Cale dan Herdi sedang saling pandang. Tiba – tiba
“Cale. Buka pintunya. Tidak biasanya kamu mengunci pintu.”
“Iya bu.”
“Ers dan Elena mana?”
“Sudah pulang.”
“Bu, Ers mengajakku ke danau besok. Boleh?”
“Kenapa kamu memaksa pergi kesana? Kamu mau menemui pemuda kemarin ya?”
“Tidak bu. Aku hanya ingin memetik bery dengan mereka. Mereka memberiku sedikit bery. Coba ibu cicipi.”
“Wah segar sekali bery ini. Baiklah, besok kamu ibu ijinkan pergi. Asal jangan terlambat pulang.”
“Terimakasih bu.” Ucapnya sambil memeluk ibunya.
Pagi yang indah, Cale sudah menanti Ers dan Elena di depan rumah. Dia duduk di tangga dengan keranjang disisi kirinya. Dikejauhan nampak dua temannya sedang berjalan ke arahnya.
“Cale. Kamu menunggu kami?”
“Iya. Aku ikut kalian ya.”
“Ayo berangkat, sebelum kita kalah cepat dengan para musang.”
Mereka bertiga berjalan masuk ke dalam hutan. Ada rasa bahagia di hati Cale. Dia akan bertemu Herdi lagi. Ers dan Elena merasakan hal yang sama. Pemuda itu mempesona hingga mereka terpikat padanya.
“Surat kemarin isinya apa?” tanya Elena.
“Hanya salam darinya.”
“Oh. Kamu bisa kenal dengannya dimana?” ucap Ers.
“Di rumah.”
“Kapan? Aku tak pernah melihatnya ke rumahmu.”
“Kamu ingat waktu aku meminta bunga lily mu?”
“Iya.”
“Setelahnyalah dia ke rumah meminjam korek padaku.”
“Oh.”
Mereka sampai di danau. Herdi duduk disana sedang memancing. Menyadari kedatangan para gadis, dia pun menyapa mereka.
“Hai. Mau memetik buah bery lagi?”
“Iya. Apa boleh aku meminta ikanmu lagi?” jawab Elena.
Ers menyikutnya, tapi Elena menghiraukannya.
“Hai cale. Apa kabar?”
“Baik. Kamu?”
“Baik juga. Oh iya, korekmu. Tunggu aku akan mengambilnya.”
“Baiklah.”
“Kalian samgat dekat ya?” tanya Ers.
“Ah tidak, aku hanya mengenalnya saja. Tidak lebih.”
“Her. Kamu suka Cale ya?” ucap Ers saat herdi baru saja melangkah keluar rumah.
Herdi kaget hingga hampir terjatuh.
“Kenapa tiba – tiba bertanya begitu?” dia balik bertanya.
“Ah sudahlah. Ayo cale kita cari bery disana. Dan kamu harus menangkap ikan lebih banyak. Sebab aku sudah membawa sekotak nasi dan sayur.” Lanjutnya sambil berjalan menuju pohon bery.
“Cale kamu suka dia ya?”
“Ah engga kok.”
“Jangan bohong. Aku ini temanmu. Jika kamu suka padanya, aku tidak akan mengganggu kalian. Herdi sangat mempesona. Jika kamu tidak suka, aku akan berjuang mendapatkannya.”
“Apa?” sahut Elena.
“Kamu juga suka padanya?” lanjutnya
“Juga? Kalian menyukainya?” tanya Cale.
Mereka hanya mengangguk.
“Ah sudah lupakan. Aku cukup makan ikan bakarnya saja sudah puas. Herdi buatmu saja, ikannya buatku.” Ucap Elena.
“Berjuanglah Cale. Kami mendukungmu.” Lanjut Ers.
“Tapi. Ibuku tak suka padanya.” Jawab cale.
“Semua tergantung pada kalian. Kalian yang menjalaninya.” Ucap ers.
Mereka memetik bery begitu banyak. Bery musim ini berbuah lebat dan sangat segar. Bahkan suasana seram di hutan ark berganti dengan keceriaan. Semenjak ada Herdi tentunya.
Waktu berlalu. Herdi dan Cale saling menaruh rasa. Rasa itu kian membesar. Hingga pada suatu ketika, keduanya terhanyut dalam suasana. Melebur dalam besarnya gelora. Jengkal demi jengkal tubuhnya saling beradu. Nafas mereka memburu. Kenikmatan atas cinta yang mereka rasakan menyatu dalam irama yang sama. Mereka bergumul diranjang dengan liarnya. Tetes – tetes keringat membasahi kulit mereka. Elungan dan desahan mengalir begitu saja. Cinta mereka ada pada puncaknya.
Herdi menutupi tubuh cale dengan selimut. Dengan hati – hati dia turun dari ranjang. Memungut baju mereka yang tergeletak dilantai. Dia mengenakan kembali bajunya. Dalam tatapan sendu dia menyadari hubungan ini tak seharusnya. Mereka berbuat terlalu jauh. Terlalu nikmat. Herdi lupa, disana dia sedang bertugas. Tapi malah terjebak pada hubungan terlarang dengan manusia.
Walaupun dewa lain juga pernah melakukan hal yang sama. Tapi dia merasa telah menipu cintanya. Cale belum mengetahui siapa dia sebenarnya. Dalam diam Herdi sangat kecewa dengan dirinya sendiri. Cale terbangun dari tidurnya. Menghampiri Herdi dan memeluknya dari belakang. Sentuhan itu membuatnya menghangat. Dia bertekat akan menjelaskan pada Cale jika waktunya sudah tepat.
Siang itu cale sedang bersama dengan kedua temannya. Kamarnya begitu berantakan. Hingha ibunya memutuskan untuk membersihkannya. Dia menata buku – buku pada rak yang sudah diberi nama. Beberapa pakaian yang disampirkan begitu saja dikursi, dia ambil dan mengantungnya. Tanpa sengaja dia menyenggol album foto yang ada dimeja belajar cale. Isinya berhamburan. Lembar demu lembar foto dia ambil. Kemudian dia melotot kaget melihat apa yang dia temukan. Alat tes kehamilan. Dengan dua garis merah. Milik siapa alat itu. Hatinya bergemuruh, segera mungkin dia mencari cale. Dia marah besar. Saat dia menemukan Cale sedang duduk di teras belakang rumahnya, dia langsung menyeretnya masuk ke dalam rumah. Tamparan mendarat dipipinya.
“Punya siapa ini Cale?” tanyanya.
Cale kaget. Wajahnya memucat. Tangannya bergetar hebat. Tangisnya pecah. Dia bersimpuh pada ibunya.
“Maaf bu maafkan cale.” Ucapnya dalam tangis yang dalam.
“Bagaimana bisa kamu hamil Cale? Siapa ayahnya?”
Cale hanya menangis. Tamparan mendarat lagi dipipinya. Hinaan dan cacian bertubi – tubi menghantamnya. Dadanya sesak penuh rasa bersalah. Airmatanya terus mengalir. Tapi u*****n demi u*****n tak henti keluar dari mulut ibunya.
“Siapa dia Cale? Pemuda yang waktu itu ya. Siapa dia?”
Kedua tangannya memegang pundak cale. Diguncang – guncangnya tubuh cale. Tetapi cale masih diam menahan semuanya sendirian. Herdi mendengar aegala cacian itu. Dia segera berlari menuju rumah cale. Dia masuk tanpa permisi. Dia mencegah ibunya menampar cale lagi.
“Cukup.” Katanya.
Cale kaget, tak diduganya Herdi akan datang. Jarak dari rumahnya ke danau lons cukup jauh. Bagaimana bisa dia datanh tepat saat ibunya marah besar.
“Oh jadi kamu yang sudah meracuni anak saya. Jadi kamu yang sudah membuatnya berani sama saya?”
“Cukup. Cukup ibu. Aku akan bertanggung jawab.”
“Tanggungjawab katamu? Aku membesarkannya sendirian. Entah dimana ayahnya sekarang. Lalu kamu datang dan menghancurkan semua harapanku.”
“Aku. Herdi, akan menikahi anakmu.”
Cale terperangah. Tak menyangka Herdi akan berkata begitu.
“Bisakah kita membicarakannya dengan tenang? Tanpa u*****n, tanpa makian, tanpa cacian dan hinaan? Juga tanpa kekerasan.” Ucap herdi tegas.
“Kau tidak pernah tau, seberapa besar perjuanganku membesarkannya. Aku sendirian.” Tangis ibu cale pecah. Dia terduduk. Menangis dengan pilu. Bahunya bergetar hebat. Mengingat masa lalunya yang begitu kelam. Dia tak pernah igin anaknya menjadi sepertinya. Berjuang sendirian.
“Aku tidak akan meninggalkan dia. Aku janji padamu.”
“Apa jaminannya?”
“Mati kita duduk dengan tenang.” Pinta herdi.
Dia mengulurkan tangannya pada cale agar dia pindah di kursi. Juga menuntun ibunya duduk di kursi.
“Cale. Aku minta maaf. Sungguh, aku ingin memberitahumu siapa aku. Mungkin inilah waktunya.”
Kedua anak dan ibu itu mendengarkan dengan diam.
“Aku sebenarnya sedang bertugas disini. Menjaga danau lons dan hutan ark. Aku Hermes.”
Cale menutup mulutnya tak percaya. Begitu pula dengan ibunya.
“Ibu, aku minta maaf. Sudah berbuat jauh pada anakmu. Aku akan bertanggung jawab. Aku akan selalu bersama cale. Hingga ahir hayatnya.”
“Kamu. Dewa?”
“Tidak perlu diperjelas. Disini aku akan melindungi kalian. Serta calon anakku.” Katanya sambil menatap mata cale.
“Bagaimana mungkin ini terjadi?” tanya ibunya.
“Percayalah padaku. Mungkin ini sudah jalanannya takdir. Aku akan menikah dengannya. Sesuai dengan kebiasaan kalian. Anggap saja aku manusia biasa.”
Disinilah Jessi. Seorang vegyes yang hanya bisa hidup sekali. Tanpa bisa terlahir kembali. Saat Ibunya datang di lembah hijau. Dia hanya bisa melihatnya dari jauh. Cale sudah keempat kalinya terlahir kembali. Tapi tak sekalipun dia mengingat Jessi. Jessi terkubur dalam ingatannya. Jauh dari sentuhan ingatan. Jessi paham, itu adalah proses. Nantinya mereka akan berkumpul kembali. Di surga setelah kematian ketujuh ibunya.
Jessi masih tenggelam dalam tangisannya. Dia merasa akan kehilangan orang yang dikasihinya. Lazardi dan Albapante membiarkannya dalam tangis. Agar semua sesak didadanya sedikit berkurang. Jessi mengingat perkataan ibunya “kelak jika kau menemukan cintamu. Jaga, jangan biarkan dia pergi.” Tapi bagaimana dia bisa begitu tega. Mencegah orang yang dikasihinya tinggal selamanya di lembah hijau. Jessi tak ingin menjadi penghalang bagi Deril untuk terlahir kembali. Karena bagaimanapun lebih nyaman tinggal di surga daripada di lembah hijau.
Jessi menyeka airmatanya. Dia mencoba menata hati dan menerima keadaan. Apapun keputusan Deril akan dia dukung. Empat hari lagi, Deril akan bertugas. Selama bertugas dia tidak akan bisa bertemu dengannya lagi. Apalagi setelah batu birunya ditemukan. Jiwa baru Deril akan terlahir kembali. Jessi mencoba ikhlas dengan keadaan itu. Jessi berdiri dan melangkah keluar.
“Aku pulang.” Ucapnya tanpa menoleh.
Lazardi dan Albapante hanya bisa mendoakannya. Semoga dia bisa menjadi wanita yang tegar. Akan sangat disayangkan jika vegyes berbakat sepertinya harus diam dan mengurung diri. Cinta memang rumit.