Sesampainya di rumah, Salwa mengikuti Ayub memasuki pintu depan. Mereka berdiri saling pandang di ruang tamu. Sunyi. Setiap melihat Salwa, entah mengapa d**a Ayub seperti tertusuk benda tajam. Seperti diiris sembilu. Pokoknya sakit. Ada kecemburuan yang membakar hati. Meski fakta tentang perselingkuhan itu masih ia ragukan, tapi curahan hati Harun telah membuat darahnya mendidih. Sekuat tenaga ia berusaha menepis rasa panas yang menggejolak di dalam d**a dengan mengucap istighfar. Ayub menghempaskan tubuh di sofa. Dengan duduk, kekesalan yang membekap sedikit memudar. Alhamdulillah… “Salwa!” lirih Ayub. Salwa yang berjalan ke arah kamar terhenti. Ia menoleh. “Aku mau bicara.” Tak perduli meski Salwa akan menganggap ucapannya sebagai angin lalu dan kemudian Salwa pergi