Suasana rumah cukup sepi, keberuntungan berpihak pada Minah. Jadi ia tak perlu menjelaskan kepada Rasti tentang apa yang terjadi. Walaupun apa yang sudah terjadi Minah tak ingin masalah bertambah panjang dan berlarut-larut. Apa yang ia alami saat ini tidak ada artinya jika dibandingkan pertolongan dari Rasti dan Dimas.
Dan di dalam kamar yang berukuran 3x3m itu Minah menumpahkan segala kesedihannya. Ia berusaha untuk kuat, tapi tidak dengan hatinya. Ia tetap saja merasakan kesakitan dalam hatinya. Tutur kata, sikap dan perlakuan buruk Rachel terngiang di ingatannya. Membuat air mata Minah menetes dengan derasnya.
***
Flash back on
"Maafkan saya Nya. Saya hanya disuruh oleh Non Rachel Nya. Tolong ampuni saya. Jangan pecat saya." Pak Tono menunduk ketakutan.
"Lalu sekarang di mana Rachel, Pak?" tanya Rasti berusaha untuk mengendalikan emosinya. Ia hanya mendengar sebagian cerita dari Pak Tono bahwa Rachel memaksa Pak Tono untuk pulang dan meninggalkan Minah di mall. Dan Pak Tono yang mengkhawatirkan keadaan Minah terpaksa mengadukannya pada Rasti.
"Non Rachel katanya mau menginap di rumah Non Vita Nya."
"Pak, Tunggu saya sebentar. Saya mau ambil tas saya dulu." Rasti masuk ke kamar dan secepat kilat keluar lagi menemui Pak Tono.
"Kita ke mall dulu Pak. Cari Minah. Nanti pulangnya kita mampir ke rumah Vita jemput Rachel."
"Baik Nyonya." Pak Tono menunduk ketakutan. Kemudian Pak Tono masuk ke dalam mobil di ikuti oleh Rasti.
"Pak, hati-hati saja bawa mobilnya. Tidak perlu panik Pak, tenang saja saya tak akan memecat Bapak. Karena ini bukan kesalahan Bapak," ucap Rasti memakai sabuk pengamannya.
"Baik Nyonya. Terima kasih." dalam hati ia bersyukur dan lega mempunyai majikan yang baik hati dan pemaaf seperti Rasti.
Tiga puluh menit kemudian, mereka sudah sampai di mall. Pak Tono memarkirkan mobilnya. "Pak, Bapak ikut masuk ya? Kita berpencar mencari Minah. Bapak bawa ponsel kan?"
"Iya Nyonya saya bawa."
"Bagus. Mari kita masuk ke dalam. Nanti siapa yang bertemu Minah terlebih dulu, memberi kabar lewat telepon."
"Iya, siap Nyonya."
Rasti dan Pak Tono berpencar mencari Minah. Keduanya mengelilingi mall yang besar itu. Mereka mencari ke sana kemari. Rasti sangat panik, takut terjadi sesuatu pada gadis malang itu. Ia berjalan mengelilingi mall dengan gelisah. Hingga akhirnya Rasti melihat Raditya yang sedang bebersama pacarnya.
"Radit!" Rasti melihat Raditya yang bergandengan tangan dengan Shena keluar dari sebuah restoran makanan jepang. Raditya menoleh dan melihat mamanya melambai tangan ke arahnya.
"Eh, Mama," seru Raditya. Shena langsung melepaskan tangannya dari Raditya. Begitu canggung.
"Kenapa Mama ada di sini?" tanya Raditya setelah Rasti mendekat.
"Dit, Mama ke sini cari Minah. Kamu bertemu dia tidak?" tanya Rasti mengabaikan keberadaan Shena. Seolah gadis itu tak terlihat di matanya.
"Sore Tante." Shena mencium tangan Rasti. Sekadar basa-basi.
"Sore." Rasti benar-benar tak menganggap Shena. Membuat gadis itu sangat kesal.
"Tadi Radit ketemu Minah. Radit sudah suruh dia pulang."
"Keterlaluan kamu Dit. Kenapa tidak mengantarkan dia pulang?" Rasti memukul lengan anaknya dengan tas karena kesal.
"Maaf Ma. Radit sedang jalan sama Shena. Lagi pula Minah sudah dewasa, Ma. Dia bisa pulang sendiri," jawab Raditya acuh tak acuh.
"Kamu ini ya Dit. Nggak kasihan sama Minah." Rasti semakin pusing mencari keberadaan Minah.
"Sudahlah Ma. Tidak perlu mengkhawatirkan hal yang tak perlu. Minah sudah dewasa Ma. Radit yakin sekarang ia sudah sampai rumah."
Hampir saja Rasti menangis karena mengkhawatirkan Minah. Namun ia menahannya, terlalu banyak orang yang akan memperhatikan dirinya. "Awas saja Dit. Kalau sampai Mama tidak menemukan Minah, kartu kredit kalian akan Mama blokir."
Rasti meninggalkan putranya kemudian mengambil ponselnya dan menelepon Pak Tono. Ia mengajak sopirnya itu untuk pulang.
"Dit. Sebenarnya siapa Minah? Jawab jujur Dit! Tidak mungkin ia hanya pembantumu. Karena mamamu kelihatannya sangat mengkhawatirkan gadis kampung itu."
"Maaf Shen. Aku sudah berbohong kepadamu."
"Maksud kamu?"
"Minah adalah anak asuh Mamaku. Dia hanya orang asing yang entah berasal dari mana. Sehingga aku dan Rachel sangat membencinya."
"What?"
"Iya Shen. Aku benci dengan mama yang sangat menyayangi Minah. Maafkan aku yang sudah berbohong. Aku malu untuk mengakui jika gadis udik itu tinggal di rumahku."
"Hah, ya sudahlah. Kita pulang saja Dit. Aku terlalu pusing dengan semua ini."
"Maaf ya Shen." Shena berlalu begitu saja menuju ke parkiran. Raditya segera mengejar kekasihnya. Apa pun yang terjadi ia tidak ingin kehilangan Shena, pujaan hatinya.
***
Ting tong ting tong
Rasti memencet bel dengan tak sabar. Sampai akhirnya seorang wanita paruh baya datang membukakan pintu.
"Selamat sore Bi, Vita nya ada?"
"Selamat sore Bu. Ada silakan masuk." Pembantu Vita yang sudah mengenal Rasti dengan ramah segera menyuruh wanita itu untuk masuk ke rumah. Rasti mengikuti langkah pembantu Vita yang mengantarnya ke ruang tamu.
"Tolong panggilkan Vita ya Bi."
"Iya tunggu sebentar ya Bu."
Belum sempat bibi memanggil, Vita terlihat menuruni tangga bersama Rachel dan Erina. Ketiganya mengobrol dengan tertawa gembira. Hingga mereka tak menyadari kehadiran Rasti.
"Rachel," panggil Rasti setelah jarak mereka tinggal beberapa langkah.
"Mama," jawab Rachel dengan wajah memucat.
"Ayo pulang!" Rachel diam tak bergeming.
"Pulang atau Mama akan tarik semua fasilitas yang Papa berikan," ancam Rasti.
Rachel langsung menurut. Takut jika Mamanya benar-benar melakukan hal itu. Setelah Rachel mendekat, Rasti menarik pergelangan Rachel dengan kasar. Tanpa bicara Rasti menarik paksa putrinya ke mobil.
"Ma, sakit. Lepaskan!" Rachel hampir menangis melihat amarah mamanya. Rasti seakan tidak memiliki belas kasih, tak menghiraukan perkataan Rachel.
"Mari pulang Pak," ucap Rasti dingin.
"Ba-baik Nya." Pak Tono yang mengintip dari kaca spion takut dengan ekspresi Rasti saat ini.
"Apa yang sudah kamu lakukan?" tanya Rasti.
"Rachel tidak melakukan kesalahan apa pun." Gadis itu tak merasa bersalah sama sekali.
"Kamu yakin?"
"Iya."
"Apa yang kamu lakukan pada Minah?"
"Oh jadi gadis itu mengadukan aku ya. Apa saja yang dikatakan gadis kampung tukang ngadu itu? Apa dia bilang kalau aku meninggalkannya di restoran? Pasti lucu saat dia harus mencuci piring untuk membayar makanan di restoran tadi. Hahaha."
"Rachel!" bentak Rasti kecewa.
"Kamu keterlaluan. Bahkan Minah tidak bilang apa-apa sama Mama."
"Lalu maksud Mama tadi apa?"
"Mama hanya marah karena kamu meninggalkannya sendirian di mall. Tapi ternyata kamu jahat Chel. Kamu tega berbuat hal seperti itu pada Minah."
"Biar saja. Gadis itu pantas mendapatkannya. Siapa dia sehingga Mama sangat memperhatikannya? Bahkan dia bukan siapa-siapa. Asal-usulnya saja tidak jelas. Rachel membencinya sama seperti Kak Raditya yang juga tidak suka padanya."
Plakk
Karena ucapan Rachel, Rasti kehilangan kendali dan memukul putrinya sendiri.
"Mama memukul Rachel hanya karena Minah kampung itu? Mama jahat!"