Episode 4: Apa yang harus ku lakukan?

2012 Words
Siapa dia? Apa aku mengenalnya? --- "Maaf ibu mencari siapa?" Tanpa menjawab pertanyaanku wanita itu langsung masuk diikuti 2 orang yang kupikir pastilah pengawalnya. Siapa dia? Apa Gustian memberi kami apartemen yang salah? Aleo yang sejak tadi bermain diruang tamu langsung menghampiriku dengan takut. "Mama siapa nenek itu?" Aleo bertanya padaku yang tentu saja tidak bisa menjawab pertanyaanya. Wanita itu terus menatap Aleo dengan raut wajah tidak percaya. Ada perasaan senang juga marah yang bisa kutangkap dari ekspresinya saat menatap Aleo. Siapa dia? "Maaf tapi ibu ini siapa? Apa kami mengenal ibu?" Beliau hanya diam dan menatapku tajam. Aku jadi takut sendiri karna mendapat perlakuan seperti itu. "Kau siapanya Gustian?" Aku langsung terkejut dan mencoba menghubungkan segala situasinya. Otakku terus berfikir mencari kemungkinan yang paling masuk akal dari pertanyaan wanita itu. Mungkinkah dia ibunya Gustian? Aku jadi gemetar sendiri. Entahlah tiba-tiba aku merasa takut dan langsung memeluk Aleo erat. "Kau siapanya Gustian?" Lagi-lagi dia bertanya dengan raut wajah menyelidik. Belum sempat aku menjawab seseorang langsung menarikku dan Aleo. Gustian, dia berdiri dihadapan kami dengan wajah yang terlihat berkeringat dan nafas ngos-ngosan. Aku yakin dia pasti kembali kesini dengan terburu-buru. "Apa yang mommy lakukan disini?" Gustian bertanya dengan gusar. "Lalu apa yang bisa kau jelaskan dengan ini?" Ibu Gustian menyerahkan sepucuk amplop putih yang aku tak tau apa isinya. Tak ingin memperlihatkan hal buruk pada Aleo, aku segera memintanya masuk ke kamar. Aleo langsung menurut dan segera menutup pintu kamarnya. Setiap pergerakan Aleo tak lepas dari pandangan ibu Gustian yang tak lain adalah neneknya sendiri. Gustian meraih amplop yang diletakan ibunya diatas meja. Setelah mengetahui apa isinya Gustian langsung meremas surat itu dan memandang ibunya dengan marah. "Apa mommy masih menyelidikiku?" "Tentu saja. Kau penerus keluarga kita Tian jadi mommy harus tau apapun hal yang kau lakukan" "Apa harus mengusik segala hal pribadiku?" "Jika perlu. Dan jelaskan kenapa hasil tes DNA anak itu cocok denganmu? Atau kenapa wajah anak itu begitu mirip denganmu?" Gustian menarik rambutnya sendiri dengan frustasi. Aku hanya bisa memperhatikan kekalutan hatinya dengan harap-harap cemas. Ada ketakutan dalam hatiku. Takut ibunya Gustian akan mengambil Aleo dariku. Apalagi jika beliau tau kalau aku bukanlah orang tua kandung Aleo. "Dia anakku. Anakku dan wanita ini" Aku terperangah tak percaya saat Gustian dengan gamblangnya mengatakan kalau Aleo adalah anakku dengannya. "Tapi..." "Diam Nola! Ini tentangku dan mommy kau tidak perlu ikut campur" Bentakan Gustian membuatku terkejut setengah mati. Aku yakin dia sedang mencegahku untuk mengatakan hal yang sebenarnya. "Baguslah jika kau mengakuinya. Aku hanya perlu menyiapkan berkas untuk segera mengambil cucuku" Setelah berkata begitu beliau langsung pergi dengan tersenyum licik. Sama sekali tak memikirkan perasaanku yang hancur lebur karna perkataan beliau barusan. "Tidak. Aku tidak akan menyerahkan Aleo pada siapapun" Kulihat beliau langsung berhenti dan menatapku tajam. "Kau wanita licik. Kau bahkan berani mengandung dan membesarkan anak Gustian. Apa kau tidak malu?" "Tidak bu, Aleo segalanya bagiku. Kumohon jangan ambil dia" "Jangan memohon. Persiapkan saja dirimu untuk berpisah dengannya" Ibu Gustian berlalu pergi meninggalkanku yang langsung terduduk lemah dengan air mata yang sedari tadi tak bisa dibendung lagi. Andai saja, andai aku tak bertemu Gustian, andai hari itu aku tak menghubungi gustian, semuanya pasti tetap akan baik-baik saja. Aku terus menangis dengan Gustian yang hanya menatapku dingin. Tanpa perasaan sama sekali. Aku segera menghapus air mataku dan berjalan kekamar Aleo. Gustian sudah pergi dan berjanji akan menyelesaikanya dengan baik. Satu hal yang membuatku bisa bernafas lega, Gustian berjanji apapun yang terjadi dia tidak akan memisahkanku dan Aleo. Aleo langsung memelukku saat pintu kamarnya ku buka. "Ada apa ma? Siapa nenek tadi?" "Ohh dia mamanya paman Tian sayang. Dia kesini mencari paman Tian. Aleo lapar?" "Iya ma." "Kalau begitu ayo kita cari makan diluar sayang" Aku sengaja mengajak Aleo makan diluar untuk menenangkan pikiranku yang sedang kalut sekaligus mencari angin segar untuk mengurangi sedikit beban dalam hatiku. *** Beberapa hari berlalu. Semua baik-baik saja meskipun aku melaluinya dengan kecemasan yang luar biasa di setiap harinya. Tapi hari itu terulang kembali. Beliau datang lagi, kali ini dengan seseorang yang dia sebut sebagai pengacaranya. Tanpa pikir panjang aku langsung menghubungi Gustian untuk meminta perlindungan. Bersyukur Gustian langsung datang karna memang kantornya berdekatan dengan apatemen kami. Saat itu Aleo sedang tertidur. "Mommy sudah keterlaluan. Sudah kubilang aku akan menyelesaikan masalahku sendiri" "Apa yang bisa kau selesaikan Tian? Kau bahkan menelantarkan anakmu selama bertahun-tahun. Jadi wajar jika saat ini mommy ingin memberikan hidup yang layak padanya" "Mommy bisa melakukanya tanpa harus mengambil Aleo dari Nola mom" "Tidak Tian. Dia cucu mommy, jadi mommy berhak sepenuhnya pada anak itu" Tian terdiam dan menatapku yang sejak tadi terus saja menangis. Ada kegelisahan yang dapat kutangkap dengan jelas dari raut wajah Tian. "Jadi apa kau sudah menyiapkan berkas dan beberapa hal yang kupinta darimu pak Andre?" "Hentikan mommy" "Siapkan saja dan minta Nola untuk segera menanda tangani berkas tersebut" Aku langsung menggeleng dan menatap Tian meminta pertolongan. "Tidak ada yang boleh memisahkan Aleo dan ibunya mom, termasuk mommy" Nada bicara Gustian yang sedikit keras dan penuh penekanan mau tidak mau membuat ibunya terdiam dengan mata berkaca-kaca "Kau berani membentak mommy?" "Aku hanya membela anakku mom. Aku tidak ingin anakku hidup terpisah dari ibunya hanya karna keegoisan mommy" "Egois? Kau bilang mommy egois? Kalau begitu nikahi dia dan bertanggung jawablah untuk hidup mereka jika memang kau bukan pria egois" Kali ini Gustian yang terdiam. Aku tau ibunya benar, tapi aku bukan orang tua Aleo jadi Gustian hanya perlu bertanggung jawab untuk Aleo saja tidak denganku. Kupikir ini saatnya aku bicara. Aku tidak ingin membuat masalah ini semakin rumit dan semakin menyulitkan bagi Gustian. "Sepertinya ibu salah paham" "Diam Nola. Kau tidak usah ikut campur" "Tapi..." "Diam dan jangan katakan apa-apa" Aku langsung kehilangan nyaliku untuk berbicara saat Gustian membentakku dengan kasar. "Apa mommy sengaja memberikan pilihan yang sudah sejak awal tidak mungkin kujalani?" "Mommy hanya mengingatkanmu tentang keegoisan yang baru saja kau katakan Tian" "Mommy kan tau aku punya pacar mom" "Lalu salah siapa kau punya anak diluar nikah? Mommy tidak ingin berdebat denganmu. Secepatnya mommy akan mengambil alih hak asuh Aleo" Ibu Gustian segera pergi dengan pengacaranya. Sedangkan aku, aku langsung terduduk dan menangis. Beruntung Aleo masih tidur dan tidak mendengar percakapan kami barusan. "Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Aku tau aku tidak berhak atas Aleo, tapi jika berpisah sekarang rasanya aku belum siap" Aku terus menangis sesugukan membayangkan jika memang aku harus berpisah dengan Aleo. "Diamlah Nola. Akan kucari cara agar mommy membatalkan keinginanya. Lagipula mommy pasti hanya menggertakmu. Dia tidak mungkin sampai membawa semua ini ke pengadilan dan mempermalukan anaknya sendiri" "Kuharap kau benar Tian. Setidaknya beri aku waktu. beri aku waktu sampai aku merasa siap melepaskan Aleo pada kalian" "Kau tidak akan berpisah dengan Aleo sebelum Aleo terbiasa dengan lingkungan barunya Nola. Setidaknya hanya hal itu yang bisa kujanjikan padamu. Aku tidak bisa menjanjikanmu akan terus bersama dengan Aleo. Karna cepat atau lambat saat mommy sudah menyelidiki semuanya dia pasti akan tau kalau Aleo bukanlah anakmu" "Begitupun tidak apa-apa. Setidaknya aku masih punya waktu untuk mempersiapkan diri berpisah dengannya" Aku terus memangis. Tapi kali ini walaupun menangis ada sedikit kelegaan direlung hatiku. Setidaknya meskipun nantinya aku dan Aleo harus berpisah, paling tidak aku tau Aleo ada pada orang yang seharusnya dan berada dalam lingkungan yang menyayanginya. Dan aku yakin jika aku sudah mempersiapkan hatiku, aku tidak akan sangat kehilangan dan terluka. *** "Jika kau bersikeras ingin membawa dia kerumah ini, maka nikahi dia. Jika tidak apapun caranya mommy akan membawa Aleo tanpa wanita itu" "Mommy tolong mengerti posisiku" "Itu karna mommy mengerti dengan posisimu makanya mommy menginginkan kau menikahinya. Bagaimana anak itu akan memanggilmu ayah jika kau tidak menikah dengan perempuan itu? Atau kau bisa menikah dengan perempuan lain agar kita bisa lebih mudah mendapatkan hak asuh Aleo, itu terserah padamu." "Jika kita hanya mengambil Aleo saja, mommy bisa beralasan kalau dia mommy adopsi dari panti asuhan karna dia mirip denganmu. Dengan begitu semuanya akan beres tidak perlu repot-repot membawa perempuan itu kerumah ini" "Dengarkan mommy Tian, jika kau membawa wanita itu kerumah ini maka kau hanya akan membawa bencana bagi kehidupanmu. Apa susahnya jika kita ambil saja anak itu. Mommy yakin dia akan terbiasa bersama kita dan melupakan ibu kandungnya" "Mom apa tidak sebaiknya kita biarkan saja Nola hidup bersama Aleo? Kita hanya perlu menjamin hidup mereka mom" "Tidak. Didalam darah anak itu mengalir darahmu Tian, apapun yang terjadi mommy tetap akan mengambil anak itu dengan atau tanpa persetujuanmu dan perempuan itu" Gustian menutup mukanya dengan frustasi. Disatu sisi mommy nya berkata benar, tapi disisi lain dia juga sudah berjanji pada Nola untuk tidak memisahkan mereka secara paksa. Dia tidak ingin Aleo yang masih kecil itu dipisahkan dari orang yang dia percaya adalah ibunya. "Beri aku waktu mom, setidaknya aku harus berfikir puluhan kali untuk mengambil keputusan penting itu. Dan ku mohon selama aku berpikir, jangan coba-coba untuk mengambil Aleo dari Nola" "Baiklah. Mommy tunggu keputusanmu sampai minggu depan. Tapi ingat jangan coba-coba untuk menyembunyikan mereka dari mommy" Gustian langsung menghela nafas lega. Dia masih punya cukup waktu untuk berpikir dan mengambil langkah terbaik bagi Aleo dan Nola. *** Pasca kedatangan ibu Gustian ke apartemen kami, setiap hari kuhabiskan waktu lebih banyak bersama Aleo. Aku bahkan berhenti dari restauran Karin demi sepenuhnya menjaga Aleo. Tentu saja Karin keberatan dan memaksaku tetap tinggal. Tapi aku sudah tidak peduli pada apapun. Saat ini tak ada yang lebih penting dan berharga bagiku kecuali kebersamaanku dengan putraku Aleo. Setelah seminggu berlalu, Malam itu Gustian datang menemui kami dengan keadaan yang sedikit menyedihkan. Mukanya kusut dan dia terlihat kurang tidur. Ada apa denganya? Apa dia tidak bisa membujuk ibunya? "Kita akan menikah" Satu kalimat yang keluar dari mulut Gustian mampu membuatku kehilangan kata-kata dan menganga tidak percaya. "Setidaknya sampai Aleo terbiasa dirumahku dan siap berpisah denganmu" "Tidak, aku tidak bisa" Aku menolak dengan tegas keputusan Gustian. "Keputusan ada ditanganmu Nola. Aleo diambil secara paksa atau menikah denganku demi Aleo?" "Apa tidak ada cara lain? Apa hanya menikah satu-satunya cara?" "Tidak ada. Hanya dengan menikah kau bisa berada disisih Aleo. Dan pernikahan kita tidak akan diketahui oleh siapapun. Berkas pernikahan hanya akan digunakan sebagai bukti jika kebetulan masalah pribadiku terbuka ke halayak ramai." "Jadi maksudmu kita hanya pura-pura sebagai suami istri?" "Kita benar-benar menikah secara hukum dan agama. Tapi selebihnya kita hanyalah orang asing. Pikirkanlah baik-baik, hanya ini kesempatan yang bisa kuberikan padamu." Aku terdiam cukup lama mencoba memikirkan apa yang sebaiknya kulakukan demi Aleo. Ya meskipun berat hati untuk menyarahkan Aleo pada mereka, tapi aku lebih takut jika Aleo tidak terbiasa dengan keluarga barunya. Lebih menyedihkan lagi jika dia diambil secara paksa maka kondisi psikisnya pasti akan terganggu. "Beri aku waktu Tian" "Jangan terlalu lama berpikir Nola. Aku bahkan mengorbankan kehidupan pribadiku demi anak itu" "Jangan membuat pernyataan seolah kaulah yang paling menyedihkan disini. Kalau kau tidak mau bertanggung jawab maka jangan lakukan" "Aku tidak ingin berdebat Nola. Aku akan memberimu waktu dua hari, jika dalam dua hari kau belum mengambil keputusan maka jangan salahkan aku jika mommy mengambil Aleo secara paksa darimu" "Aku akan memikirkanya" "Baguslah, jaga Aleo baik-baik" Gustian berlalu pergi. Sebelum itu dia masuk ke kamar Aleo. Sepertinya dia sedang berpamitan pada Aleo yang sudah terlelap sejak tadi. *** Apa yang sebaiknya kulakukan? Jika menikah dengan Tian, lalu bagaimana kehidupanku nantinya? Sampai kapan aku harus bersama mereka? Bisakah Aleo hidup tanpa aku? Berapa lama waktu yang Aleo butuhkan agar bisa menyesuaikan diri di lingkungan barunya? Puluhan pertanyaan seperti benang kusut yang terus berputar dikepalaku. Alhasil mataku yang mengantuk sama sekali tak bisa terpejam meskipun batinku merasa lelah. Andai saja, andai waktu itu aku tidak menghubungi Tian. Kehidupan Tian yang rumit entah bagaimana telah menarikku dan Aleo ke dalam permasalahanya. Andai aku tau ayah Aleo adalah orang sekaya dan seterkenal itu sampai matipun aku tidak akan mempertemukan mereka. Aku tau aku egois tapi demi menjaga Aleo apapun bisa kulakukan. Apa sebaiknya kami melarikan diri saja? Yaa benar, aku akan mengajak Aleo pergi. Setidaknya jika kami pergi tak seorangpun yang akan merasa dirugikan. Segera ku siapkan pakaian seadanya dan beberapa keperluan penting. Besok pagi-pagi sekali akan kutinggalkan Jakarta, akan kubawa Aleo kemanapun agar mereka tidak menemukan kami. to be continue...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD