9~ Satu Kamar Lagi

1026 Words
"Nih!" Mita ini menyodorkan kain tebal pada suaminya. Wira tidak lantas menerima. "Apa itu?" tanyanya sambil menatap. "Ini selimut, Ra. Kamu pikir kue?" "Mirip sih bentuknya cuma ini lebih besar." "Gak lucu tau!" Mita meletakkan selimut itu di samping suami yang sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel kemudian berlalu. Wira meletakkan gawai pintarnya di atas meja sofa lalu menyusul istri dan duduk di tepi ranjang. "Kamu ngapain ngikutin aku?" Mita menatap curiga. "Ya tidur lah. Kamu pikit aku mau apa?" Wira menyahuti sambil menaikkan kakinya ke atas ranjang dan bersiap untuk berbaring. "Eh! Tunggu!" "Kenapa?" Wira yang sudah hendak berbaring, urung dan menata istri. "Kenapa kamu tidur di sini?" "Lalu? Aku harus tidur di mana, Ta? Di kamar lain?'' "'Kan bisa di sofa. Aku udah kasih selimut buat kamu." "Aku gak mau tidur di sofa," tolak Wira. Mita menatap keki. "Kamu sengaja, ya, bales aku waktu di kamar kamu?" tudingnya. "Enggak juga. Tapi sama seperti kamu, aku juga gak suka tidur di sofa." Wira berbaring sambil menarik selimut. "Tidurlah." Mita mengerucutkan bibir sambil duduk di tepi ranjang. Menatap sebal pada suami. "Aku gak mau tidur sama kamu," rengeknya. Mita memekik karena terkejut saat tiba-tiba saja Wira menarik tangannya hingga ia berbaring di samping pria itu. "Jangan banyak drama. Kalau ngantuk, ya tidur aja," ujar Wira kemudian memejamkan mata setelah melepaskan tangan istri. Tidur terlentang dengan kedua tangan terlipat di depannya dadda. Mita terdiam tetapi beberapa saat kemudian ia turun untuk mengambil selimut yang tadi ia ambil dari lemari dan diperuntukkan bagi suami tetapi ditolak mentah-mentah. Menghela napas panjang sembari kembali naik ke atas ranjang. Meski tidur di satu tempat yang sama setidaknya mereka tidur dengan memakai selimut yang berbeda. Mita tidur dengan posisi membelakangi suami dan mencoba memejamkan mata. Tetapi beberapa menit kemudian, ia kembali membuka mata karena tidak bisa tidur. Ia akhirnya berbalik, tidur terlentang dan memandang langit-langit kamar kemudian menutup mata. Hal yang sama terjadi lagi. Ia tetap tidak bisa tidur. Mita Akhirnya memutus untuk berbalik menghadap punggung suami. "Aaa ...!'' Ia terkejut karena ternyata posisi tidur pria itu kini sudah berubah dan sedang menghadap ke arahnya. "Kenapa lagi sih, Ta? Perasaan hari ini kamu keseringan jerit-jerit gak jelas," protes Wira yang sempat menutup mata tetapi kembali membukanya karena suara pekikan sang istri. Mita memukul kesal lengan suami yang benar-benar membuat jantungnya tidak aman sejak tadi karena salah satu rongga di dalam dadanya itu terus berdebar dengan kencang di beberapa situasi. "Aduh! Kamu ini ditanya malah mukul," ringis Wira sembari mengusap lengan yang mendapat hadiah dari sang istri. "Bisa nggak sih jangan bikin orang jantungan terus," balas Mita. "Apa? Memangnya aku ngapain?" "Itu tadi kamu tidur ngadep ke atas sekarang kenapa jadi ke sini? "Ya itu salah kamu sendiri. Makanya kalau tidur jangan suka ngerasak geruduk gak jelas, sampai nggak ngeh waktu aku berbalik," kilah Wira. "Ya kamu harus—" "Diem!" Wira segera membungkam mulut sang istri dengan telapak tangan. Perintah yang terdengar tegas itu membuat Mita tidak berani membantah. Setelah yakin istrinya tidak akan berulah, Wira menjauhkan tangan. Kembali melipat nya di depan dadda kemudian memejamkan mata, masih di posisi berbaring menyamping menghadap istrinya. Mita tidak lagi bersuara. Menarik selimut hingga bahu dan memeluk kain tebal itu. Tidak langsung menutup mata, ia malah asik menatap wajah suaminya yang sedang terpejam. "Kalau aku lihat-lihat, ya, Ra. Wajah kamu itu ganteng tapi kenapa kamu masih jomblo, ya?" ujar sang wanita. "Siapa bilang aku jomblo? Aku udah punya istri," sahut Wira tanpa membuka mata. Mita memutar bola mata. "Bukan itu maksud aku." "Lalu?" "Ya ... selama ini kamu gak punya pasangan." "Kadang apa yang terlihat gak selalu sesuai dengan apa yang terjadi," sahut Wira, kali ini ia membuka mata dan menatap wajah cantik sang istri. Mita mengernyit. "Maksud kamu?" tanyanya, benar-benar tidak mengerti. "Sudah malam. Lebih baik kita tidur." Alih-alih menjawab, Wira justru menghindar dan kembali memejamkan mata. Ia benar-benar sudah mengantuk hingga tak lama kemudian hembusan nafasnya sudah teratur. Sementara Mita, masih diam sambil menatap wajah suami. Entah kenapa kata-kata pria itu tadi mengusik hatinya. "Maksudnya dia tadi itu apa ya? Ah, dia emang suka ngeselin. Ngomong sesuatu tapi gak jelas. Pas ditanya malah ngeles. Sebel deh." Wanita itu kembali berbalik membelakangi suami, tetapi kali ini ia lakukan dengan perlahan agar tidak sampai mengganggu tidur suaminya. Mita berusaha memejamkan mata hingga beberapa menit kemudian kantuk pun datang menyapa. Antara dasar dan tidak, ia merasakan sebuah tangan kekar melingkar di pinggang dan memeluknya erat. Tetapi karena sudah tidak kuat menahan kantuk, ia pun abai. Mungkin ia memang sedang bermimpi. Anggap saja itu mimpi indah yang belum tentu datang setiap saat. *** Sayup-sayup Mita mendengar suara seseorang sedang bicara. Awalnya ia kira itu hanya mimpi tetapi semakin lama suara itu semakin jelas terdengar seiring dengan kesadaran yang sedikit demi sedikit mulai terkumpul dan memaksanya untuk membuka mata. Mita berbalik dan di atas tempat tidur itu hanya ada dirinya. Kemudian bangkit, duduk di atas ranjang sembari mengedarkan pandangan dan menajamkan indra pendengaran. Wanita itu menoleh ke arah dinding. Waktu menunjukkan hampir tengah malam. Menyibak selimut, kemudian mengikuti suara yang terdengar samar dari arah balkon rumah. "Ngapain dia di sana malam-malam gini? Lagi ngomong sama siapa? Masa sama papa? Tapi Papa ngapain di luar malam-malam gini?" Mita bergumam mengingat balkon kamarnya memang menghadap ke arah halaman depan. Beberapa saat kemudian Wira berbalik dan terkejut ketika melihat Mita sedang berdiri di depannya tetapi ia emang pandai mengendalikan perasaan. "Ta? Sejak kapan kamu di situ?" "Kamu lagi ngapain di luar malam-malam gini?" Alih-alih menjawab, Mita justru balik bertanya. "Lagi cari angin aja. Aku gak bisa tidur," jawab Wira. Mita mengernyit. "Perasaan tadi kamu udah tidur duluan deh daripada aku. Gimana ceritanya jadi nggak bisa tidur?" "Iya, tadi memang udah tidur tapi pas ada suara telepon aku kebangun dan nggak bisa tidur lagi," sahut Wira, seadanya karena memang itulah yang terjadi. "Memangnya siapa yang telepon malam-malam begini? Terus tadi kamu ngomong sama siapa?" Mita bertanya lagi. "Kamu kok bangun? Tadi kayaknya kamu juga tidur." Bukannya menjawab pertanyaan istri, Wira memilih bertanya balik, mengalihkan topik pembicaraan. "Ya aku kebangun gara-gara denger orang ngobrol tadi." "Ya udah. Ayo tidur lagi." Wira segera menarik tangan sang istri untuk kembali masuk ke dalam kamar.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD