Sapaan hangat

1315 Words
“Gimana keadaan Lisa? Dia pasti sedih banget ya ?” Begitu Azzura pulang, Azzura langsung ditodong pertanyaan dari Bahia yang tentu saja mengkhawatirkan Lisa. Bahia sebenarnya juga baru pulang dari rumah sakit, gadis itu menawarkan diri untuk menjaga Mama Lisa di rumah sakit. Bahia sepertinya baru datang lima menit lebih dulu dari Azzura, terlihat dari wajah lelah yang masih melekat pada wajah Bahia. “Alhamdulillah, Lisa baik kok. Insyallah dia mencoba untuk ikhlas.” Bahia menghela nafas, lega. “Alhamdulillah kalo gitu. Aku cemas, takutnya dia sangat terpukul tentang keadaan ini. Kecelakaan yang menimpa Mamanya bersamaan kabar duka.” “Iya, Om Lisa ngasih dia pengertian buat gak berlarut dalam kesedihan.” “Om yang waktu itu Lisa kenalin ya?” Azzura mengangguk. “Namanya Azka.” “Kayaknya beliau gak jauh beda dari usia kita ya? Kelihatannya masih muda.” “Iya, Azka, adik Mama Lisa yang paling bungsu, umurnya sekitar 28 tahun.” “Tuhkan bener, masih muda.” Bahia tersenyum sumringah karena tembakannya benar. “Eh, btw, kamu kok tahu banyak tentang Omnya Lisa?” “Lisa pernah cerita waktu itu.” “Oh gitu.” Bahia mengangguk. “Hem, gimana keadaan Mama Lisa? “ “Insyallah kata dokter, besok udah pulang besok.” “Alhamdulillah...” “Hufm... “ Bahia menguap, gadis itu segera menutup mulutnya dengan telapak tangannya. Azzura mengamati wajah Bahia, gadis itu nampak kelelahan. “Kamu begadang semalam, Iah? “ “Ha, gak kok, semalam ada Aariz yang bantuin jaga Mama Lisa. Aku nguap mungkin karena kekurangan air putih. Aku mager mau minum. Padahal Aariz banyak banget bawa air minum, saking banyaknya, akhirnya kami bagi-bagiin sama keluarga pasien atau pasien yang haus.” “Aariz juga ikut jagain? “ “Iya, dia jaga di luar ruangan,” jawab Bahia. Azzura mengangguk, “kalo gitu aku ke kamar ya, Iah... mau beres-beres. Aku harus ke kampus setelah ini. “ “Loh, jam segini ke kampus? Emang kamu ada mata kuliah siang? “ “Gak ada. Aku ke kampus mau ngurusin berkas-berkas beasiswa, masih ada yang kurang.” “Oh, apa gak bisa besok aja? Kamu baru aja pulang.” “Gak papa, lebih cepat lebih baik. Aku juga gak tenang kalo masih ada yang belum selesai.” “Oh, ya udah kalo gitu. Semangat ya....nanti pas kamu pulang, aku masakin makanan spesial.” “Makasih, Iah.” **** Rute Azzura, kampus-kantor pos. Gadis itu sudah mondar-mandir ke dua tempat itu. Azzura memutuskan untuk beristirahat. Gadis itu membeli minuman segar di pinggir jalan dan memilih duduk di bangku kayu yang disediakan di depan warung sederhana tempat Azzura membeli minuman ringan itu. “Bissimillah,” Azzura meneguk pelan minuman rasa teh melati. Seperti biasa jalan raya selalu ramai dengan hiruk pikuknya, lalu lalang kendaraan roda dua maupun roda empat terlihat meramaikan jalan aspal dan berdebu. Debu jalan dan debu asap knalpot bergabung menjadi satu membentuk warna hitam di udara. Sangat tidak baik untuk kesehatan, semua orang tahu itu. Tapi apa boleh buat ? Semua harus mulai terbiasa bukan? Azzura tanpa sadar mengamati hal itu dengan seulas senyum muncul diwajahnya. Ia hanya ingin tersenyum meski tanpa alasan. Azzura segera menuntaskan rasa dahaganya, lalu segera bangkit dari kursi kayu itu. “Terima kasih ya, Bu. Saya mau jalan lagi,” kata Azzura, berpamitan pada wanita paru baya pemilik warung sederhana di emperan jalan. Ibu itu membalas perkataan Azzura dengan senyum dan anggukan kecil. Azzura memilih untuk melanjutkan perjalanannya ke kantor pos dengan jalan kaki saja. Ia ingin berhemat. Kantor pos tinggal tiga meter lagi dari tempat Azzura berdiri. “Selamat siang Mbak, “ sapa seorang satpam. “Pasti mau ambil berkas lagi ya, Mbak?“ tanyanya ramah. Satpam bertubuh gempal itu jelas mengenal Azzura. Setiap dua minggu sekali Azzura tidak pernah absen mengunjungi kantor pos. Daffa, kakaknya Azzura, memiliki kebiasaan untuk selalu memberikan Azzura surat berisi kata-kata semangat atau card-card lucu foto keponakannya yang baru saja bisa merangkak sekarang. Jangan tanya mengapa Daffa melakukan hal ini. Azzura jelas tahu, kakaknya akan menjawab bahwa, sesuatu yang di dapat dengan usaha akan terasa lebih spesial. Seperti itu kira-kira. Tapi hal ini bukan berarti Daffa anti pati dengan teknologi pengantar pesan dalam satu menit, Daffa dan Azzura juga sering berkomunikasi melalui itu untuk melepas rasa rindu yang ada. “Iya Pak, Bapak tahu aja.. “Azzura tersenyum. “Yowes dong Mbak, inikan bukan hari minggu. Kalo hari minggu baru mbak Azzura ngambil card pos, iya toh? “ Azzura mengangguk. “Emang berkas apa sih, Mbak? Kok kayaknya riweh banget.” “Berkas data diri, Pak. Buat melengkapi identitas lengkap sebagai penerima beasiswa.” “Wah, wah, wah, Mbak Azzura dapat beasiswa toh di kampus? “ Pak Satpam bernama tag Diwan itu menggeleng-geleng, kagum. “Mbak Azzura, paket komplit ini namanya, udah cantik, pintar lagi.” “Saya gak pintar, Pak. Ini semua punya Allah. Saya cuman di titipkan saja, Pak.” “Kasih tips dong Mbak, biar anak saya bisa dapat beasiswa juga kayak Mbak Azzura. Anak saya di kampung sudah lama banget ingin kuliah di kota besar ini. Tapi ya itulah, Mbak.... lagi-lagi mentok di biaya,” keluhnya sedih, ia membayangkan semangat anaknya yang terpaksa pupus di tengah jalan lantaran terbentur biaya, ia yang hanya bekerja sebagai satpam yang di gaji UMR dan hanya cukup untuk membiayai hidupnya dan buat makan istri dan anaknya di desa. “Buat tahun ini, pendaftaran beasiswa di kampus saya, udah di tutup, Pak. Tapi insyalah setiap tahun selalu ada, Pak.” “Syaratnya sulit gak, Mbak? “ “Hafal Al-Qur’an, Pak. Untuk tes awal tiga juz saja, selebihnya kalo boleh sambil kuliah.” “Oh gitu... “jawab pak Satpam pendek. Suaranya mendadak menurun, dimata pria bertubuh gempa itu tersirat sebuah tatapan kesedihan. “Nama anak Bapak siapa? “ “Sholeha.” “Masyallah, indah sekali namanya, Pak.” “Iya, Mbak. Saya berharap dia menjadi wanita Sholeha.” Lagi. Azzura melihat tatapan kecewa itu makin kentara. Apakah baik jika Azzura bertanya? *** Azzura selesai di detik-detik terakhir batas pengumpulan berkas. Rasa lelahnya seketika terbayarkan. Azzura berkali-kali mengucap syukur, Azzura segera melaksanakan salat dzuhur di masjid kampus. Hari ini ada kajian dan sekarang pukul dua. Azzura akan berangkat kajian dari kampus saja. Hari ini lumayan melelahkan bagi Azzura. Kakinya terasa sedikit pegal, karena mondar-mandir. Setelah melaksanakan salat dzuhur, Azzura memutuskan mengisi waktu luangnya untuk menambah wawasan pengetahuan. Gadis itu lolos membaca satu buku kecil dengan total 30 halaman. Lalu saat Azzura hendak mencari bacaan baru, rasa kantuk datang bertamu. Azzura perlahan memejamkan matanya. Dan tertidur. Azzura terbangun bersamaan dengan suara azan Ashar yang bersautan. Azzura tersentak, dan langsung mengecek jam yang tertera di layar wallpaper ponselnya. Setengah empat. “Ya Allah, telat...” seru Azzura. Lima menit lagi kajian akan di mulai, sedangkan jalan menuju sana membutuhkan waktu sepuluh menit di tambah lagi Azzura harus melaksanakan salat Ashar di masjid ini dulu. Total waktu diperkirakan 15 menit. Tidak ingin membuat waktu, Azzura segera melesat ke tempat wudu cewek, mengambil wudu dan mengikuti salat ashar berjamaah. Meski sadar betul bahwa ia telat, jauh di lubuk hatinya, Azzura berharap bahwa ia masih bisa mengikuti kajian meski hanya beberapa menit saja. Azzura sangat berharap. “Yah, uhm, beneran telat.” Azzura menghela nafas kecewa. Ia sampai di pelataran masjid dan kondisi masjid sudah sepi. Kajian telah usai. Azzura mendudukkan dirinya di teras masjid, sembari membuang rasa kecewa dan letihnya karena berjalan dengan sangat cepat atau lebih tepatnya setengah berlari ke sana. Lima menit berlalu. Azzura terdiam menatap langit yang mulai berubah warna. Azzura bangkit hendak pulang. Ia berbalik terlebih dahulu. Hari ini gak ikut kajian—gumamnya dalam hati. Azzura menatap bangunan masjid dengan perasaan sedih. Tiba-tiba mata Azzura di kagetkan dengan kemunculan dua pria dari dalam masjid. Azzura segera menundukkan, hendak berbalik dan melangkah pergi secepatnya dari sana. Tanpa Azzura duga, kalimat salam mengudara. Azzura kikuk. Salam itu untuknya atau untuk orang lain. Tapi Azzura yakin hanya dia yang berdiri di sana. “Assalamualaikum.. hari ini telat ikut kajian ya ? “ katanya lagi. “Ha? “Azzura refleks mengangkat kepalanya. Pria itu langsung menundukkan, menghindari terjadinya kontak mata. Azzura tersadar. “Eh, hem, iya, Waalaikumsalam.” Azzura makin kikuk. Gadis itu jadi sibuk memilan ujung jilbabnya sendiri. Pria yang tidak lain adalah Azka, omnya Lisa. Tersenyum tipis. “Tidak masalah. Insyallah besok kajian diadakan lagi bada ashar.” Azzura gugup. Ia tidak bisa mengatakan apa pun sebagai respon. “Kalo gitu saya pulang duluan ya, Zura. Assalamualaikum.” “Waalaikumsalam,” cicit Azzura pelan, sangat pelan. Nyaris tidak terdengar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD