidak perlu, Iah. Kalian duluan saja.”
“Zura... “
Azzura tersenyum. Bahia akhirnya setuju. Mereka pergi ke rumah Lisa duluan. Azzura pun segera pulang. Azzura pulang dengan menaiki bus, di pinggir jalan, Azzura tidak sengaja melihat pedagang buah mangga. Azzura berinisiatif untuk membelikan bu Nirmala, buah mangga kesukaannya.
Azzura pun turun dari bus. Ia membeli satu kilogram mangga. Lalu memutuskan untuk melanjutkan pulang dengan jalan kaki.
Dari kejauhan Azzura tidak sengaja melihat bu Nirmala yang baru saja keluar dari toko klontong, membawa sekantong besar belanjaan di tangganya. Azzura mempercepat langkahnya bermaksud menyusul langkah bu Nirmala.
“Eh, Bu, tunggu dulu... “
Terlihat rombongan ibu-ibu menghentikan langkah Bu Nirmala.
“Bu, mulai malam ini anak saya gak ngaji lagi ya... ”
“Iya, Bu, anak saya juga.”
“Saya juga, Bu... “
“Loh, kenapa Ibu-ibu, belajar ngaji itu penting loh, buat anak-anak kita. “
“Hem. Saya udah dengar berita tentang Azzura.”
“Astagfirullah ibu-ibu, itu cuman fitnah. Berita itu gak benar,” sahut Bu Nirmala.
“Maaf ya Bu, kalo dipikirkan mana ada gadis baik-baik ada di satu kamar dengan tiga pria.”
Kaki Azzura seketika seperti terpaku.
“Beritanya bahkan sudah heboh sana-sini. Kami hanya tidak ingin hal ini berpengaruh pada anak kami. Terlebih ini tentang agama.”
Dengan langkah berat, Azzura menghampiri kumpulan ibu-ibu itu. Mereka nampak terkejut dengan kehadiran Azzura di sana, bu Nirmala juga nampak terkejut sekaligus bahagia, karena Azzura telah bebas dari penjara.
“Maafkan saya, ibu-ibu merasa cemas membiarkan anak ibu mengaji karena saya.” Azzura tersenyum sendu.
“Belajar mengaji adalah kewajiban maka biarkan saya yang mengundurkan diri.” Azzura menangkupkan kedua tangannya seraya menunduk.
Bu Nirmala terkejut, ia segera meraih tangan Azzura dan mengangkat kepalanya. “Tidak, nak... jangan seperti ini... “
“Tidak masalah, Bu... semua orang sudah merasa resah maka aku harus meminta maaf.”
Bu Nirmala langsung meraih tangan Azzura dan mengajaknya pulang. Mereka pulang bersama. Bu Nirmala hanya diam dengan langkah yang terus maju. Tangan Azzura tetap, bu Nirmala gengam, mengikuti langkahnya.
Sesampai di depan rumah, bu Nirmala melepas tangan Azzura. Ia menatap Azzura. Azzura terkejut lantaran mata bu Nirmala yang penuh air mata.
“Bu.... “
“Bagi Ibu, kamu seperti anak Ibu sendiri,” kata bu Nirmala lirih. “Kenapa kamu meminta maaf ? Kamu tidak salah, Nak. Tidak perlu seperti tadi.”
Bu Nirmala menangis. Azzura juga ikut menangis. Suasana sedih menyelimuti mereka berdua, mereka tidak menyadari ada sepasang mata yang melihat hal itu dengan d**a yang sesak.
***
Hari-hari berlalu begitu saja dan jelas dengan hinaan. Berita tentang Azzura semakin luas menyebar. Di kampus, semua orang yang bahkan tidak Azzura kenal, tiba-tiba bisa memandang Azzura dengan sinis atau jijik. Cibiran, desak-desuk, semakin akrab dengan Azzura. Azzura di anggap ‘aib terbesar’ kampus, karena kasus Azzura juga reputasi kampus dipandang jelak di mata masyarakat. Hal itu membuat semua mahasiswa dan mahasiswi membenci Azzura. Mereka bahkan pernah membuat petisi untuk mengeluarkan Azzura dari kampus, namun permintaan mereka di tolak pihak kampus. Kampus tidak ingin membuat keputusan salah dengan mengeluarkan Azzura yang kasusnya hingga kini belum menemui titik terang. Dan satu hal yang benar-benar menyakiti Azzura, saat ia ke musholah fakultas, Ia datang dan hendak melaksanakan salat berjamaah yang akan segera dilaksanakan, Azzura yang baru datang langsung bergabung dengan barisan wanita, namun saat Azzura berdiri di barisan itu, mereka semua langsung mundur. Meninggalkan Azzura berada sendirian di sana.
Kadang di malam hari, Azzura terisak sendirian di kamarnya, kenyataan bahwa ia juga tidak lagi bisa mengajar di masjid, membuat Azzura berada di rumah sendirian. Bahia dan bu Nirmala tentu saja mengajar di masjid. Keduanya bahkan memajukan jadwal mengaji, dari sehabis magrib menjadi sehabis ashar hingga Isya. Hal itu dilakukan, karena banyaknya anak yang ingin mengaji dan tenang pengajar yang bisa dibilang kurang.
Azzura membaca Al-Qur’an dengan suara lirih. Di dalam hatinya ia terus meminta perlindungan kepada Allah dalam menghadapi cobaan ini. Dan meminta keteguhan hati dalam menjalani semua ini. Tidak lupa pula Azzura bersyukur atas kehadiaran Bahia, Aariz, Delshad dan Lisa yang selalu ada di sampingnya dan selalu mendukung Azzura.
Azzura jadi teringat mengenai Lisa. Beberapa hari belakangan ini Lisa tiba-tiba menghilang. Azzura beberapa kali ke rumah Lisa namun Pak satpam rumahnya selalu bilang bahwa Lisa dan Mamanya sedang pergi ke suatu tempat.
Setelah selesai mengaji, Azzura meraih ponselnya yang sejak tadi ia matikan. Azzura kembali menghidupkan benda pipih itu dan sekali lagi mengecek pesannya yang sampai sekarang belum dibalas atau dibaca Lisa.
[Lisa aku ada di depan rumahmu..]
[ Lisa, katanya hari ini ingin ke suatu tempat... Aku sudah siap.]
[Lisa, apa kamu sedang liburan, ya? ]
[Lisa, kata Bahia, beberapa teman mu menanyai kamu. Kamu punya banyak tugas yang harus dikumpul.]
[Lisa, tadi aku ke rumahmu dan tidak sengaja melihat si Kebo. Dia terlihat mencari mu. Kamu di mana?]
[Lisa, aku rasanya sudah lama kita tidak makan mie... ]
[Lisa, apa semuanya baik-baik saja? ]
[Lisa....]
Azzura kembali mengisi daya ponselnya dan meletakkannya di atas nakas. Azzura lantas beralih ke jendela, ia melihat bintang-bintang bersinar di atas sana. Azzura menujuk satu bintang. “Nama bintang itu Azzura,” gumam Azzura. Ia jadi teringat kakaknya yang selalu mengajaknya melihat bintang jika sedang sedih. Kakaknya juga sering menghibur Azzura dengan memberi nama bintang yang paling terang sebagai bintang Azzura.
“Kegelapan malam itu ibaratnya semua masalah kita, kegelapan masalah tidak akan mampu merenggut sinar bintang, justru bintang akan semakin terang di atas sana.”
“Tapi Kak, Azzura tidak suka ini. Azzura lebih suka pagi. Azzura tidak suka malam.”
“Azzura, malam dan pagi adalah ketetapan Allah SWT. Semua memiliki fungsinya. Jika tanpa malam, bagaimana bisa Azzura tidur ? Azzura akan terus terjaga dan mata Azzura akan merah karena ngantuk. Azzura mau kayak zombie ?”
“Dengan adanya malam, bintang akan nampak bersinar. Seperti itu juga manusia, dengan adanya cobaan dan masalah hidup seseorang akan lebih bersinar, seperti bintang itu. Bintang itu yang paling terang. Mau tau namanya bintang apa? “
“Hem, bintang kecil.... “
“Bukan. Nama bintang itu bintang Azzura Jannah. Bintang langit biru di surga.”
“Jadi bintang itu sekarang milik Azzura? “tanya Azzura kecil dengan polos.
Kakak Azzura tersenyum. “Kalo Azzura sedih, Azzura bisa menamai bintang-bintang ini.”
“Benarkah, Kak? “
“Iya....”
Tanpa sadar Azzura tertawa dan menangis bersamaan saat mengingat masa lalunya itu. Ia tertawa lantar dengan polosnya benar-benar berpikir bahwa bintang itu miliknya dan ia menangis lantaran semakin mengerti apa makna dari kalimat yang Kakaknya selalu ucapkan.
Azzura kemudian menutup jendela. Ia merasa haus sekarang. Baru Azzura hendak pergi, suara dering ponsel menghentikan langkahnya. Azzura segera mengambil benda pipih itu. Begitu melihat notifikasi di layar ponselnya, hati Azzura berbunga-bunga, matanya langsung berbinar terang.
[ Azzura aku sudah pulang. Besok ada kajian di masjid.]
Itu pesan dari Azka. Calon suaminya. Orang yang kelak akan membangun rumah tangan bersamanya. Membangun rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah. Aamiin.
Azzura tersenyum dan memeluk benda pipih itu. Besok ia akan datang ke kajian untuk mendengar suara Azka—astagfirullah Azzura, gak boleh gitu tahu...
Azzura menggeleng. Ia tersadar berkat omelan author.
“Ya Allah, duh kenapa jadi salah niat. Astagfirullah... gak boleh gitu, Zur... “ gumam Azzura.
Azzura merebahkan tubuhnya di kasur, matanya melirik jam di dinding. Jantungnya berdetak sangat cepat, Azzura ingin malam segera berakhir. Ia tidak sabar menunggu hari esok.
***