Hal yang Disepelekan

1205 Words
“Azzura...” Panggilan itu membuat Azzura menoleh. Azzura tahu siapa pemilik suara itu. “Assalamualaikum, Ia.. “ sapa Azzura begitu Bahia sampai. “Eh iya, lupa. Waalaikumsalam Zura.” “Kenapa?” “Aku udah gak sabar tahu, Zur... rasanya mau cepet-cepet pindah. Aku udah siapin banyak snack, buat nyemil nanti malam. Rencananya nanti malam kita streming drakor yuk... aku ada banyak stok drama korea yang bagus, tinggal pilih aja....,”kata Bahia girang. “Aku lagi puasa nonton drakor....” Azzura tertawa pelan agar Bahia tidak tersinggung. Sebenarnya Azzura sangat berhati-hati akan hal ini. Menonton drakor memang sangat asik, terlebih lagi jalan cerita yang menarik dan dikemas sedemikian epik, terkadang tanpa sadar kita sudah menghabiskan berjam-jam untuk menonton. Dan terkadang pula hal itu membuat hatinya lalai dan malas dalam beribadah. Selain itu, Azzura pernah terjerumus dalam jalan zina, hal itu membuat Azzura takut dalam melangkah. Azzura takut terjebak lingkaran perzinaan lagi, meskipun hanya zina mata yang dan zina pikiran. Meskipun? Bukannya hal besar selalu di awali dengan hal kecil ? Zina mata, zina pikiran, zina tangan, lalu.... Naudzuhbillah.. Zina mata dan zina pikiran yang di anggap sepeleh oleh sebagian orang bisa jadi bomerang untuknya sendiri. Sang Illahi sudah tahu bahwa manusia mudah terjerumus dalam dosa. Maka Allah sudah mewanti-wanit manusia untuk tidak mendekatkan diri. Ingat, konteksnya mendekat saja tidak boleh, apalagi masuk ke dalamnya—pacar. Bukankah sudah jelas bahwa Allah melarang manusia untuk mendekati zina? Hal ini sudah termaktub dalam kitab suci Al-Qura'an. Surat Al-isyra : Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman: "Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk." (QS. Al-Isra' 17: Ayat 32) “Hem, masyaallah, aku lupa seorang Azzura si santri teladan mana mau nonton drama Korea. Hahhahah... lupa aku. Ya udah kita streming ceramah aja ya... aku juga banyak kok stoknya. Kita begadang, buat hal yang bermanfaat. Cari ilmu. Boleh kan? “ Azzura terkekeh. “Masih ingat aja... “ “Iyalah, aku tuh ingat banget. Saat satu pondok putri sudah terjangkit virus drakor cuman seorang Azzura masih steril. ” “Eh, hari ini kita cuman satu matkul doang kan? Yeyeyey... udah gak sabar mau pindah.. “ “Ehm. Bahia, coba deh pikir ulang,” kata Azzura pelan. Bahia menatap Azzura. Wajah sumringah nya seketika berganti dengan raut wajah bingung. “Maksud kamu? “ “Sebaiknya kamu gak usah tinggal di sana. Bukan aku gak suka kalo kamu pindah ke sana. Tapi di sana jauh dari apa yang biasa kamu miliki. Tempatnya juga sempit, kamu mungkin bakal sulit beradaptasi. Ingat pas waktu di pondok, kamu jadi sakit terus karena kamarnya terlalu sempit, terlebih sekarang kondisi kamu sangat rapuh. Aku takut hal itu malah membahayakan kamu. “ Bahia menatap Azzura. Mata gadis itu sudah berubah, berkaca-kaca. “Bahia, maaf, aku cuman gak mau kamu kenapa-napa... “ Azzura meraih tangan Bahia. Gadis itu menepis pelan tangan Azzura. Bahia lalu berjalan cepat menuju kelas, meninggalkan Azzura. “Pasti gara-gara kamu !! Azzura jadi berpikir seperti itu.” Bahia berdiri di depan meja Aariz. Nafas gadis itu memburu cepat. Tatapan matanya tajam, namun juga sayu. Bendungan air mata yang berusaha ia tahan sudah mulai menyesak keluar dari kelopak matanya. Menamakan diri. “Itu demi kebaikan kamu sendiri,” jawab Aariz tenang. “Kenapa Azzura berubah pikiran?” gumam Giffari, mencuri dengar. “Gak tahu. Kasihan Bahia, dia kemarin senang banget mau pindah,” sahut Delshad seadanya. Tidak lama Azzura baru tiba di kelas. Ia melihat Bahia yang berdiri di depan meja Aariz dengan air mata yang mengalir. D “Aku memang sedang sakit, tapi jiwan ku tidak sakit, ” kata Bahia lirih. “Aku tidak ingin di pelakukan seperti orang sakit yang menunggu kematian, aku tidak ingin hanya menjadi manusia yang tiap hari menelan obat tanpa tahu apa arti bahagia.” Aariz menatap lurus kearah pintu kelas, ia seperti tengah melihat Azzura tapi kenyataannya pandang Aariz bukan tertuju pada Azzura. Tatapannya menerawang jauh entah kemana. “Maaf.” Bahia membuang nafas panjang. Ia lelah mendengar kata itu lagi dan lagi. Ia lelah harus menjelaskan hal yang sama. “Bukan kamu yang bersalah atas kondisi ku ini, Riz. Ini semua sudah takdir dari Allah. Bukan kamu yang salah. Harus berapa kali aku mengulang perkataan itu, agar kamu mengerti? Berhentilah merasa diri mu yang bertanggung jawab atas kondisi ku ini !” seru Bahia emosional. “Aku tahu, kamu berusaha untuk menjaga ku. Tapi semua ini membuat aku merasa sakit setiap saat. Dibayangi kenyataan menyadang penyakit ganas membuat ku takut, di tambah sikap kamu yang selalu mengingat ku mengenai penyakit itu. Aku masih takut.... “ “Aku hanya ingin di perlakukan seperti orang normal. Semua ini bukan kesalahan kamu Riz, penyakit ini sudah takdir dari Allah buat aku,” lirih Bahia lagi. Bahia menangis setelah mengatakan hal itu. Azzura segera berjalan cepat menghampiri Bahia. Tubuh Bahia mulai oleng, pendeteksi jantungnya bersuara nyaring. Semua orang cemas. Aariz bangkit bersama dengan itu Bahia ambruk. “Astagfirullah...” Azzura menangkap tubuh Bahia segera. *** “Bagaimana keadaan Bahia sekarang? “ Begitu Azzura keluar dari klink kampus, sudah berdiri tiga orang pemuda menunggunya di ambang pintu dengan raut wajah cemas yang kentara. Terutama Aariz, wajah Aariz terlihat sangat cemas. “Iya, Zur. Apa Bahia sudah sadar ?” timpal Giffari dan Delshad. Ketiga pria itu berada di luar. Mereka tidak ingin masuk, lantaran menghargai Bahia. Ketiganya tidak ingin Bahia merasa malu jika tanpa sengaja ada auratnya yang terbuka. “Hem, iya. Bahia sudah sadar. Dia sekarang baru saja beristirahat kembali....” jawab Azzura. “Alhamdulillah.... “ sahut ketiganya bersama. Azzura yang sejak tadi menunduk, memberanikan diri mengangkat sedikit kepalanya. “Bahia, ingin pindah ke kos,” ujar Azzura pelan. Aariz yang mengetahui bahwa pernyataan itu di peruntukan untuknya langsung menoleh. Azzura spontan menunduk, menghindari tatapan mata yang mungkin dapat terjadi. “Insyallah, di sana tempatnya bersih. Insyallah, aku juga akan menjaga Bahia,” kata Azzura pelan. Tidak ada jawaban. Keheningan tiba-tiba terjadi. Delshad dan Giffari, juga memilih diam. “Aku titip Bahia,” kata Aariz, setelah berdiam cukup lama. Setelah mengatakan hal itu, Aariz langsung pergi. Azzura menatap punggung Aariz yang mulai menjauh. “Apa barusan Aariz, memberi izin Bahia pindah ke kos? “ Delshad ikut menatap kepergian Aariz. “Sebenarnya Aariz dan Bahia itu punya hubungan apa sih? Kenapa Aariz bersikap seperti itu? “Giffari menimpal. “Entahlah.” Delshad mengangkat bahunya tinggi. “Mungkin mereka—“ “Aku permisi ke dalam. Bahia mungkin membutuhkan sesuatu,” sela Azzura, cepat. “Hem. Kami juga langsung pulang ya Zur. Salam buat Bahia,” pamit Giffari. “Mungkin mereka, apa Shad? “tanya Giffari, tiba-tiba. Delshad mengernyit bingung. “Tadi loh, ente kan mau bilang sesuatu sebelum Azzura potong. “ “Oh itu, ana cuman mau bilang, mungkin mereka— astagfirullah....kenapa kita gibahin orang? Ya Allah.. Ente mah. “ “Astagfirullah, ana lupa. Ya Allah, hampir aja kita makan daging saudara sendiri.” “Ya udahlah, nanti kita tanya langsung ke Aariz saja, perihal ini. Sekalian tabayun juga, biar jelas. “ “Iya, kamu benar Gif. “ Delshad mengangguk setuju. “Gif, ana dengar di kampus ada ormas suara mahasiswa. Ente mau ikut gak? Di sana banyak devisinya, ada devisi kemanusiaan, kriminal, sosial, terus apa lagi ya? Aku lupa.. “ “Hem. Entar deh, aku pikiran lagi. Sekarang aku masih mau fokus sama hafalan Qur’an ku. Kamu tahu sendirikan, Shad. Murojah itu lebih sulit dari menghafal, bebannya juga lebih berat. Ana takut gak bisa bagi waktu.” “Oh, gitu. Ya udah, ana daftar dulu ya.. “ “Iya, sok atuh. Sukses ya Bro.. “ Delshad tertawa mendengar kata ‘bro' dari Giffari. Logat timur tengah yang Giffari adopsi, dari masa pondoknya itu sangat kontras dengan kata Inggris yang Giffari ucapkan. Rasanya terdengar seperti bahasa arab yang di Inggriskan—terasa aneh. “Thank, syukron, bro, akhi.. “
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD