"Syukurlah, saya lega mendengar kamu meminta saya untuk tidak menyentuh kamu sampai kamu melahirkan, Kaila. Di dalam agama kita, kondisi kayak ini memang dilarang untuk melakukan hubungan suami istri, agar m**i saya tidak tercampur di rahim, kamu," lirih Bima merasa lega karena Kaila mengatakan terlebih dahulu apa yang ingin dia sampaikan."Tapi pernikahan kita tetap sah, Kai. Kamu istri saya dan saya suami kamu. Saya hanya perlu menunggu sampai kamu melahirkan dan menyelesaikan masa nifas kamu."
Kaila tersenyum kecil seraya menatap sayu wajah Bima. "Aku minta maaf karena Mas harus menikah sama wanita kayak aku. Aku ini kotor, Mas Bima. Aku udah ngelakuin dosa besar dengan berbuat zina," lemah Kaila menunduk penuh penyesalan.
"Setiap orang pernah berbuat kesalahan, setiap orang berhak untuk berubah dan memperbaiki kesalahannya juga bertobat, percaya sama Mas Tuhan itu memiliki lautan maaf, Tuhan itu Maha Pengampun. Jadi, asalkan kamu bertaubat dengan bersungguh-sungguh, Mas yakin Tuhan akan mengampuni semua dosa-dosa kamu, Kaila."
Tatapan mata Kaila kian sayu dalam menatap wajah Abimanyu Wibowo pria yang telah sah menjadi suaminya. Namun, masih diharamkan untuk pria ini menyentuh tubuh istrinya sendiri sampai Kaila melahirkan dan menyelesaikan masa nifasnya. Bukan waktu yang sebentar memang, tapi baik Bima maupun Kaila akan menunggu dengan sabar sampai waktunya tiba nanti dan Kaila bisa menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri.
"Makasih udah mau mengatakan hal ini, Mas. Aku lega dan senang karena aku tak salah memiliki suami. Aku juga berterima kasih karena Mas Bima mau nikahi aku," lemahnya seraya menggenggam telapak tangan suaminya erat penuh rasa syukur.
Kaila tiba-tiba saja melepaskan tautan tangannya ketika merasakan sesuatu yang aneh di tenggorokannya. Rasa mual tiba-tiba saja datang mendera membuat wanita itu secara refleks menutup mulutnya menggunakan telapak tangannya sendiri. Kedua mata Kaila pun membulat lalu bangkit dan segera berlari ke arah kamar mandi.
"Kamu kenapa, Kaila?" tanya Bima segera mengikuti istrinya ke kamar mandi.
"Huek! Huek! Huek!" Kaila berjongkok tepat di depan toilet yang terbuka.
"Astaga, sayang. Kamu muntah-muntah?" tanya Bima berjongkok tepat di belakang Kaila seraya mengusap punggungnya lembut.
Kaila tidak berhenti memuntahkan seluruh makanan yang sempat dia makan sampai perutnya benar-benar terasa kosong. Kedua mata wanita itu seketika memerah dan berair, tubuhnya benar-benar terasa lemas. Tenggorokan Kaila terasa perih karena terlalu banyak memuntahkan makanan. Kaila duduk tepat di depan suaminya dengan d**a yang terlihat naik turun.
"Tiba-tiba aja aku mual, Mas. Padahal kemarin-kemarin masih biasa aja," lemah Kaila mengusap kedua matanya yang berair.
"Wanita yang lagi hamil emang kayak gini, Kai. Mual dan muntah adalah hal yang biasa, tapi kalau usia kandungan kamu udah lewat dari empat bulan, rasa mual-mualnya bakalan ilang ko," lirih Bima mencoba untuk menenangkan. "Mau saya gendong ke kamar? Kayaknya tubuh kamu lemes banget."
Kaila menganggukkan kepalanya pelan dengan wajah datar. Tubuhnya memang merasa lemas, kedua kakinya pun terasa gemetar. Wanita itu secara refleks melingkarkan kedua tangannya di leher Bima saat pria itu mulai meraih tubuhnya dan berdiri tegak lalu berjalan keluar dari dalam kamar mandi.
Bima membaringkan tubuh istrinya di atas ranjang. Dia pun segera menutup tubuh sang istri menggunakan selimut tebal. Wajah Kaila benar-benar pucat pasi, bola matanya pun masih memerah lengkap dengan buliran bening yang memenuhi kelopaknya.
"Kamu tidur sekarang, Kaila. Nggak usah mikirin apapun lagi, yang harus kamu pikirkan sekarang adalah bayi di dalam kandungan kamu ini. Ingat, wanita hamil itu gak boleh terlalu stres. Paham?"
Kaila menganggukkan kepalanya seraya memaksakan diri untuk tersenyum.
"Eu ... karena saya udah lama menduda, saya takut gak bisa menahan hasrat saya kalau kita tidur seranjang. Saya akan tidur di kursi ya, kamu gak apa-apa, 'kan?" tanya Bima tidak ingin Kaila sampai tersinggung karena ucapannya.
"Gak apa-apa, Mas. Aku baik-baik aja ko," jawab Kaila singkat.
Bima mengecup punggung tangan Kaila lalu bangkit dan berdiri tegak. Pria itu berjalan ke arah kursi lalu berbaring di atas sana dengan perasaan berkecamuk. Sebagai pria normal, tentu dirinya memiliki hasrat yang tiba-tiba saja naik kepermukaan ketika dia menyentuh tubuh Kaila istrinya sendiri. Namun, sebagai pria dewasa yang lumayan mengerti agama Bima tahu betul bahwa istrinya ini masih haram untuk dia sentuh karena seperti itulah ketentuannya.
Di dalam agama Islam, di haramkan bagi suami untuk menyentuh istrinya yang tengah hamil oleh pria lain. Hal itu agar a******i suaminya tidak tercampur dengan benih dari pria lain yang kini tertanam di rahim sang istri. Menikahi Kaila adalah pilihannya sendiri. Jadi, Bima akan menanggung resiko yang harus dia ambil setelahnya. Dia akan bersabar menunggu selama beberapa bulan sampai Kaila melahirkan dan tubuhnya halal untuk dia sentuh.
***
Satu bulan berlalu tanpa terasa. Kaila menjalani hari-harinya sebagai istri dari salah satu orang terkaya di negara ini. Dia tinggal di rumah mewah lengkap dengan beberapa asisten rumah tangga yang akan melayaninya di rumah itu. Kaila juga diberi uang belanja yang lumayan besar bahkan jauh lebih besar dari gajinya saat dia masih bekerja dulu. Namun, kehidupan seorang Kaila masih terasa hampa karena dirinya harus berdiam diri di rumah tanpa bisa kemanapun. Kaila benar-benar merasa jenuh, dia ingin sekedar jalan bersama teman-temannya seperti dulu ketika dirinya belum menikah dengan Abimanyu Wibowo.
Kaila memutuskan untuk menghabiskan malam Minggu ini di luar. Namun, sebagai istri yang baik dia akan izin terlebih dahulu kepada suaminya. Dengan mengenakan celana jeans ketat lengkap dengan t-shirt berwarna putih wanita yang tengah mengandung tiga bulan itu menghampiri suaminya yang tengah duduk di ruang santai seraya menatap layar laptop.
"Kamu mau kemana Kaila?" tanya Bima keningnya seketika mengerut heran seraya menatap istrinya dari ujung kaki hingga ujung rambut.
"Aku mau keluar dulu sebentar, Mas. Boleh ya?" tanya Kaila berdiri tepat di depan suaminya.
Bima bergeming di tempatnya masih menatap pakaian yang dikenakan oleh istrinya ini. Celana jeans juga t-shirt yang dikenakan oleh Kaila benar-benar ketat memperlihatkan lekuk tubuhnya yang terlihat seksi menurutnya. Abimanyu menggelengkan kepalanya pelan.
"Pakaian ini terlalu ketat, Kaila. Apa kamu lupa kalau kamu ini lagi hamil? Itu celana jeans yang kamu pakai, apa gak berpengaruh sama bayi di dalam perut kamu?" ujar Bima merasa tidak habis pikir dengan kelakukan istrinya.
"Perut aku belum terlalu besar, Mas. Jadi gak masalah meskipun aku pakai celana jeans kayak gini," jawab Kaila dengan wajah datar.
"Nggak, saya gak izinin kamu keluar pake pakaian kayak gini. Kamu itu istri saya, Kaila. Abimanyu Wibowo, pria terhormat di kota ini. Seharusnya kamu pake baju yang lebih sopan, gimana sih?" decak Bima penuh penekanan.
"Ya udah, kalau Mas Bima gak izinin aku keluar mendingan kita cerai aja. Gampang, 'kan?"
Bersambung