Bab 8. Istri seorang Abimanyu Wibowo

1047 Words
"Astaga, Kaila. Masa cuma gara-gara gak di izinin keluar aja langsung minta cerai?" decak Bima seketika menggelengkan kepalanya merasa tidak habis pikir. "Ya habisnya, Mas Bima ngeselin sih. Masa cuma gara-gara pake celana jeans aja gak diizinin keluar? Pake bawa-bawa nama besar Mas segala lagi," imbuh Kaila seketika mengerucutkan bibirnya sedemikian rupa. "Apa Mas tau gimana rasanya jadi aku? Setiap hari di rumah terus, aku tuh bosen, boring, aku merasa kesepian di rumah sebesar ini." Bima seketika menarik napas panjang lalu menghembuskannya secara perlahan. Pria itu pun meletakan laptop yang semula berada di pangkuannya lalu berdiri tegak tepat di hadapan Kaila. Bima menatap wajah istrinya dengan tatapan mata sayu, dia mencoba untuk menyelami lubuk hati seorang Kaila, mencoba untuk memahami apa yang baru saja diucapkan oleh istrinya. Sebelum menikah dengan dirinya, Kaila adalah wanita bebas yang selalu menghabiskan waktunya dengan bekerja dan bersenang-senang bersama teman-temannya, dan sekarang Kaila harus membiasakan diri berdiam diri di rumah juga membiasakan diri untuk menerima kondisi tubuhnya yang tengah dalam keadaan hamil muda. "Ya udah gini aja, kalau kamu mau keluar, Mas ikut ya," pinta Bima lembut. "Mas khawatir kamu kenapa-napa nanti, kamu itu lagi hamil lho." "Ikh! Masa Mas ikut juga, gak seru tau kalau bawa suami," rengek Kaila dengan nada suara manja. "Kenapa? Kamu malu punya suami kayak Mas?" Kaila diam seribu bahasa seraya memalingkan wajahnya ke arah lain. "Lagian, gak baik wanita hamil keluar sendirian sore-sore kayak gini. Sebagai suami yang baik, Mas akan ngejagain kamu. Anggap aja Mas bodyguardnya kamu." "Aduh! Kalau Mas Bima ikut aku bisa malu dong sama teman-teman aku. Mas Bima 'kan udah tua, tapi kalau dia nggak ikut aku gak bakalan diizinin keluar, gimana ya?" batin Kaila seraya memutar bola matanya ke kiri dan ke kanan. "Gimana, boleh Mas ikut sama kamu? Mas gak tua-tua amat lho, Mas masih segar, tampan, masa iya kamu malu keluar sama Mas?" tanya Bima membuat Kaila seketika merasa terkejut. Bagaimana bisa suaminya ini mengetahui apa yang sedang dia pikirkan? Padahal, Kaila hanya berkata di dalam hatinya, tidak mungkin jika kemudian Bima bisa mendengar apa yang baru saja dia ucapkan. "Eu ... ko Mas Bima tau apa yang lagi aku pikirin? Jangan-jangan Mas Bima paranormal ya?" tanya Kaila seraya tersenyum cengengesan. "Apa, paranormal? Hahahaha! Kamu ini ada-ada aja, sayang. Masa iya Mas paranormal," decak Bima seketika tertawa nyaring. "Jadi beneran kamu lagi mikirin itu?" Kaila menggaruk kepalanya sendiri seraya tersenyum cengengesan, kemudian mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan yang baru saja dilontarkan oleh suaminya. "Astaga, Kaila," decak Bima mengusap kepala istrinya lembut dan penuh kasih sayang. "Apapun yang kamu pikirkan, pokoknya Mas tetap ikut sama kamu, oke?" Kaila memutar bola matanya kesal lalu kembali menganggukkan kepalanya dengan sangat terpaksa karena tidak ingin di anggap sebagai seorang istri yang membangkang. "Satu lagi, jangan pernah mengatakan kata cerai lagi. Kita ini udah menikah, Kaila. Kata itu adalah kata yang haram di sebut di dalam rumah tangga, apapun masalah yang kita hadapi nanti, selesaikan dengan kepala dingin, paham?" Kaila kembali menganggukkan kepalanya masih dengan ekspresi wajah yang sama. "Tunggu sebentar, Mas ganti baju dulu ya." Lagi dan lagi, Kaila hanya menganggukkan kepalanya. Bima berjalan ke arah tangga menuju lantai dua di mana kamarnya berada, sementara Kaila duduk di kursi yang semula diduduki oleh suaminya. "Kenapa Mas Bima harus ikut segala sih? Canggung banget tau kalau dia sampe ikut," gumam Kaila merasa tidak nyaman. Tidak lama kemudian, Bima turun sudah berganti pakaian. Celana jeans dengan warna yang sama seperti istrinya juga kaos bermerk Cardinal berwarna putih sama persis seperti yang melingkar di tubuh sang istri nampak rapi dan pas di tubuh kekar seorang Bima. Dia menghampiri Kaila seraya tersenyum lebar. "Kita berangkat sekarang?" tanya Bima membuat Kaila seketika berdiri tegak lalu menoleh dan menatap wajah Abimanyu Wibowo. "Mas Bima?" gumam Kaila menatap tubuh suaminya dari ujung kaki hingga ujung rambut dengan tatapan mata berbinar. "Mas Bima cakep banget," seru Kaila seraya tersenyum lebar. Wajah Bima seketika memerah tersipu malu. Baru kali ini dirinya mendapatkan pujian dari Kaila. Perasaan Bima terasa berbunga-bunga, pujian yang baru saja dilontarkan oleh Kaila benar-benar membuatnya merasa senang bukan kepalang. Jiwa muda seorang Bima pun seakan kembali menguasai tubuhnya kini. Bima menggaruk kepalanya sendiri yang sebenarnya tidak terasa gatal. "Akh! Kamu bisa aja," decaknya tiba-tiba saja merasa salah tingkah. "Ya udah, kita berangkat sekarang yu, keburu malem nanti," pinta Kaila berjalan menghampiri lalu melingkarkan telapak tangannya di pergelangan tangan Bima mesra. "Itu, apa kamu gak mau ganti celana dulu, Kai? Apa gak sesak pinggang kamu?" tanya Bima menunjuk celana jeans yang dikenakan oleh Kaila. "Gak usah, udah gak ada waktu. Teman-teman aku udah pada nungguin," sahut Kaila berjalan bersama suaminya seraya tersenyum lebar. Bima hanya bisa menghela napas panjang tanpa mampu berkata apapun lagi. Dia akan mengikut keinginan istrinya apapun itu. Sampai akhirnya, mereka pun tiba tepat di depan pintu lalu membukanya kemudian. Baik Bima maupun Kaila seketika membulatkan kedua matanya tatkala melihat seorang pria tengah berdiri tepat di depan pintu. "Johan? Mau apa kamu ke sini?" tanya Kaila sinis seraya menatap wajah pria itu dengan tatapan mata tajam. Johan tersenyum menyeringai seraya menatap wajah Kaila dan suaminya secara bergantian. "Jadi beneran kalian udah menikah? Astaga!" decak Johan terlihat kesal. "Mau apa kau datang ke sini, b******k? Kaila istri saya, jadi jangan pernah gangguin dia lagi!" tegas Bima penuh penekanan. "Ya, ya, ya ... Kaila memang istri Anda, Om tua, tapi apa Anda lupa kalau dia lagi hamil anak saya?" tanya Johan membuat Kaila seketika mengepalkan kedua tangannya merasa kesal. "Apa? Kau bilang apa barusan? Anakmu?" tanya Kaila tegas dan penuh rasa dendam. "Apa kau lupa apa yang udah kau lakuin sama aku, hah? Apa kau lupa kalau kau sama sekali nggak ngakuin anak ini sebagai anakmu? Lalu, kenapa sekarang kau datang ke sini dan mengaku-ngaku bahwa bayi di dalam kandungan aku ini sebagai anakmu? Dasar laki-laki gak tau diri," ketusnya penuh emosi dengan bola mata memerah juga d**a yang terlihat naik turun menahan rasa amarah. "Tenang, Kai. Kamu gak boleh emosi kayak gini, ingat kandungan kamu, sayang. Tenang ya," pinta Bima seraya mengusap punggung istrinya lembut dan penuh kasih sayang. "Apa keluarga Om tau kalau menantunya lagi hamil anak orang lain?" tanya Johan tersenyum menyeringai. "Saya mau lihat bagaimana reaksi mereka kalau sampai mereka tau bahwa ternyata putra kebanggaannya menikahi wanita hamil. Saya juga meragukan keabsahan pernikahan kalian." Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD