3. Masa Lalu

1168 Words
Seina tidak bisa menahan degup jantung saat Darel membawa barang belanjaannya hingga sampai ke depan apartemennya. "Terima kasih, apa kau mau masuk dulu?" ajak Seina. "Tidak terima kasih, bye Seina," tolak Darel. Seina dan Darel masuk ke dalam apartemen masing-masing. Seketika tubuh Seina luruh ke lantai, jika bisa di lihat oleh orang lain mungkin akan ada banyak kupu-kupu yang berkeliling di kepalanya. Karena Darel, suasana hati Seina membaik. Ia begitu antusias menulis cerita baru untuk koleksi n****+ onlinenya. "Kepentok Cinta Mantan ... apa Cinta Lama Belum Usai?" ucap Seina menulis judul ceritanya, sembari mulai mengetik di laptopnya. Senyum mengembang di bibir Seina memikirkan apa yang baru saja ia alami dengan Darel, meski hanya jalan ke apartemen bersama, hal itu malah berkesan untuk Seina. *** Sinar matahari menyoroti wajah Seina yang sedang tertidur pulas di meja kerjanya. Bunyi alarm di ponselnya terus berdering, tetapi sang empunya sepertinya masih betah di dunia mimpi. Suara bel mengejutkan Seina sehingga ia membuka matanya. Seina meregangkan otot tubuhnya, lalu beranjak dari kursi. Dengan langkah kaki yang masih sempoyongan, ia berjalan ke arah pintu, lalu membukanya. "Apa kau baru bangun?" tanya Darel sambil melihat jam tangannya. Seina begitu terkejut melihat Darel berada di depan pintunya. Ia refleks menutup kembali pintu apartemen, berlari ke kamar mandi. "Oh my God, kenapa dia harus melihatku seperti ini!" kesal Seina. Ia lalu mengelap bekas air liur yang menempel di pipi serta membersihkan matanya yang masih penuh dengan kotoran. Setelah selesai membersihkan wajahnya, Seina kembali membuka pintu apartemennya dan menangkap Darel yang masih menunggunya di depan pintu. "Hanya tiga menit, kau pasti tidak menggosok gigimu!" cecar Darel. Seina berniat menutup kembali pintu apartemennya, tetapi Darel menahannya. "Bisa tolong antar aku ke suatu tempat?" tanya Darel. "Kemana?" Darel tersenyum lalu menarik tangan Seina. "Tu-tunggu sebentar, beri aku waktu sepuluh menit, tidak lima belas menit untuk mengganti pakaianku." Seina kembali menutup pintu apartemennya, berlari secepat kilat ke dalam kamarnya. Ia mengganti pakaian, mencocokan dengan style yang digunakan oleh Darel. Tak lupa Seina mengoleskan makeup di wajahnya, menyemprotkan banyak parfum karena ia belum sempat mandi. Tepat lima belas menit, Seina membuka pintu apartemennya. Terdengar suara terengah-engah dari mulut Seina. "Apa kau habis lari maraton?" "Ah tidak, cepatlah ... waktuku tidak banyak." Keduanya pun masuk ke dalam lift, tak lama pintu lift kembali terbuka. Seina mengikuti langkah Darel, lalu masuk ke dalam mobilnya. Seina tidak tahu ke mana Darel mengajaknya pergi. Karena Darel selalu diam ketika Seina bertanya ke mana dia akan membawanya. Tiga puluh menit perjalanan, akhirnya mobil mereka sampai di pelataran parkir SMA Pelita Bangsa. "Untuk apa kita ke sini?" tanya Seina heran. "Aku akan mengajar di sini selama beberapa bulan. Aku malu jika harus datang sendiri, maka dari itu aku mengajakmu ke sini," jawabnya dengan santai. Seperti dejavu, perasaan baru kemarin mereka berlarian mengejar balon gas yang terbang di lapangan sekolah. "Ya ... Darel, kau harus mengambil balon itu!" titah Seina. "Kau saja yang ambil, kau sendiri yang melepaskannya bukan aku," terang Darel dengan napas yang tersengal-sengal karena mengejar balon. Tanpa di duga, seorang siswa dari sekolah SMA Harapan, mengambilkan balon gas milik Seina. "Ini." Seina begitu terpesona dengan wajah pria yang telah membantunya mengambilkan balonnya. "Wah ... sejak kapan SMA Harapan memiliki pria tampan seperti ini," batin Seina tanpa berkedip. "Ma-makasih." Mata Seina melihat name tag yang menempel di baju siswa tersebut. "Arya Wiguna," desis Seina. Arya kemudian tersenyum, meninggalkan Seina. Darel yang melihat adegan horor itu pun, memukul pundak Seina agar dia kembali sadar ke dunia nyata. "Aw, kenapa kau selalu menggangguku!" teriak Seina. Darel yang tidak mengerti apa salahnya, bergegas mengejar Seina yang kesusahan membawa balonnya. Pulang sekolah, Darel sengaja menunggu Seina di depan gerbang. Ia berencana mengantar Seina ke rumahnya. Tak berapa lama Seina beserta teman-temannya berjalan melewati gerbang. Darel kemudian menyalakan motor nya, berhenti tepat di depan Seina. "Argh ...," teriak Seina serempak dengan teman-temannya. "Kau ingin membunuhku!" hardik Seina. "Ayo naik, ada yang mau aku bicarakan." Tak mendengar ucapan Darel, Seina kembali berjalan tidak mempedulikannya. Darel geram lalu menarik tangan Seina, mata Darel menatap teman-teman Seina agar mereka pergi meninggalkan Seina. "Lepas!" hardik Seina. Seina menepis tangan kanan Darel, tetapi tangan kirinya menarik tangan Seina. "Ikut aku!" titah Darel. Mau tidak mau Seina mengikuti perintah Darel. Darel lalu mengambil helm, membantu memakaikan ke kepala Seina. Terlihat biasa, tetapi hal itu membuat hati Seina berdesir. Seina memalingkan wajahnya ketika bibir Darel hampir menempel di bibirnya. Darel menyeringai. "Ayo, naik," ajak Darel. Seina naik ke atas motor Darel, dalam hitungan detik Darel menarik pedal gas membuat Seina terkejut dan refleks memeluk Darel. Darel sengaja mengambil jalan memutar, memperlambat waktu agar bisa bersama Seina. Sejak pertemuan pertama mereka, Darel mulai penasaran dengan sosok Seina. Diam-diam, Darel mencaritahu tentang Seina. Ia bahkan sering menunggu Seina berangkat sekolah. "Seina," ucap Darel. "Kau bicara kepadaku?" tanya Seina. "Sepertinya aku menyukaimu," ungkap Darel. "Hah ... apa, aku tidak dengar!" Seina tidak bisa mendengar ucapan Darel dengan baik karena knalpotnya yang berisik. "Oke, mulai hari ini kita jadian." "Iya," jawab Seina. Ia tidak benar-benar mendengarkan ucapan Darel, yang Seina dengar Darel menanyakan arah rumahnya. "Darel, aku bilang belok kanan." Seina memukul-mukul bahu Darel yang tidak mendengarkan ucapannya. Darel akhirnya membalikkan motornya, mengikuti arahan Seina. Tak lama Darel memperlambat motornya, hingga Seina kesal di buatnya. "Ayo, cepat Darel. Aku ingin ke kamar mandi." Darel menghentikan motornya di depan rumah Seina. Dengan langkah seribu Seina masuk ke dalam rumahnya tanpa mempedulikan Darel yang diam terpaku di atas motornya. Setelah selesai menuntaskan panggilan alam, Seina kemudian masuk ke dalam kamarnya, mengganti pakaiannya. Ia lalu merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran queen size, menghilangkan rasa capeknya. "Oh my God, Darel." Seina berlari keluar dari kamarnya, dengan cepat Seina membuka pintu pagarnya. Tidak ada Darel di sana, iya Seina lupa jika dia belum berterima kasih kepada Darel karena sudah mengantarnya pulang. *** Seina menunggu Darel di kursi depan kantor kepala sekolah. Matanya meneliti setiap kelas yang ada di sana. Banyak sekali perubahan di sana, bahkan kantor kepala sekolah pun terpisah tidak seperti dulu. Ponsel Seina bergetar, terlihat nama Ana di sana. "Halo, Mah. Ada apa?" sapa Seina "Mamah hanya ingin memastikan, apa benar kau memutuskan pertunanganmu dengan Arya?" tanya Ana. "Seina hanya memintanya untuk berpikir ulang, masih ada waktu dua bulan lagi sebelum kita resmi menikah," jelas Seina. "Sayang, mamah memang tidak tau apa yang terjadi dengan kalian. Namun, mamah harap kalian bisa menyelesaikan masalah ini dengan kepala dingin,” ungkap Ana. "Mamah tenang saja, semuanya akan baik-baik saja." Seina kemudian mematikan panggilannya saat melihat Darel mendekat. Darel mendaratkan bokongnya di atas kursi, lalu menatap Seina. "Mau keliling sekolah dulu?" tanya Darel. "Boleh, sepertinya banyak sekali yang berubah di sini, jawabnya. Seina dan Darel berkeliling sekolahnya, banyak sekali perubahan di sekolahnya jauh berbeda saat Darel dan Seina masih sekolah di sana. Mereka pun berjalan ke kantin, sekarang kantin dua SMA ini bersebelahan tanpa sekat yang memisahkan. "Sepertinya tidak ada tawuran lagi," oceh Seina. "Hm, padahal sangat menantang ketika bersitegang dengan lawan. Bahkan gara-gara tawuran, aku bisa bertemu denganmu." Mata keduanya saling bertatapan sebelum akhirnya Seina memalingkan wajahnya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD