Tuntutan Ayah dan Ibu

1223 Words
"Arien ... Ibu tidak salah lihat kan, Rien? I-ini??" Wanita paruh baya pemilik nama Kavita itu masih memegang benda pipih putih yang dijatuhkan Ariena dengan tangan bergetar. Tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dengan d**a bergemuruh, ia menatap kecewa sang putri kesayangannya. "Kamu mengecewakan Ibu, Arien. Ibu sangat kecewa," tekannya sembari memutar torso untuk meninggalkan Ariena. Netranya yang sarat kekecewaan itu mulai berkaca-kaca. Sesak. Ariena tidak jauh berbeda sekarang. Hatinya mencelos mengetahui respon sang ibu. Ia mengerti sekecewa apa ibunya sekarang saat anak yang diharapkan bisa menjadi kebanggaan dengan terus mengutamakan norma-norma yang telah diajarkannya, malah berlaku semengecewakan ini. Ia buru-buru bersimpuh di depan ibunya, menahan kepergian. Dengan pundak yang mulai bergetar dalam tangisan yang sudah tak mampu ditahan, Ariena pun meluapkan semua isi hatinya. Menggaungkan semua kebenaran yang disembunyikan selama tiga minggu terakhir ini dalam derai tangis sesak yang terus mengucur tanpa jeda. "ibu, maafkan Arien. Maaf karena mengecewakan Ibu. Semua ini terjadi bukan karena kemauan Aeien, Bu. Arien sama hancurnya saat terbangun di pagi itu mendapati tubuh Arien yang kotor. Arien sama hancurnya saat tahu lelaki yang Arien percaya dengan seluruh hati yang Arien punya, malah melakukan semua itu kepada Arien. Dunia Arien sudah runtuh sejak tiga minggu yang lalu, Bu. Tidak ada lagi yang tersisa. Arien sudah masuk dalam jebakannya. Ariena memang bodoh, Bu." Ariena terus berucap parau diiringi tangisan yang begitu menyayat luka yang membujur di dalam hatinya. "A-apa?" Sang ibu dengan lutut yang mulai melemas, sekarang mundur perlahan, hingga berakhir terduduk di tepi tempat tidur putrinya. Kalimat yang keluar dari birai Ariena benar-benar menyesakkan hati yang memang sudah tidak berbentuk akibat luka yang baru saja digoreskan. "Ariena dijeb—" "Kavita, Arien ... ada apa ini? Kalian kenapa ...?" Presensi dari sosok pendatang baru di dalam kamarnya itu, membuat Ariena semakin kacau dengan detak jantung yang terus memacu cepat di setiap detiknya. "A-ayah ..." ucapnya, masih sama parau. Pria paruh baya pemilik nama Aiden itu menatap penuh tanda tanya dan mulai mendekat ke arah istri dan anaknya. Ia memicing begitu menangkap sebuah benda kecil di tangan sang istri dan sukses terbelalak karenanya. "I-ini ...? Ini punyamu, Nak?" Aiden terpaku. Ia kini beralih menatap sang putri penuh tuntutan. "A-Arien minta maaf Ayah. Arien minta maaf karena sudah mengecewakan kalian," timpal Ariena sesenggukan. "K-kamu benar-benar hamil, Nak?" tanya Aiden kepada sang putri dengan gemuruh memenuhi dadanya. Ia masih tidak percaya menatap benda pipih yang kini telah diambil dari tangan istrinya. Ariena mengangguk lemah. Ia masih setia berlutuut di atas lantai marmer putih kamarnya. Menatap sang ibu yang sudah memalingkan wajah, ia pun semakin larut dalam rada bersalah yang mencengkeram kuat hatinya. Aiden menghela napas berat. Semua kebenaran yang baru diketahuinya itu, menyisakan rasa sakit teramat dalam. Sang putri semata wayang sungguh telah mengecewakannya. Namun, bagaimana sebuah kalimat keluar pelan dari birai anaknya itu mengeoalkan tangan kuat. "Arien dijebak Ayah, Ibu. Malam itu Arien dijebak. Dia memasukkan sesuatu ke minumam Arien hingga Arien lupa segalanya, dan ketika terbangun saat pagi dengan ..." Ariena menutup mulutnya. Tidak sanggup lagi meneruskan ucapan. Hatinya sakit sekali mengingat kejadian yang membuat dunianya hancur. Ariena bergerak perlahan hingga tepat berada di depan sang ibu. Ia meremas tangan ibunya kuat. Seakan mengatakan kalau ia butuh pemaafan sekarang. Netra kecoklatan yang beralih menatap pilu sang ayah yang kini ikut duduk di sebelah ibunya. "Siapa pelakunya?!" tanya Aiden Wiraguna dengan suara yag mulai naik satu oktaf. Ariena tidak mampu menjawab. Untuk menyebut nama lelaki sialan 'Radit Aldynata' itu begitu sulit. Lidahnya kelu untuk sekedar berucap. Ia semakin ketakutan melihat sang ayah yang sudah memejamkan netra dengan rahang yang sudah mengeras. "KATAKAN SIAPA LAKI-LAKI BERENGSEK ITU, ARIEN?!" teriak Aiden dengan suara bariton yang menggelegar memenuhi seisi kamar. Ariena jelas tercekat. Belum pernah sekali pun melihat kemarahan sang ayah. Ia bergetar dalam ketakutan hebat. "Di-dia ..." Lagi, Ariena semakin kelu untuk sekedar membuka tabir kebenaran soal Radit. "ARIEN, JAWAB! Jangan membuat ayah kepalang marah seperti ini. Cepat jawab!!" "Di-dia ... kak Radit, Ayah. Lelaki itu yang sudah merusak masa depan Arien," terangnya kemudian seraya menunduk dalam. "KURANG AJAR! ANAK ITU ... dari awal Ayah sudah meragukan anak itu, Arien. Dia terlihat tidak tulus. Saat kamu meminta izin malam itu untuk pergi dengannya, Ayah memang memiliki perasaan tidak tenang, Arien. Lelaki itu begitu misterius. Setiap ucapan dan tatapannya memang membuat kita meragukannya. Namun, hati Ayah tidak bisa berbohong. Ayah merasakan sesuatu yang berbeda saat melihatnya." Aiden bertutur dalam amarah yang meluap namun dicoba untuk ditahannya. "Sekarang kita harus bagaimana, Yah? Putri kita sudah dihancurkan sedemikian rupa. Ibu tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya setelah ini. Ibu tidak sanggup melihat Arien menanggung semuanya," timpal Kavita setelah terdiam sekian lama. Selusurnya bergerak meremas tangan sang putri yang kini menunduk dalam. Ia menarik Ariena untuk segera bangkit dari lantai dingin tersebut. Membawa sang putri tercinta untuk duduk di tengah-tengah. Antara ia dan suaminya. "Siapa bilang Ariena akan menanggung semuanya sendirian, Bu. Tidak. Tidak akan! Ayah akan membuat lelaki itu mempertanggungjawabkan semua perbuatan kurang ajarnya kepada putri kita. Ayah tidak akan mengampuni lelaki b***t itu. Dia harus membayar semuanya. Dia tidak bisa lari dari tanggung jawab. Benar-benar kurang ajar. Bahkan beberapa minggu ini dia menghilang. Berikan alamatnya, Arien. Ayah akan mendatangi dan menuntut semua perbuatan terkutuknya sampai membuat putri Ayah sehancur ini. Ayah tidak akan berhenti mencarinya. Meskipun dia berlari jauh. Sampai ke ujung dunia pun akan Ayah kejar. Sekarang berikan alamatnya, Nak." "Tidak, Ayah. Tidak. Arien tidak mau melihat dia lagi. Arien tidak mau, Ayah, Ibu." Ariena menguar tatapan menyedihkan sekarang. Kelewat menyedihkan sampai menyebut nama lelaki itu saja dia merasa jijik. Muak sekali. "Tapi dia memang harus bertanggung jawab, Nak. Benar kata Ayahmu barusan. Dia tidak bisa dibiarkan lari dari tanggung jawabnya," tegas Kavita. "Arien benci dia, Bu. Arien muak jika harus melihatnya lagi," tambah Ariena dengan wajah sarat akan emosi yang terpendar. "Tidak. Ayah tidak akan membiarkan putri Ayah melewati semua ini sendirian. Dia harus menikahimu. Suka atau tidak suka, dia harus bertanggung jawab. Apa kamu mau nantinya anakmu tidak memiliki seorang ayah, Nak? Hidup itu berat, Arien. Ke depannya akan banyak badai yang akan kamu lewati. Belum lagi bullying yang akan kamu dan anakmu terima nantinya, Arien. Jika lelaki itu menikahimu, maka semuanya akan baik-baik saja. Anakmu akan merasakan kasih sayang seorang ayah, dan tidak akan ada yang mengataimu, Nak. Pikirkan itu. Pikirkan efek jangka panjangnya." "Tetapi Arien sudah tidak mau punya hubungan dengan dia lagi, Yah. Arien bisa bertanggung jawab untuk menghidupi anak Arien sendiri. Ayah dan Ibu harus percaya pada Arien," ucapnya penuh keyakinan, hingga membuat sang ayah menghela napas berat. Ariena memejamkan netranya beberapa sekon. Semua semakin berat untuk dijalani. Ia merasa sudah kehilangan semua mimpi-mimpinya. "Jangan egois, Nak. Pikirkan juga bagaimana psikis anakmu nanti jika ia terlahir tanpa seorang ayah. Ingat, Nak. Dunia ini sangat kejam. Ayah sangat takut membayangkan keadaan kamu ke depannya." "Iya, Ayah benar. Ibu sangat setuju dengan Ayahmu, Nak. Kamu tidak boleh egois untuk membiarkan anakmu hidup tanpa kasih sayang seorang ayah. Sekarang Radit belum tahu apa pun, kan? Siapa tahu dia akan bertanggung jawab setelah mengetahui kehamilanmu sekarang. Meskipun jujur saja, Ibu tidak suka pemuda itu masuk ke keluarga kita. Hanya saja, ini semua akan menjadi jalan keluar satu-satunya, Arien." "Ayah akan mencarinya setelah ini. Di mana pun dia berada dan siapa pun dia, Ayah tidak peduli. Yang Ayah pedulikan adalah putri ayah dan janin yang tidak berdosa ini." *** To be continued ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD