Bab 26

1027 Words
"Mbak, itu kok ribut- ribut ada apa ya?" "Oh, mbaknya itu kasihan sekali. Tadi datang bersama ketiga temannya. Mereka memesan makanan banyak sekali. Giliran bayar semua temannya kabur. Dan dia tak punya cukup uang untuk membayar." "Oh begitu." Raditya tersenyum kecil. "Pokoknya Anda harus bayar. Sebelum membayar Anda tidak boleh pergi." Keributan di depan kasir masih terus berlanjut. "Iya Mbak saya tahu maksud Mbak. Tapi saya benar-benar tidak berbohong. Mbak bisa lihat sendiri. Tak ada uang yang lain. Saya hanya akan pulang sebentar dan akan membayar sisa kekurangannya." Minah menunjukkan tasnya yang kosong tak berisi apa pun. Suara tak asing itu kembali menyapa telinga Raditya. Membuat lelaki itu semakin penasaran. Raditya ingin memastikan bahwa itu bukan orang yang ia kenal. "Anda pikir saya percaya? Banyak orang yang bersikap seperti Anda pura-pura tak bisa membayar dan kabur. Awas saja jika Anda tidak membayar, saya akan memanggil polisi untuk menangkap Anda." Minah tertunduk begitu dalam. Rasanya malu menjadi pusat perhatian semua pengunjung restoran. Tubuh Minah juga bergetar ketakutan karena ancaman pelayan itu. Dan air mata mengalir begitu saja membasahi pipinya. Ia sungguh bingung harus bagaimana. Ingin menelepon Rasti pun tidak bisa. Sewaktu pergi ia tak membawa ponselnya karena baterai ponsel habis. "Sayang, aku ke toilet sebentar ya. Kamu saja yang pesan. Terserah mau pesan apa saja," ucap Raditya langsung berdiri. "Okay. Jangan lama-lama ya Dit." Shena masih sibuk melihat-lihat buku menu. Raditya berjalan menuju kasir tempat keributan terjadi. Di sana ia dapat melihat gadis mungil berkepang dua itu menunduk dan menangis sesenggukan. Dugaan Raditya benar, suara yang ia dengar tadi adalah suara Minah. "Minah!" panggil Raditya. Minah tersentak dan menoleh ke arah Raditya dengan wajah sembab dan hidung yang memerah. Tak ada satu kata pun dapat keluar dari gadis itu. Ia begitu ketakutan. "Maaf Mbak ada apa ya?" Raditya berbasa-basi. "Ini nih Mas. Mbak ini sok-sokan makan di restoran mahal tapi tidak punya uang untuk membayar." "Memangnya berapa total tagihannya?" tanya Raditya. "Satu juta seratus lima puluh tujuh ribu empat ratus rupiah. Dan Mbaknya baru membayar lima ratus ribu." "Tolong kembalikan uangnya. Saya bayar pakai ini saja." Raditya mengeluarkan kartu kreditnya dan memberikan kepada petugas kasir. Petugas kasir itu berbinar, seolah mengatakan kenapa tidak dari tadi langsung dibayar. "Baiklah, ini billnya Mas." Petugas kasir tersenyum kepada Raditya sembari menyerahkan kartu kredit dan bill tagihan. "Nah ini uang Anda. Kalau tidak punya uang, lain kali jangan makan di tempat mahal seperti ini. Makan saja di pinggir jalan atau di warteg," hina petugas kasir sambil menyerahkan uang Minah. "Mbak, ada masalah lagi? Bukankah saya sudah membayar tagihannya? Kenapa Anda masih menghina teman saya?" ucap Raditya kesal karena petugas kasir itu semena-mena. "Maaf, ada apa ini?" tanya seorang lelaki yang kelihatannya adalah manajer di restoran itu. Manajer restoran itu datang karena pengaduan dari salah seorang pegawai. "Ti-tidak apa-apa kok Pak. Semua sudah beres." Petugas kasir itu tertunduk takut. "Maaf Pak. Tolong ajarkan pegawai anda sopan santun. Attitude yang benar. Agar lain kali dapat bertutur kata lebih sopan," ucap Raditya geram. "Maafkan atas ketidaknyamanannya Mas. Kami mohon maaf sekali," ucap manajer itu. Raditya segera menarik tangan Minah dan membawanya menepi. Dan petugas kasir itu dimarahi oleh atasannya. "Hei! Ngapain kamu di sini?" tanya Raditya setelah berdiri di hadapan Minah. "Hiks hiks." Gadis itu menjawab dengan tangisan. "Minah? Apa yang terjadi? Coba jelaskan tentang bill ini? Tidak mungkin kan kamu makan sebanyak ini sendirian?" tanya Raditya seraya menunjukkan bill tagihan dari restoran. Gadis itu masih menangis hingga hidungnya semakin memerah. "Aku akan meninggalkanmu jika kamu masih saja membisu," ancam Raditya. "Tadi ... hiks." "Coba tenangkan diri kamu. Jelaskan apa yang terjadi. Karena kalau kamu diam saja aku tidak tahu apa yang terjadi, Minah. Kamu ke sini sama siapa?" "Aku ... aku diajak Rachel ke sini. Sama Erina juga Vita. Kami makan di sini. Setelah makan Rachel dan yang lainnya pergi ke toilet dan sampai sekarang mereka tidak kembali." "Hah ...." Raditya mendesah kasar. Ia tak dapat berbuat apa-apa karena Rachel adalah adiknya. "Ya sudah. Jangan menangis lagi. Kamu bisa kan pulang sendiri? Tahu kan alamat rumah kita?" Minah mengangguk lemah. "Aku ke sini dengan Shena. Jadi tidak bisa mengantarmu pulang. Tidak apa-apa kan kamu naik taksi sendiri?" Minah lagi-lagi hanya mengangguk seraya menangis sesenggukan. Membuat Raditya semakin tak tega. "Hah, bagaimana ini ya?" Raditya ingin membiarkan Minah begitu saja, namun tak tega. Ia melirik wajah gadis malang itu sekali lagi. "Kamu pakai uang tadi untuk pulang ya. Maaf aku harus pergi dengan Shena." Setelah menimbang, Raditya memutuskan untuk lebih mementingkan kekasihnya. Minah mendongak menatap Raditya dengan wajah sembabnya. Ia tersenyum tipis, senyum yang ingin ia tunjukkan pada Raditya bahwa ia baik-baik saja. Walaupun nyatanya ia tak baik-baik saja. Dan Raditya menjadi iba karenanya. Entah apa yang menarik hatinya hingga ia menarik gadis itu dalam pelukannya. Memberi rasa hangat pada gadis yang masih gemetaran. "Sudah Minah. Jangan menangis lagi. Kan sudah aku selesaikan masalah tadi?" bujuk Raditya. Sementara itu Shena kesal karena Raditya tak juga muncul. Padahal makanan yang ia pesan sudah terhidang. Dengan kesal gadis itu menyusul kekasihnya. Dan Shena mengeraskan rahangnya ketika melihat pemandangan Raditya memeluk seorang gadis di hadapannya. Emosi Shena memuncak. Raditya telah menipunya. Dan dengan tega berpelukan dengan gadis lain. "Radit!" teriak Shena marah. Raditya menoleh dan dengan refleks ia mendorong Minah dengan kasar. Hingga gadis itu terhuyung dan hampir jatuh. "Apa-apaan ini Dit?" teriak Shena dengan amarah yang memuncak. "Shena sayang. Dengarkan dulu penjelasanku. Ini semua tidak seperti yang kamu lihat dan kamu pikirkan." "Hah, udik? Jadi kamu tadi memeluk gadis kampung ini?" "Shen, aku tadi hanya menolong si Minah kampung ini. Tidak lebih." "Lalu kenapa kamu memeluknya begitu?" "Itu karena aku kasihan dengannya." "Iya Shen. Maafkan Radit. Karena yang tadi tiba-tiba memeluk adalah aku. Karena aku ketakutan. Radit tidak berniat untuk memelukku. Dia tadi terkejut karena aku memeluknya. Tapi aku tidak mau melepasnya. Radit tidak bersalah." "Oh jadi kamu? Jangan kegatelan sama cowok orang dong. Awas kalau sekali lagi kamu kegatelan." Shena mendorong bahu Minah dengan kasar. "Iya maafkan aku Shen." "Sudah sayang. Banyak orang yang melihat kita. Malu." "Okay. Aku akan memaafkanmu asal si udik ini segera enyah dari hadapanku." "Iya Shen. Aku juga mau pulang kok. Terima kasih ya Dit. Nanti kalau aku sudah punya uang aku ganti uang kamu." Minah melangkah keluar dari restoran itu. Raditya memandang Minah dengan perasaan yang tidak dapat dilukiskan. Kebenciannya pada gadis itu kini telah berubah.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD