Mimpi buruk

1027 Words
“Masih butuh waktu 20 menit lagi untuk sampai. Istirahatlah dulu,” kata Aariz memecah hening. Azzura tersadar. Refleks ia langsung menatap punggung Aariz. Aariz tidak menoleh. Aariz menatap lurus pada jalan dan fokus pada kemudinya. Matanya sama sekali tidak lepas dari jalan di hadapannya. “Terima kasih,” gumam Azzura. Entah kata terima kasih, untuk saran yang baru Aariz berikan atau untuk hal lain. Azzura tidak tahu. Azzura hanya mengikuti perintah otaknya untuk mengatakan hal itu. Sekilas Azzura melihat Aariz mengangguk cepat. Setelah semua itu, tidak ada kalimat yang mengudara lagi. Aariz tidak mengatakan kalimat apa pun. Azzura juga memilih untuk mengikuti saran Aariz. Beristirahat. Lambat-lambat Azzura mulai terlelap seiring dengan mobil yang terus melaju dengan kecepatan sedang, membawa Azzura perlahan terlelap dalam dunia mimpi. ** Ckrek. Kilau lampu menyilaukan mata Azzura. Pupil mata Azzura spontan mengecil. Azzura mencoba melawan cahaya yang menentang matanya, berusaha melihat dengan jelas siapa sorot di balik kilauan cahaya itu. Ckrek Sorot itu kembali menyilaukan mata Azzura. Bersamaan dengan itu kesadaran Azzura terbuka. Kepala Azzura menundukkan, Azzura terkejut. Matanya membelalak tidak percaya. Ia dalam keadaan yang ‘menjijikkan’. Azzura gemetar. Secepatnya ia menutupi dirinya. Azzura menangis menghalau cahaya itu dari dirinya. “TIDAK ! Berhenti! Jangan! Aku mohon... “ Ckrek Ckrek “Tidak... tidak....tidak. Aku mohon, berhenti...berhenti! jangan! jangan!” Suara Azzura memecah hening. Bahia, Giffari dan Delshad terbangun. Bahia mengecek matanya, melihat Azzura di bangku sebelah. Kepala Azzura bergerak gelisah di bangku mobil. Wajah Azzura bias makin pucat di hiasi keringat yang bercucuran. “Tidak... tidak.. “Mulut Azzura terus mengulang kalimat yang sama. “Zura......” Bahia mencoba membangunkan Azzura. “Ya Allah, Azzura kenapa? “tanya Bahia bingung dan cemas. “Coba cek suhu tubuhnya!” seru Aariz. Bahia langsung menempelkan tangannya di dahi Azzura yang sudah basah dengan keringat. “Ya Allah, panas banget. Azzura sakit....”kata Bahia. “Terus kita harus gimana? “ tanya Giffari. “Rumah sakit jauh dari sini...” “Kita putar arah.” Aariz kembali pada kemudinya. “Zura, Zura... sadar Zur... “ Bahia mengguncang tubuh Azzura. “TIDAK! “ Azzura terbangun. Nafasnya berantakan. Bahia masih memegangi bahu Azzura yang gemetar. Azzura langsung memeluk Bahia. “Zura, kamu kenapa? “ cicit Bahia. Bahia tahu di balik punggungnya, Azzura menangis. “Kamu mimpi buruk?” “Ya Allah, ampuni hamba... “lirih Azzura. Sekelebat bayangan itu kembali memenuhi kepala Azzura. Azzura rasa sesak di hatinya. Makin deras air mata berjatuhan dari mata Azzura. *** Deadline makalah memang masih jauh. Tapi Giffari selaku ketua kelompok, memilih mengerjakan makalah itu secepatnya. Gayung bersambut, Aariz, Delshad, Bahia dan Azzura setuju dan sependapat dengan Giffari. Kelimanya memang tipe manusia yang tidak suka menundah-nudah sesuatu. Mereka lebih senang mengerjakan sesuatu dalam waktu yang longgar. Lebih cepat, lebih baik. “Zur, kamu udah merangkum hasil kunjungan ilmiah kemarin? “tanya Giffari. “Sudah, Gif. Tinggal gambar Aariz dan tabel dari Bahia,” jawab Azzura. “Aku udah buat tabelnya, sini biar sekalian aku ketik hasil rangkumannya.” Bahia mengambil alih note kecil milik Azzura, lalu menarik laptop mendekat padanya. “Bissmilah....” gumam Bahia pelan. Bahia melakukan relaksasi sedikit pada jarinya, sebelum duduk menekuri laptop dihadapannya itu. Dua menit berikutnya, gadis itu sudah fokus dengan tugasnya. “Apa hasil penelitian kemarin butuh tambahan data yang lebih banyak? “tanya Azzura. Giffari berpikir. “Maaf ana telat.” Delshad baru saja muncul dengan dahi berkeringat. Di satu tangan kanannya, Delshad menenteng kantong kresek di tangannya. “Lagi bahas apa? Ana bawa gorengan, ayo di makan dulu.” “Wah, gorengan.....” seru Bahia antusias. Tatapan mata Bahia sudah fokus hendak meraih kantong kresek itu, belum sampai tangan Bahia, tangan Aariz sudah duluan menarik kantong keresek itu, menjauhkan dari jangkau Bahia. “Gorengan terlalu banyak minyak. Gak baik buat kesehatan kamu,” kata Aariz datar. Bahia cemberut namun tidak protes. Gadis itu kembali menekuri laptop. “Maaf ya, Iah. Ana lupa, kalo kamu gak boleh makan gorengan.” Delshad nyengir kuda. Bahia memutar bola mata lalu mengangguk, memaklumi kelupaan yang Delshad lakukan. “Jadi gimana? Mengenai tambahan data? jadi gak? “tanya Bahia sedikit ketus. Semua orang sedang menikmati goreng hanya dia yang tidak bisa merasakan junk food yang enak itu. Terutama di saat jam-jam genting seperti ini. “Gimana kalo kita masukin juga mengenai perpustakaan berjalan. Kendala dan kelebihannya?” usul Aariz. “Boleh juga tuh, ide bagus,” sahut Giffari, setelah mengosongkan mulutnya dari bakwan goreng. “Tapi, kemarin kita gak terlalu fokus ke situ. Terus gimana mau dapat datanya? “ “Kemarin sebelum pulang, aku sempat minta nomor penjaga perpustakaannya. Kami juga udah ngobrol banyak melaluu via chat. Dan alhamdulillah, dari beliau kita bisa dapat datanya,” jawab Aariz. Delshad spontan menepuk bahu Aariz, merasa bangga akan ke cepat tanggapan Aariz. Aariz menjalankan dua kewajibannya sekaligus. Ia tetap fokus pada kunjungan dan selalu fokus menjaga Bahia. “Tapi datanya masih berantakan. Harus di rayakan dulu sebelum di ketik,” sambung Aariz. “Biar aku rapihkan,” Azzura menawarkan diri. Aariz setuju. Ia memberikan buku itu pada Azzura, namun pandangannya malah pada Bahia. “Sini, biar aku aja yang ngetik.” Tiba-tiba Aariz mengambil alih laptop dari hadapan Bahia. Bahia terkejut, merasa kehilangan objeknya. “Kebiasaan deh.... “gerutu Bahia. Namun setelah itu, Bahia tersenyum lebar. “Kerjain yang bener ya, Riz. Aku mau ke dapur, cari makanan...” “Biar aku aja yang ambil, Iah. “ Azzura mendahului Bahia bangkit, “Sekalian ambil minum. Kasihan yang lain pada seret habis makan goreng.” Bahia melirik Giffari dan Delshad, keduanya memang nampak kehausan, kecuali Aariz. Pria itu tampak biasa saja. “Aariz, kamu gak makan gorengan? “tanya Bahia. “Iya, nih, kayaknya cuman kita berdua aja yang makan. Aariz dan Azzura kayanya tidak,” sambung Giffari. “Pada gak suka gorengan ya? “ tanya Delshad selaku pembeli gorengah. Suara Delshad terdengar sedih, refleks Aariz langsung mengangkat kepalanya dari layar laptop. “Maaf ya, ana gak tahu kalo kalian gak suka gorengan,” kata Delshad bertepatan dengan itu Azzura keluar dari dalam rumah. Azzura bingung melihat raut sedih Delshad. Azzura menyenggol sedikit lengan Bahia, memberikan lemparan tatapan tanya pada Bahia. Dengan isyarat mata, Bahia menatap Aariz dan Azzura bergantian, lalu gorengan. Dahi Azzura berkerut bingung mengartikan semua kode yang Bahia berikan. "Ya udah deh, kalo antum berdua gak mau gorenga," kata Giffari dengan wajah sedih yang kentara. Jadi inilah alasan Giffari sedih. Kenapa jadi salah paham gini—batin Azzura lirih. “Kamu salah paham Shad. Aku suka gorengan cuman hari ini aku lagi saum,” jelas Aariz, tenang. “Oh gitu....” Delshad mangut-mangut. “ Terus kamu saum juga Zur ? Kalian janjian saum bareng? “ Tatapan Bahia, Delshad dan Giffari langsung tertuju pada Azzura dan Aariz bergantian. ****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD