Episode 3: Pencuri

1961 Words
Episode 3 Pencuri Pertemuanku dengan ayah Aleo beberapa hari lalu menyisakan perasaan marah dan kecewa diwaktu yang bersamaan. Tapi aku tak ingin terpengaruh pada apapun, aku juga harus kembali fokus pada pekerjaanku di restoran Karin dan fokus juga mencari pekerjaan yang lebih layak. Setelah mulai kembali bekerja, aku juga menyibukan diri mencari pekerjaan tetap. Tidak mungkin selamanya aku bertahan mencukupi kebutuhanku dan Aleo hanya dengan menjadi pelayan di restauran Karin. Apa lagi tahun depan Aleo sudah harus sekolah. Sebenarnya ada keinginan dihatiku untuk mencoba memasukan lamaran pekerjaan di kantor Aryo mantan pacarku dulu. Siapa tau dia masih punya sedikit hati untuk mempekerjakanku. Tapi rasanya malu juga jika harus bertemu denganya lagi. Jadi kubuang jauh-jauh pikiran konyolku itu. Aleo sudah tertidur saat aku mengambilnya dari rumah bik Sumi. Hari ini dia kutinggal cukup lama. Rasanya kasihan juga karna setiap hari Aleo harus menghabiskan waktu bersama orang lain. Beruntung bik Sumi hanya tinggal bersama suaminya karna anak-anaknya sudah menikah semua. Jadi beliau dengan senang hati menjaga Aleo yang terpaksa setiap hari harus kutinggal. Selesai mandi dan makan malam, aku memutuskan untuk segera tidur menyusul Aleo yang sudah tidur sejak tadi. Tidak butuh waktu lama untuk terlelap karna memang tubuhku sangat lelah dan membutuhkan istirahat segera. Aku tersentak dan langsung terbangun saat sayup-sayup ku dengar suara bisik-bisik diluar kamarku. Siapa? Kuperhatikan pintu kamar yang sebelum tidur tadi sempat kukunci Untunglah aku sudah menguncinya, setidaknya jika mereka adalah pencuri aku dan Aleo cukup aman berada dikamar. Dengan tanpa suara kudekati dinding kamar dan mencoba mempertajam pendengaranku. Masih terdengar suara dua orang atau lebih yang sedang berbisik-bisik dan suara benda-benda yang diseret. Jantungku tiba-tiba berdegub tidak karuan. Tanganku gemetar. Pencuri, ada pencuri dirumah kami. Tak kehilangan akal segera kuraih ponselku dan secepatnya menghubungi tetangga terdekat. Bik Sumi dan suaminya adalah orang pertama yang kuhubungi. Tak ada jawaban meskipun puluhan kali sudah aku menghubungi mereka. Pemilik kontrakan sama saja. Tak ada yang menjawab, mungkin karna ini masih jam 2 dini hari. Dengan gemetar kuhubungi nomor Gustian. Ajaibnya hanya dengan sekali dering orang itu langsung mengangkat telponya. Segera kuputuskan sambungan telponku dan mengatur ponsel dalam mode diam. Ku tulis chat singkat pada Gustian kalau rumah kami kemasukan pencuri. Aku bersukur karna langsung di read tanda bahwa sang empunya ponsel sudah membaca pesan dariku. Setengah jam berlalu. Suara-suara itu masih terdengar. Sesekali mereka mencoba membuka kamarku. Tapi temannya melarang dan mengatakan bahwa tidak mungkin ada barang berharga dirumahku selain mobil-mobilan Aleo. Aku masih duduk meringkuk disudut kamar dengan perasaan was-was dan tubuh gemetar tak tau harus berbuat apa. Aku baru bisa bernafas lega saat mendengar suara ramai disekitar kontrakanku dan kegaduhan yang ditimbulkan oleh beberapa orang pencuri yang mencoba untuk melarikan diri. Dengan gemetar kubuka pintu kamar saat mendengar Gustian menyebut nama Aleo beberapa kali. Gustian langsung menghambur masuk dan menghampiri Aleo yang masih tertidur nyenyak dengan earphone melekat di telinganya. Aku sengaja memperdengarkan ayat-ayat alquran pada Aleo agar Aleo tidak terjaga dan ikut ketakutan sepertiku. Setelah memastikan Aleo baik-baik saja Gustian langsung menghampiriku. Aku masih gemetar dan tak bisa berkata-kata. Ingin rasanya menenggelamkan diri dalam pelukan Gustian dan mencari ketenangan disana, tapi siapalah aku ini. Dan saat kudengar beberapa kali bik Sumi memanggil namaku barulah kelegaan sepenuhnya memenuhi hatiku. Segera kupeluk perempuan tua itu dan menangis terisak-isak melepaskan semua ketakutan yang sejak tadi masih menyisakan getaran-getaran halus ditubuhku. Jujur, aku takut sekali. "Tenang nak, kami semua sudah disini" Bik Sumi semakin erat memeluk tubuhku, memberikan ketenangan yang sejak tadi sedang kucari. "Maafkan kami yang sama sekali tak terjaga walaupun sudah puluhan kali kau mencoba menghubungi kami" "Kami juga minta maaf Nola. Ponsel suami saya tertinggal didepan TV jadi kami tidak menyadari kalau kau sedang dalam bahaya" Istri pak Eko yang sekaligus adalah pemilik kontrakan juga ikut menenangkanku yang masih terisak. Lama aku menangis. Tak mengatakan apa-apa, tak melakukan apa-apa, hanya menyandarkan diri dalam pelukan bik Sumi. Sudah jam 4 pagi saat bik Sumi dan tetangga lainnya pamit pulang. Sedangkan pencuri yang berhasil ditangkap sudah diamankan dipos jaga menunggu kedatangan polisi. Kini hanya sunyi, menyisakan aku dan Gustian yang terdiam dalam kecanggungan. "Maafkan aku yang harus mengganggu waktu tidurmu. Terima kasih karna sudah menolong kami. Pulanglah, kau mungkin lelah dan butuh istirahat kembali" Gustian diam saja dan malah berjalan menuju kamar dimana Aleo tertidur. "Aku akan menemani kalian sampai hari benar-benar sudah terang. Setelah itu kemasi semua barang kalian. hari ini akan kucarikan rumah yang setidaknya bebas dari pencuri" "Tidak perlu. Semua ini terjadi karna mereka ingin mencuri mobil-mobilan Aleo yang harganya jutaan itu. Sebelum ini kami tidak punya satupun barang berharga jadi tak ada yang berniat mencuri dirumah kami." Aku menjelaskan semuanya pada Gustian Setidaknya aku tidak ingin merepotkan Gustian dengan masalah kami. "Aku tidak melakukan semuanya untukmu Nola. Aku hanya ingin menjamin keselamatan Aleo. Jika terjadi apa-apa pada Aleo apa kau mau bertanggung jawab?" "Berhenti bicara soal tanggung jawab Gustian. Telingaku rasanya panas saat mendengar kata tanggung jawab keluar dari mulut laki-laki sepertimu." Gustian langsung diam mendengar nada bicaraku yang sarat akan sindiran. "Besok akan kujemput kalian setelah kusiapkan tempat untuk kalian tinggali. Aku tak ingin berdebat denganmu dan tolong biarkan aku dan Aleo tidur sebentar saja." Gustian langsung merebahkan diri disisi Aleo yang mau tidak mau membuatku langsung keluar dari kamar dan meninggalkan mereka berdua. Tapi tak lama kemudian aku kembali masuk untuk mengambil bantal dan selimutku. Kulihat Gustian sedang melepaskan earphone dari telinga Aleo. Kembali kutinggalkan mereka berdua dan beranjak tidur diruang tamu. *** "Mama" Aku langsung terbangun dari tidurku dan berlari menuju kamar saat mendengar teriakan Aleo. "Ada apa sayang?" Aleo hampir menangis. Mungkin dia terkejut dengan sosok lelaki yang tidur sambil memeluknya itu. Kuletakan telunjukku diatas bibir sebagai pertanda bahwa dia tidak boleh bersuara. Aleo mengangguk dan segera kuhampiri dia. Kuraih Aleo dengan perlahan dan kuajak dia keluar kamar meninggalkan Gustian yang masih tertidur dengan nyenyak. "Kapan paman itu datang ma? kok Aleo tidak tau? Apa dia beli mainan lagi?" "Namanya paman Gustian, atau kau bisa panggil dia paman tian sayang" "Iya ma. Tapi kenapa paman Tian tidur dirumah kita? Apa dia tidak punya rumah?" Anak ini memang sedikit banyak tanya dan tentu saja selalu sukses membuatku kelabakan menjawab semua pertanyaanya. "Tentu saja dia punya rumah. Paman Tian datang karna semalam mama punya sedikit masalah dan dia yang menolong mama. Karna hari sudah terlalu malam, makanya dia menginap disini sayang" Sepertinya Aleo sudah mengerti dan tidak bertanya lebih jauh lagi padaku. Masih gelap. Tapi kantukku benar-benar sudah hilang sekarang. Aleo sudah mulai tertidur lagi setelah tadi sempat terbangun gara-gara Gustian. Aku yang tak bisa tidur langsung membersihkan rumah dan mengingat-ingat kalau-kalau ada sesuatu yang sempat dicuri oleh pencuri semalam. Tak ada barang yang hilang. Mereka benar-benar hanya menginginkan mobil-mobilan Aleo. Tapi karna kesulitan membawanya mereka akhirnya tertangkap. Aku memasak sedikit sarapan setelah melihat hari yang mulai terang. Setelah semuanya beres, kulirik jam dinding yang sudah menunjukan pukul setengah 7 pagi. Aleo sudah bangun dari tadi dan segera kuajak mandi. Pintu kamar masih tertutup. Apa sebaiknya kubangunkan saja dia atau tetap membiarkanya tertidur lebih lama? "Sayang sini" Aleo langsung mendekat kearahku. "Ada apa ma?" "Coba Aleo masuk ke kamar dan lihat apa paman sudah bangun atau belum" Aleo langsung masuk ke kamar dan tak lama kemudian kembali lagi. "Masih tidur ma, apa perlu Aleo bangunkan?" "Tidak usah sayang biarkan paman tidur lebih lama. Sepertinya paman Tian lelah sekali" Aleo mengangguk mengerti dan melanjutkan bermain kembali. 1 jam, 2 jam, 3 jam Gustian tak kunjung bangun. Akupun terpaksa mengurungkan niatku yang semula ingin kembali mencari lowongan pekerjaan. Segera kutelpon Karin dan meminta izin padanya untuk tidak hadir hari ini. Aku juga mengatakan hal yang sebenarnya pada Karin alasan kenapa aku tidak bisa datang, tapi tentu saja tanpa nama Gustian. "Tapi kalian baik-baik saja kan La?" "Iya Rin, hanya masih sedikit syok saja" "Ya sudah kau tidak perlu bekerja. Temani saja Aleo dan tenangkan dirimu. Nanti sore kalau ada waktu aku akan datang menemuimu" "Makasih ya Rin atas pengertianmu" Aku mengakhiri sambungan telpon setelah mendapat izin dari Karin. Hari ini banyak hal yang kulewatkan begitu saja hanya karna lelaki yang sedang tidur dikamar kami itu. Sekarang sudah jam 11 siang dan dia sama sekali belum menunjukan tanda-tanda akan segera bangun. Jam 1 siang saat kulihat pintu kamar terbuka. Aleo sedang bermain dirumah bik Sumi saat Gustian keluar dari kamar dengan muka khas baru bangun tidur. "Dimana kamar mandinya?" Aku menunjuk ke satu arah dan Gustian langsung menuju kesana. Setelah selesai dari kamar mandi Gustian kembali masuk kedalam kamar. Apa dia mau tidur lagi? "Hei hei apa kau mau tidur lagi? Ini sudah jam 1 Tian. Sebaiknya kau pulang dan lanjutkan tidur dirumahmu sendiri" Aku langsung menyusul Gustian masuk kedalam kamar. Gustian ternyata benar-benar kembali merebahkan dirinya di tempat tidur sambil memainkan ponselnya. "Tolong carikan apartement untukku kalau bisa yang dekat dengan kantor" Gustian langsung menutup telponya dan memandang kearahku. "Bangunkan aku satu jam lagi" Gustian langsung rebahan lagi sambil memeluk guling. "Tidak bisakah kau melanjutkan tidurmu dirumahmu sendiri?" "Jangan bersikap seperti itu pada orang yang sudah menolongmu Nola" Aku terperangah tak percaya. Tapi pada akhirnya aku mengalah dan berbalik meninggalkan Gustian yang sudah kembali terlelap. *** Kubiarkan Gustian menghabiskan waktunya untuk tertidur. Tak kupedulikan perintah Gustian yang menyuruhku membangunkanya satu jam lagi. Memangnya aku pesuruhnya. "Ma apa tidak apa-apa kalau paman Tian cuma tidur seharian penuh?" "Biarkan saja sayang. Semalam paman Tian bekerja lembur karna membantu mama dan baru bisa tidur jam 5 pagi tadi." "Kerja apa sih ma?" "Pokoknya nolongin mama sayang. Sudah sana kamu bangunin paman Tian" Ku ikuti Aleo yang sudah lebih dulu kekamar untuk membangunkan Gustian. Mataku berkaca-kaca melihat Aleo yang beberapa kali memanggil ayahnya sendiri dengan sebutan paman Tian. Gustian membuka matanya dengan malas tapi langsung memasang senyum manis saat melihat Aleo tengah duduk disampingnya. "Paman sudah bangun? Sekarang sudah jam 4 sore. Apa paman tidak lapar?" Gustian tampak terkejut saat mengetahui kalau sekarang sudah sore. Aku langsung mengalihkan pandanganku saat Gustian menatapku dengan tatapan dinginnya. "Wah kalau begitu paman harus segera pulang sayang" Gustian mengelus kepala Aleo dan memberi kecupan singkat disana. Setelah mencuci muka dan menyadarkan diri dengan secangkir kopi, Gustian pamit pergi. Sebelum benar-benar pergi Gustian kembali mengingatkanku untuk mempersiapkan kepindahan kami secepat mungkin karna dia sudah menemukan tempat tinggal yang baru untuk kami. Aku hanya mengangguk dan tak ingin berdebat denganya. Lagipula benar kata Gustian semua ini juga demi Aleo. *** Rumah Baru Aleo sangat senang saat tiba dirumah baru yang sudah Gustian siapkan. Apalagi saat Gustian menunjukan kamarnya pada Aleo. Jujur aku tidak terlalu terkejut dengan kemewahan tempat yang disediakan Gustian untuk kami mengingat bahwa Gustian adalah orang kaya yang bisa melakukan apa saja. "Tinggalah disini dengan nyaman jika kau memang menyayangi Aleo" "Tidak perlu kau ingatkan, aku juga sudah menganggap ini adalah tanggung jawabmu sebagai orang tuanya. Jadi kami tak akan merasa sungkan terhadap apapun yang kau berikan pada kami. Kecuali uang itu, aku hanya akan memakainya jika aku benar-benar tidak bisa memberi makan lagi pada Aleo" "Baguslah. Mungkin setelah ini akan sulit bagiku menemui Aleo, jadi jaga dia baik-baik" Gustian berpamitan pada Aleo dengan wajah yang begitu hangat. Tapi saat mengatakan kata selamat tinggal padaku dia hanya menatapku dengan datar dan dingin. Aku jadi ragu, apa yang begitu disukai kak Hilda dari Gustian sampai-sampai kak Hilda menyerahkan hidupnya pada laki-laki itu? Setelah Gustian pergi aku segera menata beberapa pakaian Aleo dan pakaianku sendiri yang sengaja ku bawa dari kontaranku yang lama. Ya walaupun sebenarnya Gustian sudah melarangku karna dia sudah menyiapkan pakaian yang sangat banyak di lemari Aleo. Kegiatanku terhenti saat mendengar suara bel apartemen berbunyi beberapa kali. Apa Gustian kembali lagi? Aku yang penasaran segera membuka pintu. Keningku sedikit berkerut saat melihat seorang ibu-ibu yang kutaksir berusia sekitar 50 tahunan berdiri dengan angkuh didepan pintu apartemen yang baru beberapa saat lalu kami tempati. Siapa dia? Apa aku mengenalnya? to be continue. . . 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD