2. Mantan Kekasih

1300 Words
Mata Seina tak berkedip melihat pria yang kini berada di hadapannya. Pria yang pernah menjadi sosok spesial di hatinya. "Seina, Sei ...." Seina diam terpaku mendengar pria tersebut memanggil namanya. "Hei ... Apa kamu sudah lupa sama aku?" Pria tersebut menggoyangkan tangannya di depan mata Seina, menyadarkan Seina dari lamunannya. "Oh, hai, Darel," sapa Seina. Ya ... pria tersebut bernama Darel, mantan kekasih Seina saat dia masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. "Sudah lama kita tidak bertemu, bagaimana kabarmu?" "Baik, kenapa kamu ada di sini, bukannya kamu pindah ke Surabaya?" tanya Seina. "Ada pekerjaan di Bandung, jadi untuk sementara waktu aku akan tinggal di sini," jawabnya santai. "Oh." Seina hanya ber-oh-ria mendengar jawaban Darel. Seina menatap wajah Darel melihatnya dari ujung rambut hingga ke ujung kaki. Seina pun beralih melihat penampilannya yang terlihat berantakan, berbeda sekali dengan penampilan Darel yang terlihat rapih dan tampan. "Kalau begitu aku masuk dulu, bye Darel." Dengan cepat Seina menutup pintu, ia lalu mengusap dadanya merasakan degup jantungnya yang berdetak kencang. Meski sudah melupakan Darel, tetapi hatinya masih berdesir ketika melihat mantan kekasihnya lagi. "Argh ... kenapa harus bertemu dengan dia di saat aku berpenampilan seperti ini," kesal Seina melihat pakaian serta wajahnya di depan cermin. Di saat orang lain berlomba-lomba terlihat glow up di depan mantan, Seina malah terlihat buruk rupa bertemu dengan mantan kekasihnya. Seketika kenangan masa lalu teringat kembali, masa-masa saat ia masih Sekolah Menengah Atas. Di mana Darel dan Seina masih baru mengenal cinta. *** Suara langkah kaki terdengar berlarian mendekati Seina yang sedang makan di kantin. Tak lama beberapa siswa berlarian ke arah kantin di kejar oleh siswa dari sekolah lain. Teriakan terdengar begitu nyaring dari mulut para siswi yang sedang makan, mereka berlari berhamburan menjauh dari siswa yang sedang tawuran. Namun, tidak dengan Seina yang tetap tenang makan sambil mendengarkan musik dari headset yang menempel di telinganya. Darel yang saat itu sedang tawuran tak melihat Seina yang sedang duduk. Brak! Seina terjatuh ketika seseorang menabrak tubuhnya. Untung saja pria itu sigap memegang kepala Seina agar tidak terbentur lantai. "Kamu tidak apa-apa?" Sesaat keduanya saling memandang sebelum akhirnya. "Argh ... mengapa kamu menabrakku!" kesal Seina. Ia pun bergegas berdiri dan melihat siswa di sekolahnya sedang baku hantam dengan siswa dari sekolah tetangga. "Awas!" teriak Darel. Ia menarik Seina agar berada di belakangnya, sedangkan Darel mengayunkan kursi untuk menghalau mereka. Seina hanya diam melihat para siswa berkelahi di depannya. Kalah jumlah, para siswa pun kewalahan menghadapi lawannya, termasuk Darel. Pria yang tak sengaja menabrak Seina karena di dorong lawannya. Tanpa pikir panjang, Seina kemudian mengambil kayu yang ada di lantai. Ia berjalan bersiap menghadapi siswa dari sekolah lain. Dengan santai Seina menghajar lawannya hingga tersungkur, satu persatu para siswa di sekolahnya yang sudah terkapar menyingkir membiarkan Seina melawan siswa dari sekolah lain. "Kamu duduklah biar aku saja," ucap Seina menyuruh Darel duduk. Seina menghajar para siswa dengan membagi tugas buta, tak lama para Guru dari sekolahnya serta Guru dari sekolah tetangga datang untuk memisahkan. Melihat kedatangan Guru, Seina berpura-pura terjatuh membiarkan siswa sekolah lain menamparnya. Satu tamparan mendarat mulus di pipi seorang siswa yang berniat memukul Seina. "Dasar, beraninya sama cewek." Seorang Guru BK SMA Pelita Bangsa memukul siswa dari sekolah lain karena telah memukul Seina yang notabenenya seorang siswi. "Kalau kamu mau jadi jagoan lawan siswa lain jangan lawan perempuan!" sarkas Guru. Wajah sangar Seina berubah seketika, ia lalu menunjukkan wajah sedih karena di tampar oleh siswa dari sekolah lain. Padahal siswa itu hanya membalas Seina yang sudah menghajar wajahnya. *** Disinilah Seina sekarang, berkumpul dengan para siswa dari sekolahnya yang sudah melakukan tawuran. Sorot matahari seolah ikut menghukum mereka yang sedang berdiri di lapangan. "Argh ... kenapa aku juga di hukum!" teriak Seina, kesal di hukum karena siswa dari sekolah tetangga mengadukannya. Bukan rahasia lagi jika SMA Pelita Bangsa sering bentrok dengan SMA Harapan. Sekolah mereka hanya di pisahkan oleh kantin yang berada di tengah-tengah. Setiap jam istirahat kedua sekolah ini sering bersitegang, bahkan mereka menandai daerah kekuasaan kantin. Meski pihak sekolah sudah menyekat kantin, tetapi tetap saja mereka sering bertengkar karena hal-hal sepele. "Dari mana kamu belajar bela diri?" tanya Darel. "Dari drama Korea," jawab Seina santai. "Hahaha ... drama Korea, bukannya plastik ya!" ejek Darel sambil tertawa puas. Tanpa aba-aba, Seina menampar mulut Darel hingga ia berhenti tertawa. "Apa tanganku terasa plastik?" Teman-teman Darel yang ikut di hukum tak bisa menahan tawa melihat ekspresi wajah Darel. Mata tajam Seina pun refleks melihat ke teman-teman Darel yang menertawakannya. Seketika mereka diam tidak ada yang berani tertawa. Pukul dua siang, mereka sudah di perbolehkan masuk ke kelas. Dengan langkah yang gontai, Seina berjalan ke kelasnya. "Heh ... tunggu!" Seina membalikkan tubuhnya. "Ada apa?" "Kenalin nama aku Darel, kamu?" "Seina." *** 'Lupakan masa lalu dan nikmati masa kini.' Sudah tiga hari Seina tidak bertemu dengan Arya, ia selalu mengabaikan panggilan serta pesan dari Arya. Jauh di lubuk hatinya Seina masih mencintai Arya, tetapi ia tidak suka dengan sikap baik Arya kepada Laras. Apa lagi Seina mengetahui jika Laras pernah menyatakan cintanya kepada Arya, tapi di tolak. Ponsel Seina pun bergetar terlihat nomor baru di sana, Seina lalu menggeser layar ponselnya untuk mengangkat panggilan. "Halo ... Seina?" Terdengar suara wanita di seberang ponsel. "Iya, siapa ya?" tanya Seina "Aku, Laras. Maaf sudah membuat kamu salam paham, aku sama Arya tidak ada hubungan apa-apa," jelasnya. "Salah faham, aku salah faham? Dengar ya Laras, mungkin kamu lebih dulu kenal dengan Arya, tapi bisakah kamu tidak menggangu hubungan kami. Kamu selalu menghubungi Arya jika dia bersamaku, kamu selalu meminta antar ke mana pun tanpa memikirkan perasaan aku yang sudah jelas tunangannya." "Sayang, maafin aku. Kamu sudah dengarkan penjelasan Laras, kan?" Seina mematikan panggilannya, ia semakin kesal karena merasa di permainkan oleh Arya dan Laras yang ternyata tengah bersama. "Kalau kalian benar mau meminta maaf, kenapa tidak datang ke apartemenku!" gerutu Seina. Seina beranjak dari kursi berjalan ke dapur untuk mengambil air minum. Saat membuka lemari pendingin tidak ada minuman di sana, sayuran serta Snack pun sudah habis. Dengan terpaksa Seina harus keluar dari sangkarnya untuk mencari makanan. Saat membuka pintu apartemennya, langkah Seina terhenti. Ia ingat jika saat ini ia bertetangga dengan mantan kekasihnya. Seina lalu kembali menutup pintu apartemen kemudian masuk ke dalam kamar. Ia mengganti pakaiannya menggunakan celana jeans serta hoodie, tak lupa mengoleskan sedikit make-up untuk mempercantik wajahnya. Setelah selesai Seina pun menutup pintu apartemen. Tidak ada tanda-tanda Darel keluar dari apartemen, membuat usahanya sia-sia. "Sial." Seina menghembuskan napasnya berkata, “Ini terlalu berlebihan, kenapa aku harus berdandan hanya karena takut bertemu lagi dengan Darel," desis Seina. Pintu lift terbuka Seina keluar dari gedung apartemennya berjalan ke swalayan yang berada tak jauh dari apartemen. Tanpa Seina sadari sepasang mata tengah memperhatikannya. Satu persatu Snack serta sayuran masuk ke troli belanjaan Seina. Ia mengambil beberapa kaleng minuman serta air mineral untuk persediaan selama seminggu. "Banyak sekali belanjaanmu," ucap Darel yang tiba-tiba saja muncul. "Astaga ... bagaimana bisa kamu ada di sini?" tanya Seina. "Hahaha ... kamu lucu, ini tempat umum siapa pun bisa datang ke sini," jawab Darel seraya menggoda Seina. Mata Seina melihat ke sekeliling, ia sadar saat ini sedang berada di swalayan. Seina mendorong troli belanja, membawanya ke kasir. Darel pun menyulam senyum lalu mengikuti langkah Seina. "Biar aku bantu," ucap Darel menarik belanjaan Seina. Seketika Seina menjadi salah tingkah dibuatnya. Sepanjang perjalanan ke apartemen hanya suara langkah kaki serta hembusan angin yang mengiringi langkah kaki mereka. Baik Seina maupun Darel hanya diam, tidak ada yang memulai pembicaraan. "Ehm, kau kerja di mana?" tanya Darel memulai pembicaraan. "Aku hanya seorang pengangguran," jawab Seina. "Hm ... kamu tidak perlu bekerja, biarkan suamimu saja yang bekerja." "Suami ...? Seina tertawa merasa geli dengan ucapan Darel yang menyebut suami. "Aku belum menikah," jelas Seina. Darel menyeringai, entah apa yang dia pikirkan. Ia kembali berjalan mensejajarkan langkahnya dengan Seina yang berjalan lebih dulu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD