Bab 3. Permintaan Daddy Kavin

1352 Words
Rumah singgah kanker anak-anak. Wajah ceria Sasha berubah total, kini tergantikan dengan wajah sendunya. Jemari lentiknya mengusap lembut tangan bocah laki-laki yang memiliki paras tampan dan sedikit bule. Bocah kecil yang baru menginjak usia 3,5 tahun terlihat lemas di atas ranjang yang tersusun rapi di salah satu kamar singgah tersebut. “Sasha, besok Bunda masih mengantar Raffa ke rumah sakit, masih ada tes kelanjutannya, agar lebih memastikan seberapa parah tumor yang diidap sama Raffa,” ucap Bunda Fian, salah satu ibu asuh di panti asuhan. Sasha mengusap netranya, lalu dia mengeluarkan uang yang baru saja diambil dari mesin atm sebesar satu juta dari dalam tas kerjanya. “Bunda, tolong pegang uang ini buat keperluan Bunda sama Raffa di sini, sedangkan buat keperluan anak-anak panti sudah Sasha berikan sama Bu Yeni,” ucap Sasha begitu lirihnya saat memberikan uang tersebut. Bunda Fian pun menerimanya, memang dia harus punya pegangan untuk jaga-jaga. Sasha kembali menatap bocah tampan tersebut dan mengecup keningnya dengan lembut. “Sabar ya sayang, Mama akan cari uang yang banyak biar kamu cepat sembuh. Maafin Mama juga yang tidak bisa ada disisimu, Nak,” ucap Sasha begitu lembut. Raffa hanya bisa mengangguk pelan dan berusaha tersenyum walau dia sedang meringis kesakitan. Rasanya Sasha tidak sanggup melihat buah hatinya yang sudah hampir tiga bulan di vonis tumor otak stadium satu. Raffa adalah buah hati Sasha yang tanpa tahu siapa ayahnya, karena akibat pele-cehan yang pernah dialami saat ada acara dari kampusnya di Surabaya. Sungguh jahat sekali teman-temannya kala itu, minumannya dimasukkan obat perang-sang lalu dilemparkan dirinya ke dalam kamar tanpa ada penerangan sedikitpun, dan terjadilah hubungan terlarang itu dengan pria yang ada di kamar itu juga. Sudah bisa dibayangkan saat itu trauma yang sangat luar biasa, namun dia mencoba untuk kuat, dan mencoba melupakan kejadian tersebut walau sulit. Untungnya saja Sasha berlapang d**a menerima kenyataan dirinya ternyata hamil akibat kejadian tersebut, lalu mengandung dan melahirkan Raffa, dengan dukungan ibu asuh pantinya serta seluruh penghuni panti asuhan, dia berhasil melewati keterpurukan itu, walau masih ada trauma yang belum hilang padanya. “Bunda, kata Dokter tadi bagaimana?” tanya Sasha dengan tatapan sedihnya. “Kita lihat perkembangannya dulu, andaikan kita memiliki uang beberapa ratus juta mungkin bisa langsung di operasi pengangkatan tumornya, kamu'kan tahu sendiri jaminan kesehatan pemerintah tidak semua dicover, kita harus punya tabungan, jikalau nanti ada tindakan atau obat yang harus kita bayar sendiri,” jawab Bunda Fian apa adanya. Sasha mendesah dan menundukkan kepalanya, dia juga teringat tabungannya tidak banyak, dan selalu terbagi untuk keperluan panti asuhan serta anaknya sendiri. “Nanti Sasha akan pikirkan dulu Bunda, sebelumnya Sasha terima kasih sama Bunda yang mau direpotkan, karena Sasha juga tidak bisa izin kerja terus untuk mengurus Raffa,” balas Sasha memelas. Wanita paruh baya itu mengusap lembut pundak Sasha, anak yang dia asuh sejak kecil kini sudah tumbuh dewasa dengan beragam masalah yang dia hadapi, namun bahu yang dia usap masih kokoh tegap tak sedikitpun tergoyahkan. “Jangan terlalu lelah bekerja, ingatlah jaga kesehatanmu sendiri. Dan berdoalah minta dibukakan pintu rezeki untuk Raffa, semoga ada jalan keluarnya,” tutur Bunda Fian sangat lembut. Sasha pun memeluk wanita paruh baya, seakan mencari penyemangat hidup agar bisa menyongsong esok hari dalam keadaan yang lebih baik. Usai itu dia pamit pulang karena malam pun semakin larut. Kembali lagi ke rumah sakit. Rayyan dan Mommy Salma kini sudah ada di ruang Dokter spesialis jantung, semua hasil kesehatan malam itu juga dipaparkan dengan jelas oleh Dokter bahwasanya Daddy Kavin mengalami penyumbatan pada pembuluh arterinya dan harus melakukan operasi pasang ring, untuk saat ini kondisi Daddy Kavin mulai stabil dan sudah dipindahkan ke ruang HCU sebelum tindakan selanjutnya. Namun, sayangnya Daddy Kavin belum mau langsung di operasi pasang ring sebelum bertemu dengan Rayyan dan kekasih hatinya. Dan dengan kebijakan sang Dokter, Rayyan dan Mommy Salma diizinkan untuk menjenguk Daddy Kavin, dengan catatan jangan berbicara yang membuat pasien emosi. “Tolong Rayyan, kali ini jangan bikin daddy emosi,” pinta Mommy Salma sebelum mereka berdua masuk ke ruang HCU. “Iya Mom, aku janji,” jawab Rayyan pasrah dan patuh, dia juga belum siapa kehilangan daddynya. Mereka berdua pun masuk ke ruang HCU, Mommy Salma langsung menghambur menuju ranjang yang tempati suaminya, lalu mengecup pipi pucat Daddy Kavin dengan berlinangan air matanya. Pria tua itu mengusap pipi istrinya, dan nampak berkaca-kaca. “Cepat sembuh, hubby ... jangan tinggalkan aku, temani aku dulu,” pinta Mommy Salma bergetar suaranya, menahan gejolak tangisnya. “Dad, sebaiknya ikuti saran Dokter dulu untuk dioperasi pasang ring biar cepat sembuh dan sehat kembali,” sambung kata Rayyan seiringan langkah kakinya menuju ranjang. Daddy Kavin mengalihkan pandangannya ke arah Rayyan dengan mata sayunya. “Daddy akan melakukan operasi jika kamu mewujudkan permintaan Daddy malam ini juga, kalau tidak biarkan Daddy meninggal lebih cepat, ketimbang melihat anak yang selalu berkelakuan buruk di luar sana,” ucap Daddy Kavin pelan. “Hubby ... jangan bilang seperti itu, jangan tinggalkan aku dulu,” timpal Mommy Salma sembari mengusap pipi suaminya, dan mulai menangis tersedu-sedu. Rayyan mengusak rambutnya frustrasi, lagi-lagi daddy-nya meminta dia menikah dan malam ini juga, wanita mana yang mau dia nikahi, kuntilanak! “Begini saja Dad, bagaimana kalau Daddy operasi dulu, nah setelah selesai operasi baru aku menikah, lagi pula ini sudah larut malam,” ide Rayyan mencari solusi. Daddy Kavin menyeringai tipis. “Baiklah kalau begitu kamu tidak usah menikah, Daddy juga tidak akan operasi, biar Daddy cep—“ “Oke Dad, jangan dilanjutkan lagi.” Rayyan menyela, lalu otaknya mulai bekerja memikirkan siapa yang akan dia nikahi dan mau diajak kerja sama, kemudian mengingat rentetan wanita yang menjadi kekasihnya selama ini. “Aku mau menikah, asal aku yang memilih calon istriku sendiri dan itu bukan anak Pak Widodo, bagaimana Daddy setuju?” tanya Rayyan mulai melobby. Mommy Salma menghapus air matanya, dan mengerakkan pandangannya menuju Rayyan. “Siapa wanita yang kamu pilih? Apa dia salah satu pacarmu?” tanya Mommy Salma penasaran. “Bukan ... bukan pacarku, yang pasti Mommy dan Daddy sudah sangat mengenalnya, ” jawab Rayyan, terbit senyum di wajahnya saat mengingat wajah wanita itu. “Siapa dia?” tanya Daddy Kavin penasaran. “Sasha, si tukang lapor ke Daddy dan Mommy,” jawab Rayyan dengan santainya. “Hah!” Daddy Kavin dan Mommy Salma terkejut. “Ya sudah, panggil dia ke sini dan segera kamu nikahi di hadapan Daddy. Dan sayang tolong hubungi asisten Daddy untuk panggil penghulu atau ustad yang bisa menikahi anak kita malam ini juga, urusan berkas belakangan,” perintah Daddy Kavin tidak main-main, walau keadaannya masih sakit. Benar saja pikiran Rayyan, pasti Daddy Kavin langsung acc kalau sudah nyebut nama Sasha, si tukang ngadu. Pria itu pun bergegas keluar HCU untuk menghubungi sekretaris culunnya. Di tempat yang berbeda, tepatnya di salah satu rumah petakan yang keberadaannya tidak jauh dari rumah panti asuhan Arrahman, tergolek sudah si putri tidur dengan baju kebesarannya berupa daster bercorak doraemon, dia tampak sangat lelah. Akan tetapi kenyamanan itu tiba-tiba hilang, saat musik ponsel terdengar memekak di telinganya. “Eergh ... siapa sih yang ganggu cinderella tidur, udah malam juga,” gumam Sasha, sembari berusaha membuka lebar netranya yang masih berat, dan membaca nama yang tertera dilayar. “Ck ... si Bos.” “Halo, Assallammualaikum ... Pak Bos sudah kangen sama Sasha ya, besok kita'kan ketemu di kantor Pak Bos,” keluh Sasha suaranyan terdengar serak dan masih menggulingkan tubuhnya di atas kasur tipisnya. Rayyan berdecak kesal mendengarnya. “Sasha, malam ini ke rumah sakit H ya, malam ini juga!” perintah Rayyan dengan intonasi berat dan tegas. Sontak saja Sasha terduduk dan mengucek matanya lalu menepuk wajahnya biar sadar kembali. “Ke rumah sakit, Bapak sakit!” seru Sasha suaranya sedikit berteriak. “Iya ... cepetan ke rumah sakit sekarang, barusan saya transfer 500 ribu buat naik kuda ke sini biar cepat sampai ” “Ciih ... naik kuda terbang malam-malam emangnya ada, ya udah Sasha siap meluncur menuju Pak Bos yang ganteng jelita ini. Bye-bye Pak Bos.” Sasha langsung mengakhiri panggilan teleponnya, ada uang neng siap meluncur. Rayyan tersenyum mendengarnya dan menanti kedatangan sekretaris culunnya. “Semuanya pasti akan beres kalau sama Sasha,” gumam Rayyan sendiri.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD