Kejujuran Azzura

1476 Words
Tidak ingin telat lagi, Azzura memutuskan untuk datang satu jam lebih awal dari jadwal kajian. Menunggu di sana menjadi pilihan Azzura. Azzura sudah membawa amusi untuk mengisi banyak waktunya. Azzura membawa sebuah novel inspirasi berjudul, ‘p*****r di atas sajadah.’ Azzura tidak sengaja menemukan buku ini di toko buku. Bukan buku di deretan best seller, tapi hati Azzura tertarik untuk membelinya. Sebenarnya novel bertemakan ini, sangat tidak boleh Azzura baca. Hal ini dapat mengingatkan Azzura pada apa yang selama ini tengah ia perangi. Rasa takut akan masa lalunya sendiri. Azzura tahu resiko itu. Tapi sekali lagi, Azzura ingin sembuh. Ia ingin berdamai dengan keadaannya. Ia berharap, buku itu bisa membuka sudut pandang baru untuknya lebih mengerti segalanya. Azzura membaca dan terus membaca, hingga ia tanpa sadar berhenti pada satu halaman. Azzura menatap deretan kata berukuran 12 font. Deretan kata yang menggundang matanya berkali-kali untuk membaca. Lagi dan lagi. Kalimat itu paling mencolok di antara kalimat yang lain. Kalimat itu berhiaskan bold dan italic, mempermudah mememui keberadaannya. Air mata Azzura meleleh. Azzura tidak sadar bahwa ia menangis. Segera Azzura tutup buku itu. Ia mengambil nafas dalam-dalam, berusaha menenangkan dirinya. Tapi setelah tiga menit terdiam, Azzura malah terisak. Ia gagal lagi. Azzura segera berlari ke kamar mandi, ia menyalakan keran air agar mampu meredam suara isaknya. Azzura tidak ingin ada orang yang melihatnya menangis, meski itu terdengar mustahil. Pasalnya, masjid benar-benar dalam keadaan sepi tidak ada seorang pun kecuali Azzura di masjid itu. “Dengar ! Cukup Azzura! Cukup! Berhenti menangis sekarang! Berhenti !” Azzura nyaris meneriaki dirinya sendiri. Suara keran air benar-benar membantu Azzura. “Berdiri.” Intruksi Azzura. Dan langsung diikuti tubuhnya sendiri. Dengan kasar Azzura menghapus riak air mata dari pipinya. “Sekarang hapus air matanya, jangan lemah. Jangan! “ Azzura melangkah ke keran khusus wudu. Ia mengambil wudu, lalu tanpa sengaja menangkap pantulan dirinya di cermin. Mata sembab dan hidung merah. Azzura sangat lemah. Ia tersenyum, menertawakan dirinya sendiri. “Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh... “ Suara speker masjid membawa kesadaran Azzura. Kajian akan di mulai. Dan Azzura masih di sini. Kamar mandi dan masjid di pisahkan oleh teras masjid yang lumayan luas. Tergesa-gesa Azzura berlari kecil ke masjid. Gadis itu lupa memperhatikan langkah sendiri dan ia sukses menabrak orang karena ulah konyolnya itu. Bahu Azzura terasa nyeri, tapi ia terlalu terburu-buru untuk berhenti dan mengatakan ‘aw’. Azzura tetap berlari saja, ia hanya sekilas menoleh tapi tidak memberhentikan langkahnya sedikit pun. “Afwan, maaf,” kata Azzura, di sela larinya. Kajian berlangsung dengan khidmat. Sampai pada sebuah sesi tanya jawab. Kali ini Azzura, mengajukan sebuah kertas pertanyaan. “Saya baru saja mendapatkan sebuah pertanyaan. Pertanyaan itu berisi. Apakah jika seorang perempuan memiliki masa lalu yang kelam, ia harus mengatakan hal itu pada calon suaminya? Apa itu yang di sebut kejujuran? “ (Hamba Allah) Azka terdengar menghela nafas panjang. “Sejujurnya pertanyaan ini lumayan berat untuk saya jawab, terlebih lagi saya manusia yang masih fakir ilmu. Saya tidak sepandai para akhi dan ukhti yang mungkin sudah lebih tahu semua ini.” Azzura tahu itu. Pertanyaan itu bagai dua sisi. Kejujuran dan menyembunyikan kejujuran. Sampai detik ini Azzura terus meraba, apa ia harus jujur dan membuka semua aibnya kelak pada seorang yang Allah kirimkan untuknya? Lalu apa? Apa ia akan bernasib indah seperti di dongeng disney. Atau ia akan di buang seperti sampah seperti novel yang ia baca tadi? Azzura tidak tahu. “Kejujuran itu penting. Allah menyukai hambanya yang jujur, Allah maha pengasih lagi maha penyayang, ia menerima setiap tobat hambanya, selama nafas belum sampai di kerongkongan. Allah melihat manusia bukan dari masa lalunya. Tapi jika sebuah aib lebih baik hal itu disimpan bukankah itu anugerah dari Allah yang telah menutup aib hambanya. Seseorang bukan dilihat dari masa lalunya tetapi dilihat dari masa kini. Setiap manusia berhak untuk berubah menjadi baik, seburuk apa pun masa lalunya. Azzura tersenyum. Hatinya menjadi bahagia. Dalam diam, Azzura rasa ‘tidak pantas’ yang bersarang di hatinya perlahan memudar. Azzura mulai berani membayangkan masa depannya tanpa takut tersandung krikil masa lalunya. Selesai pengajian, Azzura baru ingin hendak pulang. Namun ia teringat bahwa tadi Azzura tidak sengaja meninggalkan jam tangannya di tempat wudhu wanita. Beruntung Azzura menyadari hal ini. Azzura buru-buru ke sana. “Kamu yakin Az, memilih wanita itu untuk mu? “ “Insyallah, hati ku mantap memilihnya. “ Suara Azka menarik perhatian Azzura. Tempat wudu wanita dan pria itu berada di tempat yang sama tempat wudhu pria di halangi tembok pemisah. “Sudah sholat istiqoroh? “ “Sudah.” “Oh. Kalo begitu, kapan kamu akan melamarnya? “ Azka tertawa pelan. “Aku akan memberikan proposal taaruf ku dulu.” “Kapan? “ “Hari ini.” “Di sini? “ “Iya.” Deg. Seperti ada duri yang menancap di hati Azzura. Kecil namun lumayan terasa nyeri. Azzura mempercepat langkahnya, ia ingin melihat siapa wanita beruntung yang mendapatkan pria sebaik Azka. Azzura menoleh ke sana-kemari, mencari keberadaan gadis beruntung itu. Tapi nihil. Ia sepertinya telat. Azzura tidak melihat seorang gadis pun, kecuali dirinya di pelataran masjid. Azzura kecewa. Ia tidak beruntung. “Assalamualaikum.” Azzura menoleh. Ia sedikit terkejut, lantaran ia pikirkan tidak ada orang lain selain dirinya di mesjid. Ternyata Azka dan temannya masih berada di pelataran mesjid. Dan mana gadis beruntung itu. “Waalaikumsalam,” sahut Azzura gugup. Azzura bersiap-siap untuk pergi atau lebih tepatnya ingin kabur. “Tunggu,” seru Azka. Azzura mematung. “Maaf jika ini mengejutkan mu. Tapi aku ingin menyampaikan maksud baik ku ini, padamu. Ini proposal taaruf ku.” Azka menyodorkan berkas beramplop cokelat pada Azzura. Azzura menatap berkas yang terjulur di udara itu. Tangannya gemetar saat mengambil berkas itu dari Azka. Ia tidak mengira gadis yang Azka pilih adalah dirinya. ** “Zur, aku berhasil...,” Lisa tiba-tiba datang memeluk Azzura. Azzura terkejut. Gadis itu terlalu larut dalam lamunannya, sampai tidak menyadari kehadiran gadis berambut sebahu itu. “Saran kamu berhasil.” Lisa nyengir lebar. Wajah gadis itu terlihat sangat sumringah, matanya cerah dan bibirnya mengembang sempurna. “ Unlimited like buat gadis flower.” Lisa tidak sadar bahwa Azzura masih belum sepenuhnya merespon perkataannya. Gadis itu masih terbawa dalam lamunannya. “Ayo makan cokelatnya. Ini syukuran kecil-kecilan.” Tanpa aba-aba Lisa langsung menyuapkan cokelat ke mulut Azzura. Azzura terkejut, dan spontan membuka mulutnya. Cokelat masuk begitu saja ke mulut Azzura. Tindakan Lisa ini sukses mengembalikan Azzura sepenuhnya. “Ayo, ayo, di kunyah,” kata Lisa. “Kamu tunggu sini ya, aku mau bertugas.” Lisa bangkit, gadis itu berdiri di depan belokan menuju kantin. Setiap mahasiswa yang ingin ke kantin harus melewati belokan itu. Lisa menghadang orang untuk memberikan cokelat kepada mahasiswa atau mahasiswi yang lewat. Cara Lisa ini membuat Azzura tertawa. Gadis itu ingin memberi tapi gayanya seperti pereman yang hendak malaking orang. “Ini, ambilah cokelat ini. Ini gratis. Doakan saja semoga hubungan kucing ku berjalan dengan bahagia. Mereka baru saja menikah kemarin. “ “Doakan juga mereka bisa segera dapat momongan. Wuuuhhh, aku gak sabar mau nimang anak kucing yang lucu. “ “Ayo, ayo, ayo, ambil, jangan malu-malu. Ini gratis... “ “Eh, tunggu, yang lewat sini harus ambil cokelat.” “Eh, baju kuning, baju pink, ambil cokelat dulu baru lewat. Ini gratis, aku tidak akan memakan kalian. Ayo, ayo, ambil.” Azzura geleng-geleng tidak habis pikir akan kelakuan sahabatnya itu. Sekitar sepuluh menit Lisa melakukan aksinya, akhirnya cokelat di tangannya habis juga. Lisa mendapat banyak doa dari para mahasiswa-siswi akan keberlangsungan biduk rumah tangga kucingnya. “Huft, lelah. Tapi aku bahagia!!! “seru Lisa. Gadis sudah kembali ke kursinya semula. Ia menjatuhkan dirinya di kursi sebelah Azzura. “ Banyak doa, banyak kebahagiaan,” sambung gadis berambut sebahu itu, tidak lupa ia tersenyum lebar. Lisa lalu meminum hingga tandas es air putih yang ia berikan gula. Itu minuman favorite Lisa. Es air putih manis. Hanya Lisa yang memesan minuman jenis ini. “Wow, air ini juga enak. Kayak ada manis-manisnya gitu. “ Lisa menatap takjub gelasnya yang sudah kosong. Nada suaranya dibuat menyerupai iklan kormesial di televisi. Azzura tertawa. “Kamu beneran jodohi kucing kamu? “ “Hem, bisa di bilang gitu... “ Lisa berpikir keras. “You know-lah Zur, kasihan kalo Kebo jomblo terus, jadinya aku beliin banyak makanan kucing buat doinya si Kebo. Terus, alhamdulillah, majikannya ternyata merestui hubungan mereka. Huf... aku jadi terharu. Mau nangis nih, kalo ingat perjuangan si Kebo.” Azzura kembali tertawa. “Nama kucing kamu Kebo?” “Iya, cute kan ? Hobi si Kebobolan tidur terus. Tikus di rumah pada merdeka deh. Enyahlah, Zur, kadang aku teh mikir giman entar si Kebo nikah, kan kasihan istrinya kalo Kebo masih aja pemalas. Tapi aku udah ajarin si Kebo, kalo dia harus jadi ayah yang bertanggung jawab.” “Apaan sih Lis....kamu ada-ada aja... “ Azzura tertawa puas, rasa bimbangnya menguap begitu saja. “Eh, btw, kamu gak mau cerita apapun ?” tanya Lisa. “Soal apa? “
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD