Bab 6. Pernikahan

1003 Words
"Jadi istri Om udah meninggal? Om Duda di tinggal mati, bukan duda cerai?" tanya Kaila, dia baru mengetahui hal itu saat ini. "Seperti itulah, makannya saya kaget banget pas tau kamu mencoba buat bunuh diri. Di saat orang lain berjuang buat bertahan hidup, ada segelintir orang yang ingin mengakhirinya hidupnya. Apa kamu tau seberapa khawatirnya saya? Saya takut kamu benar-benar meninggal, Kaila," lemah Bima, tatapan matanya kian sayu dalam menatap wajah Kaila. Kaila kembali memalingkan wajahnya ke arah lain. "Maafkan aku karena udah membuat Om khawatir. Aku benar-benar putus asa, orang tuaku marah besar saat mereka tau aku hamil," ucap Kaila merasa menyesal. "Maafkan saya juga, Kaila. Saya kelamaan mikir, saya pikir saya bisa hidup tanpa kamu. Saya mencoba buat melupakan kamu, Kai, tapi ternyata saya gak bisa hidup tanpa kamu," seru Bima tulus dari lubuk hatinya yang paling dalam. "Om beneran bakalan nikahi aku?" Bima menganggukkan kepalanya seraya mengecup punggung tangan Kaila lembut dan penuh kasih sayang. "Tapi aku gak cinta sama Om Bima," lemah Kaila merasa bersalah karena Bima harus memukul tanggung jawab yang seharunya dilakukan oleh Johan yang saat ini entah berada di mana. "Tak masalah, Kai. Apa kamu pernah dengar pepatah yang mengatakan bahwa, cinta akan datang seiringan dengan berjalannya waktu? Saya yakin kamu bakalan mencintai saya suatu saat nanti," jawab Bima tersenyum kecil. "Kalau ternyata pepatah itu gak berlaku buat aku, gimana? Kalau ternyata aku gak bisa mencintai Om Bima, gimana?" "Maka saya akan terus menunggu sampai kamu mencintai saya, Kai. Saya gak akan pernah menyerah sampai kamu benar-benar mencintai saya." "Lalu bayi ini?" tanya Kaila lemah dan bergetar seraya mengusap perut datarnya di mana si jabang bayi bersarang di dalam sana. "Saya akan menganggap bayi di dalam kandungan kamu ini seperti anak saya sendiri," jawab Bima penuh keyakinan. Kaila diam seribu bahasa. Buliran air mata kembali bergulir deras dari sudut matanya. Gadis itu benar-benar tidak menyangka, sedalam itu rasa cinta pria bernama lengkap Abimanyu Wibowo terhadapnya, tapi sayangnya, dia tidak dapat membalas perasaan cinta sang duda. Perasaanya pun masih terasa hampa tatkala melihat wajah pria ini. Namun, dia berharap bahwa pepatah yang baru saja diucapkan oleh Bima berlaku juga terhadapnya. Dia akan jatuh cinta kepada Bima sesuatu saat nanti. "Terima kasih karena Om udah mau nikahi aku. Aku janji akan menjadi istri yang baik buat Om. Jika suatu saat nanti rasa cinta Om hilang sama aku, Om boleh menceraikan aku karena Om juga berhak punya istri yang lebih baik dari aku," lemah Kaila memaksakan diri untuk tersenyum. *** Satu bulan kemudian, keadaan Kaila sudah benar-benar membaik. Baik kesehatannya maupun bayi yang di kandungnya pun sudah dalam keadaan stabil. Bima benar-benar menepati janjinya untuk segera menikahi wanita itu saat kesehatan Kaila telah kembali pulih sepenuhnya. Pesta pernikahan diadakan di salah satu hotel berbintang lima. Ada lebih dari 2000 tamu undangan yang menghadiri pesta yang diselenggarakan secara besar-besaran itu. Mahar sebesar 500 juta pun Bima persembahkan untuk calon istrinya dan ijab qobul berjalan dengan sangat lancar. Hanya dengan satu tarikan napas saja, wanita bernama Kaila Sekar Kinanti telah sah menjadi istrinya kini. Bima benar-benar merasa bahagia, begitupun dengan semua yang hadir di sana. Tidak ada satupun dari mereka yang tahu bahwa sebenarnya Kaila tengah mengandung karena usia kehamilannya yang baru menginjak dua bulan dan perutnya pun masih benar-benar datar. Setelah serangkaian acara selesai di adakan. Kini tibalah sepasang pengantin baru untuk kembali ke kamar hotel yang spesial dipesan oleh Bima untuk mereka menghabiskan malam pertama mereka. Bima nampak sedang berada di kamar mandi yang berada di dalam kamar. Sementara Kaila tengah menunggunya di luar sana. Pria itu tiba-tiba saja dilanda rasa dilema. Apa yang akan dia lakukan malam ini? Jika biasanya pasangan pengantin baru begitu bersemangat ketika akan melewati malam pertama, hal yang berbeda tengah dirasakan oleh Bima. Dia benar-benar bingung, Kaila tengah hamil muda. Apa akan baik-baik saja jika mereka melakukan hubungan suami istri? "Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan sekarang? Saya emang bahagia karena akhirnya sah menjadi suaminya Kaila, tapi kenapa perasaan saya gelisah kayak gini?" gumam Bima menatap wajahnya sendiri dari pantulan cermin yang berada di hadapannya. "Om Bima! Om lagi ngapain? Ko lama banget?" tanya Kaila dari luar sana dengan nada suara lantang. "I-iya, Kai. Sebentar," jawab Bima menoleh ke arah pintu lalu kembali mengalihkan pandangan matanya kepada cermin berukuran besar di mana wajahnya terpampang nyata terlihat gagah dan tampan. Bima membasuh wajahnya dengan air yang mengalir. Setelah itu barulah pria itu berjalan ke arah pintu lalu membukanya kemudian. "Om Bima habis ngapain sih? Ko lama banget?" tanya Kaila, dia nampak sudah berganti pakaian. Riasan wajahnya pun telah sepenuhnya di hapus menyisakan wajah cantik alami tanpa polesan make up sedikit pun. Bima berjalan menghampiri lalu duduk tepat di tepi ranjang di mana Kaila berada. "Maaf karena kamu harus menunggu lama," lirih Bima menatap wajah Kaila dengan tatapan mata sayu penuh rasa cinta. "Ada yang ingin aku katakan sama Om," ucap Kaila balas menatap wajah suaminya. "Kamu mau bicara apa? Katakan aja jangan sungkan. Eu ... karena sekarang saya udah jadi suami kamu, coba biasakan diri memanggil saya dengan sebutan Mas Bima." Kaila tersenyum kecil seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. Dirinya harus membiasakan diri memanggil suaminya dengan panggilan Mas? Kaila menggaruk kepalanya sendiri seraya tersenyum cengengesan, panggilan Mas masih terasa asing di telinganya. Selain itu dia sudah terbiasa memanggil Bima dengan sebutan Om. "Kenapa kamu diam aja? Coba panggil saya dengan sebutan Mas Bima," pinta Bima membuat Kaila akhirnya kembali menoleh dan menatap wajah suaminya. "Mas Bi-ma. Seperti itu?" seru Kaila tiba-tiba saja merasa malu, panggilan Mas membuatnya merasa geli entah mengapa. "Betul, mulai sekarang biasakan memanggil saya dengan sebutan itu, oke?" Kaila menganggukkan kepalanya pelan seraya tersenyum kecil. "O iya, tadi katanya ada yang mau kamu katakan sama Mas? Kamu mau ngomong apa, Kai?" "Eu ... bisakah kita menunda malam pertama kita sampai aku melahirkan? Aku tau permintaan ini gak masuk akal, Mas. Kamu harus menunggu sekitar tujuh bulan lagi buat kita melakukan hubungan suami istri, tapi aku tak ingin kita melakukan hal itu sementara aku dalam keadaan hamil anak orang lain." Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD