Bab 9

1016 Words
Akhirnya Minah terpaksa menuruti perintah Rachel. Ia tak ingin menambah masalah lagi. Biarlah dirinya menanggung kebencian Rachel, tanpa sepengetahuan Rasti dan Dimas. "Pak Tono! Jangan pernah berani untuk mengadukan pada Mama. Atau aku akan membuat Bapak kehilangan pekerjaan. Anggap saja Bapak tidak pernah mendengarkan perbincangan kami," ancam Rachel. "I-iya Non." Pak Tono bergidik ngeri dengan ancaman Rachel. Ia masih butuh pekerjaan itu untuk menafkahi keluarganya, jadi ia akan menuruti semua perkataan majikannya. Rachel tersenyum bahagia karena berhasil mengerjai Minah. Ia berharap Minah akan segera pergi dari rumahnya karena tidak betah. Kalau gadis itu bebal, ia tak segan-segan untuk berbuat hal lebih lagi agar Minah tahu rasa. *** Minah berjalan dengan tergesa-gesa, hanya tinggal lima belas menit waktu yang tersisa sebelum bel masuk berbunyi. Ia berharap bisa sampai di sekolah tepat waktu. Ini adalah hari pertamanya, ia tak ingin membuat kesan yang buruk. Dengan napas kembang-kempis dan peluh yang membasahi wajahnya, gadis itu terus berjalan menyusuri trotoar. Wajah gadis itu memerah karena lelah berjalan. Untung saja ia masih sedikit mengingat jalan menuju sekolah. Entah bagaimana nasibnya jika Rachel menurunkannya sebelum jalan tadi. Mungkin ia tak tahu jalan dan tak akan sampai ke sekolah. Pukul 6.58 menit Minah akhirnya sampai di gerbang sekolah. Ia sangat bersyukur tidak terlambat datang. Ia segera menuju ke ruang guru. Minah tersenyum, dalam hati ia berjanji akan belajar dengan sungguh-sungguh. Jalan untuk belajar yang sudah dibukakan Rasti dan Dimas tidak boleh ia sia-siakan begitu saja. Dan perihal Rachel dan Radit ia akan mencoba mengatasinya walau ia tahu hal itu tak akan mudah. *** "Harap tenang semuanya!" Bu Mila menyuruh anak-anak di kelasnya untuk berhenti membuat kegaduhan. "Selamat pagi anak-anak." "Selamat pagi Bu," jawab mereka serentak. "Ibu ada kabar baik untuk kalian." "Wah, apa itu Bu? Liburan sebulan penuh ya?" celetuk seorang murid laki-laki yang duduk di meja paling belakang. "Andy! Ini serius! ini bukan waktunya untuk bercanda." "Baik Bu, maaf." "Hari ini kelas kalian akan ada murid baru." "Woaa, ngomong-ngomong cewek apa cowok nih?" gurau Andy lagi. Murid lelaki itu memang murid terbandel di kelas. "Cewek. Sebentar." "Yasminah, silakan masuk!" Bu guru mempersilakan. Minah berjalan masuk ke kelas dengan tertunduk. "Woaaa ...." Terdengar kasak-kusuk di sana-sini. Sebagian ada yang tertawa, dan ada juga yang menatap penuh rasa benci. "Yasminah, silakan perkenalkan diri kamu." "Saya Yasminah. Kalian boleh panggil saya Minah. Umur saya 16 tahun." Minah berbicara dengan logat jawa yang medok. "Apa? Minah? Minah kampung?" celetuk Andi mengolok-olok Minah. "I-iya saya memang dari kampung. Salam kenal semua. Mari kita berteman." Gemuruh tawa terdengar di kelas itu. Semua orang yang ada di kelas itu menertawakan Minah. Dan seseorang bersidekap menertawakan Minah bersama teman-temannya. Kelihatannya perasaan benci juga mendominasi hati orang itu. "Sudah! Sudah! Kalian ini apa-apaan. Menertawakan orang lain. Ada yang salah dengan Minah, hingga kalian tertawa seperti itu?" "Namanya Katrok, Bu." "Penampilannya juga udik banget, euhh ...," ejek Rachel. "Rachel jaga ucapan kamu. Kasihan Minah. Ibu harap kalian dapat berteman baik. Tolong kalian bantu Minah, jika ia menemui kesulitan." "Iya Bu ...," jawab Mereka serentak. "Minah kamu duduk di sebelah Desy ya. Itu kursi kosong yang di depan itu." "Baik Bu, terima kasih." "Dessy, pindahkan tas kamu. Biar Minah duduk di situ." "Baik Bu." Dessy memindahkan tasnya dengan enggan. Gadis itu merasa terusik dengan kehadiran Minah. Wajahnya tak sedikit pun menampilkan kesan ramah. Bahkan ia tak mau berbasa-basi menyapa Minah. Minah duduk tanpa mengindahkan sikap Desy padanya. Yang terpenting sekarang ia harus fokus pada pelajaran. "Baiklah, mari kita mulai pelajaran hari ini." Akhirnya pelajaran pun dimulai. Dan Minah berkonsentrasi penuh menerima ilmu dari guru, ia tak ingin mengecewakan Rasti. *** Minah berjalan menuju kantin hanya sendirian. Bahkan dari tiga puluh lima orang di kelasnya tidak ada yang mau berdekatan dengannya. Ia tahu bahwa Rachel pasti ada hubungannya dengan hal itu. Tapi Minah tak ambil pusing. Ia juga tak mau berburuk sangka, karena yang terpenting untuknya adalah dapat bersekolah dengan tenang dan dapat nilai yang baik ketika lulus nanti. Semua yang Rasti dan Dimas berikan, ia syukuri. Jadi bagaimanapun perlakuan Rachel, ia akan menerimanya. Ia juga akan berusaha mendekati Rachel. Karena Rachel adalah anak orang yang sudah menolongnya. Mungkin ia bisa membalas budi dengan selalu baik pada Rachel. Menuruti semua kemauan gadis itu. Sepanjang perjalanan ke kantin, kasak-kusuk terdengar di sana-sini. Lagi-lagi gadis itu tak menghiraukannya. Biarlah, bagaimanapun keadaannya, ia harus lulus dengan nilai yang memuaskan. Minah duduk di bangku kosong yang berada di sudut kantin. Suasana kantin sangat ramai. Banyak siswa yang duduk berdesakan di kantin itu. Tapi anehnya, tidak ada seorang pun yang mau duduk di bangku yang minah tempati. Padahal bangku itu cukup menampung sekitar enam orang. Dan bangku itu juga dekat jendela yang memungkinkan untuk bisa melihat pemandangan ke taman luar. Minah segera menikmati makanannya. Ia sangat tak nyaman berada di tempat itu. Semua orang memandangnya dengan tatapan tajam, seolah hendak menelan Minah bulat-bulat. "Hei! Enak ya makanannya?" tanya seorang gadis cantik berbando pink sambil bersidekap menatap sinis ke arah Minah. "I-iya Kak." Minah mencoba tersenyum, berusaha bersikap ramah. "Kamu anak baru ya?" "I-iya Kak. Kenapa ya Kak?" Minah bingung. "Pantas saja." Gadis itu terlihat merendahkan Minah. "Sudah Shen, nggak usah berbasa-basi. Kita usir saja cewek aneh ini." "Sabar, tunggu!" Gadis yang bernama Shena itu memberi kode pada kedua temannya dan duduk di hadapan Minah. "Selama dua tahun di sekolah ini, aku selalu duduk di bangku ini. Tak ada yang berani untuk duduk di sini. Karena aku tak suka ada yang menyentuh mejaku." Gadis itu menunjukkan kekuasaannya. "Maaf Kak, saya tidak tahu," jawab Minah ketakutan. "Tidak tahu? Temanmu tidak ada yang memberi tahu?" Minah menggeleng. "Lalu kamu tidak mempunyai inisiatif untuk bertanya?" "Maaf Kak. Saya akan pergi dari meja ini." Minah memutuskan untuk mengalah, ia sangat takut akan membuat masalah. Ini hari pertamanya di sekolah itu. Tentu ia harus melakukannya dengan baik. "Bagus, tunggu apa lagi? Out!" bentak Shena kesal. Minah berdiri dan membawa makanannya. Ia ingin segera pergi dari meja itu. Sebelum ia menjadi pusat perhatian. Namun salah seorang teman Shena, sengaja menjulurkan kakinya dan menjegal kaki Minah. Hingga Minah kehilangan keseimbangan dan jatuh terjerembab. Pyarrr. Mangkuk dan gelas hancur berkeping, Baju Minah basah karena terkena minuman yang ia bawa. Rasanya air mata ingin mengalir karena perbuatan jahat kakak kelasnya itu. Dari ratusan siswa yang berada di kantin itu tidak ada satu pun yang berniat untuk menolongnya. "Apa-apaan ini?" Sebuah suara yang menggelegar memenuhi kantin itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD