The Thief - Silly Clowns, grr-
Sungguh dingin disini, aku menyesal tak memakai sweater. Pepohonan masih setia tumbuh disisi-sisi jalan yang membuat jalanan sangat dingin. Sepanjang perjalanan aku disuguhkan pemandangan alam yang sungguh luar biasa yang telah diciptakan Tuhan. Gunung Taranaki yang menjulang dan disertai salju abadi diatasnya terlihat dari sini.
Mataku membulat sempurna ketika aku merasakan sesuatu yang berbeda saat melihat pepohonan yang membentuk hutan yang lebat dan gelap di didekat perkebunan strawberry di gunung Taranaki. Sisi dari gunung Taranaki yang paling terlihat gelap. Timbul rasa penasaran di sekitarku. Aku berniat menanyakannya pada Berry.
"Tarraaa!!" Berry menjulurkan tangannya untuk menunjuk papan nama yang bertuliskan 'Taranaki School'
"Taranaki School?" tanyaku sambil menautkan alis mataku "Bukankah Taranaki adalah nama gunung itu?" tanyaku sambil menunjuk gunung yang masih terlihat dari sini.
"Yup! disini hanya ada satu sekolah tingat atas. Dan dari sekolah ini dapat langsung melihat gunung Taranaki, maka dari itu sekolah ini diberi nama Taranaki. Hey! Kita hampir telat, Ayo!!" Berry memarkirkan sepedanya dan langsung menarik tanganku hingga aku berlari dengan terseok-seok mengikutinya. Kurasa aku harus menunda pertanyaanku tentang gunung itu.
Koridor sekolah sudah sepi. Untungnya aku masuk ke kelas yang sama dengan Berry, jadi aku tak perlu bingung-bingung mencari kelas.
"Excuse me! Mr, saya telat hari ini. Saya bersama murid baru," Berry berkata dengan sedikit keringat dikeningnya. Guru lelaki itu menatapnya sinis.
"Duduk!" kata guru lelaki itu "Dan kau, masuk! cepat perkenalkan dirimu," katanya dengan tatapan menusuk yang tajam. Huh, pantas saja Berry sampai berkeringat hanya bicara dengan orang menyeramkan ini.
Tak butuh waktu lama bagiku untuk memperkenalkan diri dengan singkat. Guru itupun menyuruhku duduk disamping perempuan jelek dengan dandanan menor.
"Excuse me," kataku sambil tersenyum semanis kubisa kepada perempuan ber make-up tebal ini. Dia hanya menatapku sekilas dan membiarkanku duduk disebelahnya.
"Hi! namaku Samantha," kataku tersenyum padanya dan mengulurkan tangan hanya untuk sekedar berkenalan. Bukanlah jabatan tangan yang kudapat melainkan tatapan sinis yang menurutku tidaklah cocok dengan wajah bermake-up nya yang seperti badut. Seketika aku tertawa kecil.
"Kau menertawaiku?!" katanya dengan mata yang membuka sebesar kelereng dan menatapku naik turun dengan bibir yang dipoles lipgloss secara berlebihan sambil menggumamkan kata-kata yang tak dapat kudengar dengan jelas. Aku tak berniat menjawab perkataannya. Dan mencoba fokus pada pelajaran yang dijelaskan didepan kelas.
Selembar kertas melayang dihadapanku. 'Kantin saat istirahat' itulah isi dari kertas itu. Yang kuketahui kertas itu dari badut sombong disebelahku. Aku hanya tersenyum tanpa mengalihkan pandanganku yang tetap fokus pada penjelasan didepan.
Pelajaran usai, yang berarti saatnya istirahat. "Ke Kantin sekarang!" badut yang ada disampingku memukul meja dan langsung meninggalkan kelas yang mungkin menuju kantin. Aku memutar bola mataku dan langsung melangkah menuju kantin, yang terletak didekat kelasku. Aku tahu jelas posisinya.
"Wow! ini normal? atau sedang ada sesuatu? kenapa sangat penuh?" Aku terkejut melihat isi kantin yang dipenuhi umat manusia.
There she is!
Aku menemukan badut sebangku ku yang sedang makan bersama seorang temannya yang juga bermake-up tebal. Tanpa ragu kulangkahkan kakiku kearah mereka.
"Eve, ini orang yang kau maksud?" teman badut ini menatap tajam padaku.
"Oh, jadi namamu Eve?" aku tersenyum pada Eve-teman sebangku ku-
"Menurutmu?" katanya sambil memutar bola-mata-hitam-pekatnya. Aku hanya tersenyum bodoh. "Yup! kau benar Megan, dia orang yang pergi bersama Berry dan juga berani-berani nya menertawaiku" Eve menunjuk-nunjuk wajahku
"Wow, murid baru. Berry? berani juga kau!" kata perempuan yang bernama Megan ini. Dia mengangkat-angkat dagunya merasa angkuh dan cantik. Padahal? dia tampak seperti ikan koi kehabisan nafas dengan mengangkat dagunya naik-turun seperti itu.
"Tentu saja aku berani! aku tak punya salah pada kalian," tapi, sebenarnya ada masalah apa antara badut-badut ini dengan Berry?
Bukk, tanpa kusadari sebuah tonjokan dari Megan menyasar ke pipi mulusku
"Hell! kau mencoba membunuhku?" kataku langsung saja membentaknya
"Itu adalah pelajaran pertama dihari pertamamu menjadi murid disekolah ini!" ergh! berani-beraninya kau! andai aku masih di New York! orang-orang seperti kalian lah yang menjadi korban bully ku!
"Pelajaran? huh, kau pikir kau seorang guru?!" kataku tanpa ingat bahwa aku harus merubah sifatku, "bahkan siapapun tak ada yang pernah memukulku, dan kau melakukannya? wow!" kataku tanpa menurunkan nada bicaraku, tinggi. Aku memajukan kakiku mendekat satu persatu. Dengan kedua tangan terkepal dikedua sisi tubuhku.
"Apa kau mau memukulku hm? ayo balas! aku tak takut padamu!" tanpa kusadari tangan ini sudah hampir menghantam pipi berjerawat milik badut jelek ini, tak dapat kulanjutkan. Tanganku ditahan oleh sesuatu, yang saat kusadari itu adalah tangan Berry, dia menahanku.
"Sam!" teriak Berry tepat didepan telingaku, Aku menghempaskan tangan Berry yang masih menahan lenganku.
"What?" kataku berteriak dan kurasakan wajahku memerah karena marah.
"Kau tak seharusnya menghiraukan orang-orang seperti mereka!" Berry menarik tanganku dengan keras. Dan menarikku menjauh
"Berry, mereka lah yang mencari masalah denganku! aku sudah mencoba baik dengan mereka! apakah mereka itu gila?" kataku sangat cepat tanpa titik maupun koma.
"Entahlah, mungkin mereka memang gila. Tapi kuharap kau tak pernah menghiraukan mereka lagi," kata Berry dengan perlahan. Aku hanya diam tak menjawab perkataannya, mencoba meredakan emosiku yang terpancing kepuncak tertinggi. "Anggap saja mereka adalah badut pertunjukan yang hanya perlu direspons dengan tertawa."
Bell masuk kelas berbunyi. Berry menyuruhku pindah tempat kesebelahnya. Untunglah aku tak perlu bersebelahan dengan badut jelek.
___________________________________
Author's
Bell pulang sekolah.
"Sam, aku tunggu digerbang depan ya." Samantha hanya mengangguk kecil meng-iya kan perkataan Berry. Karena Samantha masih sibuk menyelesaikan catatannya. Tak perlu waktu lama bagi Samantha untuk menyelesaikannya, Dan merapihkan meja nya serta menyusun buku ke dalam loker.
"Apa ini?" Samantha terkejut saat melihat sobekan kertas di loker nya.
masalah kita belum selesai
sebaiknya kau datang sepulang sekolah nanti.
Hutan T. Taranaki
kita selesaikan ini
Jika kau tak datang, berarti kau pecundang!
see ya, pecundang bodoh!
Wajah Samantha memerah menahan marah. Dia langsung berlari menuju gerbang sekolah dimana Berry menunggu sambil membawa sobekan kertas itu.
"Sudah selesai?" tanya Berry
"Ya," jawab Samantha sambil menaiki tempat penumpang pada sepeda Berry. Sepanjang perjalanan dia berfikir keras, apakah dia harus datang ke hutan yang dimaksud?
"Berry, kau tahu dimana hutan Taranaki?" tanyanya ditengah perjalanan
"Hutan Taranaki, kau lihat saja yang banyak pepohonan didekat kebun strawberry kami," dari sini semua itu masih dapat terlihat jelas.
_____________________________
Berry Devian Bennet
Ada apa Sammi menanyakan hutan Taranaki? jangan sampai dia masuk hutan Taranaki dan memasuki wilayah terlarang didalam hutan itu.
"Berry, Kebun strawberry keluargamu itu jauh dari rumah?" tanya Sammi.
"Ah? hanya 10 menitan dari rumahku," jawabku sambil mempercepat laju sepedaku.
"Woah! Berry jangan cepat-cepat," Sammi berpegangan pada hoodie ku yang kurasakan semakin erat.
Ckittt, terdengar nyaring rem sepeda tua ini.
"Sampaaaiiiiii," kataku riang sambil turun dari sepedaku
"Berry, aku mau muntah! kau membawa sepeda sangat cepat dijalan yang berkelok-kelok," katanya dengan wajah datarnya
"Hahaha sorry sorry," jawabku sambil menggaruk kepalaku yang tidak gatal.
"Ada apa?" Mom ku muncul dari dalam rumah dengan wajah panik. Aku dan Sammi nyengir kuda.
"Nothing, mom." jawabku sambil tertawa bodoh
"Huh, ayo masuk! mom sudah menyiapkan makanan kecil," Mom memasuki rumah terlebih dahulu.
"Ayooo!" kataku menarik tangan Sammi "Kau tahu, mom sering memasak waffle dengan ice cream strawberry untuk makanan di waktu sore begini. Dan rasanya, enak sekali. kau harus coba!" aku membawanya kebelakang rumah dimana ada tempat bersantai bersama keluarga dimana makanan telah tersaji disana.
"Waaah benar! hari ini waffle dengan ice cream strawberry!" kataku langsung duduk disamping momku, yang diikuti oleh Sammi.
"Aunty, dimana Uncle?" tanya Sammi.
"Dia masih di kebun Blueberry, mungkin nanti malam baru pulang" jawab Mom "oh iya, panggil saja Mom dan Dad. Jika kau mau" sambung mom sambil tersenyum dan menuangkan teh ke cangkir-cangkir mungil disebelah waffle. Sammi membalas senyuman mom.
______________________________
Samantha Lynn Hearst
Setelah selesai menghabiskan waffleku aku izin untuk berkeliling, sedangkan Berry tak bisa ikut karena sedang sibuk membersihkan bulu domba.
Kunaiki sepeda milik Berry dan mulai berjalan menuju hutan Taranaki yang dimaksud para badut.
Aku menyusuri satu-satunya jalan menuju kebun strawberry yang disekitarnya adalah hutan Taranaki.
Aku turun dari sepeda dan memarkirkannya di pinggir hutan.
Wuushhh, suara angin yang semakin kencang menerpa tubuhku, untungnya aku tak lupa memakai sweater kali ini.
Aku berjalan lebih kedalam mencari wajah kedua badut itu. Makin kedalam masuk kehutan, makin timbul sesuatu yang aneh kurasakan. Kertas dari badut itu masih kupegang. 'Hutan T. Taranaki' tulisan yang terpampang besar tertulis diatas kayu besar di dihadapanku. Entah sudah berapa lama aku berjalan masuk hingga menemukan tulisan ini. k****a kertas tadi, ada T. juga. apakah hutan Taranaki dan hutan T. Taranaki berbeda? kulihat ada seperti batu-batuan dan kayu yang membuat seperti perbatasan antara hutan tempat aku berdiri dan hutan T. Taranaki.
Aku mengambil beberapa ranting kayu dan bebatuan dari perbatasan ini untuk berjaga-jaga siapa tahu ada binatang buas.
*Deg* aku merasakan rasa aneh yang tadi pagi saat aku melihat hutan gelap dari sekolahku. Apakah ini hutan gelap itu?
"E E--Eve! Megan!" suaraku bergetar saat berteriak nama mereka. Bukan karena takut pada mereka. Tapi karena suasana hutan ini yang sangat mencekam.
Badanku berubah kaku dan terdiam mematung. Mataku membulat sempurna saat melihat seperti bayangan anjing besar berlari dengan cepat. Oh God! apa itu? singa? harimau? cheetah? kuambil lagi beberapa batu dan memasukkan beberapa kedalam kantung celana takut-takut hewan tadi akan datang dan menerkamku.
"Aauuuuuuuuuuu," long-longan hewan yang seakan menangis. Ku eratkan sweaterku dengan kedua tangan. Mulutku sukses menganga lebar saat melihat bayangan itu semakin mendekat.
Perlahan kumundurkan kaki-kakiku. Sesaat kemudian bayangan itu tak berlewatan lagi segera aku berlari dengan kencang hingga keluar hutan. Keringat dingin bercucuran dipelipis dan seluruh tubuhku. Badanku terasa sangat berat. Kini aku tak peduli Megan dan Eve akan berkata aku pecundang atau semacamnya!
Itu dia sepeda Berry, dengan cepat aku berlari dan langsung menaikinya. Ku kayuh sepeda ini secepat yang ku bisa, sinar matahari pun telah tergantikan dengan cahaya bulan. Sampai didepan rumah keluarga Bennet aku teringat akan batu yang kumasukkan kekantung celanaku.
"Oh God! pantas saja aku tak bisa berlari dengan mudah, batu-batu ini terbawa" kataku sambil melemparkan batu-batu ini didepan rumah keluarga Bennet.
Aku berlari masuk dan tak melihat adanya Aunty Sarah, Berry ataupun Uncle Josh. Segera aku berlari kekamarku untuk menghilangkan keringat dingin yang tak kunjung mereda.
Perasaanku biasanya menunjukkan kebenaran! dan yap! Perasaanku benar bahwa ada sesuatu yang aneh pada hutan itu.
Aku takut sekarang! kupejamkan mataku berharap akan cepat tertidur. Dan harapanku langsung terjawab aku tertidur.
_____________________________
"Berry!!! Josh!!! Matthew mati!" mataku mengerjap beberapa kali. Aku baru terbangun dari tidurku karena teriakkan Aunty Sarah di pagi hari. kau tahu? ini pukul 3 pagi.
Karena penasaran aku keluar, kebelakang rumah tepatnya di mana peternakan keluarga Bennet Berada.
Berry, Uncle Josh dan Aunty Sarah sedang membawa kuda putih yang lemas tak berdaya keluar dari kandang kuda. Dengan cepat aku berlari dan membantu mereka yang nampaknya kesusahan. Mereka meletakkan kuda ini di luar peternakan, dekat tempat bersantai sore hari tadi.
Aunty Sarah, Uncle Josh dan Berry terlihat sedih. Kuda ini, adalah kuda yang Berry dan aku naiki untuk berkeliling kemarin. Kuda putih kesayangan keluarga Bennet bernama Matthew.
"Entahlah, ada apa dengan Matthew. Lehernya terluka parah gigitan hewan buas. Pagar tak ada yang rusak hanya pintu kandang yang didobrak paksa. Tetapi tak ada darah yang tersisa disekitar lukanya," kata Aunty Sarah sambil memandang lurus pada kuda Ponny putih yang menawan itu.
"Mungkin ada penduduk yang merasa kudanya terkalahkan maka ia membawa anjingnya untuk membunuh Matthew. Sudahlah mom, ini masih malam istirahat saja dulu," kata Berry sambil mengusap matanya yang sesekali masih terpejam
"Benar kata Berry, Sarah. Kita sebaiknya istirahat dulu," Uncle Josh membenarkan perkataan Berry. Aunty Sarah, Berry, aku dan Uncle Josh memutuskan untuk kembali tidur. Entahlah sejujurnya aku belum bisa tidur lagi.
Ku lihat buku diatas meja, buku yang bertuliskan SECRET BOOK itu. Tak berniat untuk membacanya aku hanya ingin mengembalikan ke tempatnya berasal-lemaribuku-
Triing triiiiing triiiing, sesuatu jatuh dari dalam buku dan menyentuh lantai hingga menimbulkan bunyi yang nyaring seperti coin jatuh.
Sebuah cincin berbentuk melingkar-lingkar dengan sebuah batu kecil berwarna merah ditengahnya. Bentuknya lucu, kupakai dijari manis tangan kiriku.
"Manis," kataku memandang cincin itu sambil tersenyum kecil. Rasa kantuk kembali menghampiri yang memaksaku untuk kembali ke alam mimpi
To Be Continued...