Interaksi pertama

972 Words
Azzura baru saja sampai ke rumah saat azan ashar berkumandang. Gadis itu segera membersihkan diri dan bersiap untuk menunaikan ibadah salat Ashar. “Assalamualaikum, Warohmatullahi Wabarohkatuh.. “ Azzura menoleh ke kanan lalu ke kiri, mengakhiri salatnya. Gadis itu berdoa sejenak, lalu teringat akan pembahasannya dengan Bahia. Ia sudah berjanji untuk menanyakan perihal ini pada bu Nirmala. “Iya, Nak.. Ibu akan usahain ya... buat sekarang ibu belum ada uang, Nak.. “ Suara Bu Nirmala terdengar dari celah pintu yang terbuka. Azzura mengurungkan diri untuk mengetuk pintu. “Iya, Nak.. Sabar ya... Insyallah, Allah akan beri kita rejeki. Kamu jangan lupa doa dan jaga terus salat kamu ya, nak. Jaga kesehatan di sana. Perihal uang SPP dan uang pondok gak usah kamu pikirin. Kita punya Allah yang maha kaya biar Allah yang selesain masalah kita. Tugas kita hanya doa dan berusaha.” “Kalo gitu, Ibu tutup dulu ya Nak teleponnya. Kamu jaga diri di sana ya... Assalamualaikum.” Satu menit kemudian, Azzura baru berani untuk mengetuk pintu. “Masuk aja, nak Azzura.. “sahut Bu Nirmala dari dalam. “Ada apa nak? Maaf ya tadi kamu nunggui ibu lama.” Azzura sedikit terkejut, lantar ternyata bu Nirmala mengetahui kehadirannya dari tadi di belakang pintu. “ Maaf, Bu. Apa yang tadi telepon anak Ibu di pondok? “ “Iya...” bu Nirmala tersenyum. “Maaf, Azzura dengar tadi ibu butuh uang buat bayar SPP dan biaya pondok. “ “Oh itu..” Bu Nirmala mengangguk pelan. Raut wajah seketika mendung. “Bu, Azzura punya teman, dia mau ngekos di sini. Namanya Bahia, insyallah dia wanita sholeha. Dia mau menyewa salah satu kamar di rumah Ibu. Rumah Bahia jauh dari kampus dan lokasi rumahnya sangat rawan macet. Ia sering telat ke kampus jika pergi dari rumahnya.... “ “Tapi di rumah ini cuman ada tiga kamar, Nak. Kamar ibu, kamar kamu dan gudang. Tidak ada tempat lagi.” “Kalo boleh, apa kamar yang Azzura tempati di sewakan saja pada Bahia....” “Loh, terus kamu mau tidur di mana, Nak? “ “Azzura bisa tidur di gudang kok, Bu. Di gudang juga gak terlalu banyak barangnya dan cuman butuh di bersihin dikit biar bisa tidur di sana. Azzura bisa tinggal di sini aja udah bersyukur banget, Bu.. “ Setelah mendapatkan persetujuan dari bu Nirmala, Azzura langsung menghubungi Bahia. Gadis itu terdengar sangat bahagia. Bahia mengatakan lusa ia akan langsung pindah ke rumah bu Nirmala. Tapi rupanya gadis itu sangat antusias, hingga langsung membawa kopernya ke kampus. Bahia tidak peduli tatapan aneh semua orang untuknya. Sepulang kuliah, ia akan langsung ke rumah bu Nirmala. Gadis itu bilang bahwa ia sangat tidak sabar untuk pindah. Jadi ia memutuskan untuk pindah lebih cepat dari perlengkapan nya yang akan dikirim sore lusa. “Aku gak setuju kalo kamu pindah ke kosan itu.” Aariz tiba-tiba muncul di depan meja Azzura dan Bahia. Wajah pria itu terlihat kurang bersahabat. “Tempat itu sempit dan akses kendaraan juga terbatas. Kamu gak bisa tinggal di sana! Tempat itu tidak nyaman! Tempat itu gak pantas buat kamu! “kata Aariz tajam. Statement Aariz mengundang perhatian Delshad dan Giffari yang sejak tadi asik murojah Al-Quran di sudut kelas. “Kenapa gak pantes? “ tanya Giffari tiba-tiba. Kedua pemuda itu menghampiri Aariz. “Tempat itu emang gak mewah, gak sebagus rumah gendongan, gak seluas rumah pejabat tapi Insyallah berkah. Siapa saja masuk ke situ, hatinya akan tenang mendengar lantunan ayat Al-Quran yang 24 jam di putar dan di dengar. Bu Nirmala juga orang yang baik.” “Tidak perlu sesuatu yang mewah, indah, mahal untuk mencari kebahagiaan. Rumah kecil pun bisa memberikan kenyaman melebihi rumah gendongan yang selalu di tinggalkan. Rumahnya mewah tapi hampa. Buat apa semua itu? “ sindir Giffari, tajam. “Tuh dengerin Riz. Lagian tempat itu juga bagus kok. Rapi, bersih dan juga gak sembarangan orang bisa kos di sana. Aku beruntung karena Azzura, aku bisa kos di sana.” Bahia tersenyum ke arah Azzura. Aariz juga menoleh kearah Azzura. Pria itu membuang wajah saat tanpa sengaja Azzura melihatnya. Aariz lalu pergi begitu saja. Azzura menatap kepergian Aariz dengan tidak enak hati. Ia merasa Aariz marah padanya. “Gak papa Zur, gak usah di pikiran. Aariz emang gitu, dia gak bakal marah kok.. “kata Bahia seraya mengusap punggung Azzura. Azzura tersenyum. Mungkin apa yang dikatakan Bahia benar. Ia hanya berprasangka buruk mengenai Aariz yang tiba-tiba langsung pergi. “Nanti pulang barengkan? “tanya Bahia. “Hem. Gak bisa, tiba-tiba tadi pihak kampus menyuruh semua penerima beasiswa buat kumpul sehabis dzuhur. Kemungkinan aku bakal pulang sorean. Hem. Kamu bisa kan ke rumah bu Nirmala sendirian? “ “Yah....” Bahia menghela nafas, kecewa. “Berarti hari ini kamu gak ada di kos dong.” Azzura mengangguk. “Maaf... “ “Gak papa kok, Zur... besok aja deh aku pindah ke sana. Sebenarnya hari ini, aku ada acara keluarga di rumah Oma. Tapi besok janji ya, temenin aku pindahan. “ “Insyallah....”Azzura tersenyum. **** Dering alarm perut setiap orang sudah mulai bersiap berbunyi, menandahkan hari semakin siang. Dan tubuh sudah menuntut untuk segera istirahat. Hari ini hanya ada dua mata kuliah, perkuliahan usai bada dzuhur seperti biasa. Azzura langsung memutar langkah ke aula kampus, setelah selesai melaksanakan salat. Aula kampus, sudah ramai di padati mahasiswa, menunggu berita penting apa kiranya yang ingin disampaikan pihak kampus terkait beasiswa. Terbesit kecemasan di benak Azzura mengenai hal ini. Azzura takut hal buruk terjadi. Azzura tak henti-hentinya berdoa, menenangkan diri. Azzura lihat beberapa mahasiswa juga nampak tegang sepertinya dan sebagian yang lain berusaha positif thinking dan berharap ada kabar baik yang datang. Tidak lama wakil mahasiswa muncul, membahas mengenai alasan mereka berkumpul di sana, untuk membahas mengenai infomasi tambahan dan beberapa pengarahan terkait beasiswa. Azzura bernafas lega, ia bersyukur tidak ada kabar buruk sedikit pun. Semua mahasiswa bisa pulang dengan hati yang lega sekarang. “Hem.” Suara seseorang mengintrupsi langkah Azzura. Aariz berdiri di belakang Azzura seraya bersedikap d**a. “Tolong jangan RAYU Bahia untuk tinggal di sana!! Ini demi kebaikan Bahia,” desis Aariz tajam. Seketika kepala Azzura menoleh. Secepat itu pula, Aariz membuang muka saat melihat pergerakkan kepala Azzura. Lalu sedetik berikutnya ia pergi begitu saja.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD