Memory of Holo-caust

1335 Words
"Adrian gak ada cerita soal Cassie?" Umminya bertanya dikala Shilla baru saja muncul di meja makan. Semalaman ia lembur di rumah sakit. Subuh tadi, diantar Ali pulang ke rumah. Mobilnya? Tentu saja ditinggal. Ia tak kuat menyetir. Mana mengantuk sekali pula. Kebetulan cowok itu datang karena baru memulai shift-nya. Ya lebih tepatnya memang ada jadwal operasi, tapi ia datang jauh lebih cepat. Jadi masih ada waktu lah. "Enggak. Aku aja sibuk, um." Ya boro-boro. Bisa bertemu di rumah saja sudah syukur. Mana ia mau mengajar juga dua jam lagi. Jadi harus bersiap. "Dia gak pernah mau ke makamnya Cassie." Shilla hanya diam mendengarnya. Ia juga sedih lah. Ya gimana? Disaat Rahma dan Intan menikah. Ya Tsamara, sahabat karibnya semasa kuliah juga sama. Cassie lah yang menemaninya. Paling tahu bagaimana perasaannya pada sang mantan. Menjadi tempat curhatan terdalamnya. Hal-hal yang tak bisa ia katakan pada orang lain, tapi bisa ia ceritakan pada Cassie. Bahkan menjadi orang yang paling menjaga rahasianya. Gimana gak menangis tiap memikirkan Cassie? Jadi ia tak terbayang bagaimana sedihnya Adrian. Ya tak mau memaksa Adrian untuk membuka lembaran baru juga. Toh hal yang sama berlaku padanya kan? Sementara itu, yang dibicarakan tentu saja sudah mendarat di Jerman. Ya sudah sampai sejak kemarin sore. Ia rehat di hotel. Hari ini? Ia sibuk mengurus bisnis. Bisnis abinya memang berpusat di sini untuk wilayah Eropa. Mungkin karena strategis saja. Berlin tentu menjadi kota pilihan terbaik untuk mereka. Dan tak lupa, sudah berlangsung puluhan tahun. Usai rapat dan bertemu dengan investor, ia akhirnya pulang. Pulang ke hotel. Walau malamnya kembali keluar. Akan pergi ke mana? Gerbang Brandenburg. Tapi tujuan utamanya bukan di sana. Tujuan utamanya adalah Monumen h*******t. Lokasinya memang tak jauh. Monumen ini didirikan untuk mengenang kaum Yahudi yang menjadi korban pada saat terjadi tragedi h*******t. Ya bisa dibilang p*********n Yahudi? Ya itu lah. Tapi tempat ini justru membawa kenangan yang berbeda untuknya. Apa? "Will you marry me?" Ia melamar Cassie di sini. Di dekat monumen h*******t yang tentu saja membuat raut wajahnya berubah kecewa. Hahahaha! Ya bayangkan, ia berekspektasi tinggi. Berpikir kalau Adrian mungkin akan melamarnya di restoran mahal yang romantis. Mungkin di depan Menara Eifel juga tak menjadi masalah. Hahahaha. Tapi nyatanya? "Kamu tuh mau bikin aku seneng di atas penderitaan orang lain ya?" Adrian tertawa kala itu. Ia tak bermaksud untuk menembaknya di sana. Hanya mengumpulkan keberanian. Dikala ia siap mengatakan itu ya baru deh ia berani mengutarakannya. Sialnya memang tempatnya kurang romantis. Walaupun begitu, lamarannya tentu tak akan ditolak. "Will or not?" Adrian terus menagih jawabannya. Tentu saja sudah jelas mau lah. Mana mungkin ia menolak kan? Ia jatuh cinta pada Adrian mungkin diusia sekitar 19 menuju 20 tahun. Dan butuh waktu sepuluh tahun untuk bisa menunggu lamarannya. Yang tentu saja hampir membuatnya frustasi. Impian menikah muda pun sudah sirna dari benaknya. "I will doong. Masa enggak sih?" Hahahaha. Cara menjawabnya pun begitu. Jelas saja Adrian senang. Cowok itu berpekik 'yes' tanpa henti. Hal yang membuat Cassie tertawa. Mana tiba-tiba dipeluk pula. Ia kaget lah. "Nanti kamu dimarahin ummi kalau peluk-peluk gini." Ia tertawa. Ia hanya tak bisa menyembunyikan rasa senangnya. Hal yang tentu saja membuat Cassie terheran-heran kala itu. Kok bisa sesenang itu sih? Bukan kah mereka bersama ya selama lebih dari sepuluh tahun? Ia juga tak mungkin menolak kan? "Ik hou van je!" Ya dikala Cassie sibuk berpikir, tiba-tiba Adrian mengatakan itu. Ia tertawa. Ya senang lah. Mana tubuhnya diangkat lalu dibawa berputar-putar. Indah sekali malam itu. Walau latar belakang monumennya begitu menyedihkan. Bahkan mungkin mereka tak seharusnya terlalu bahagia seperti itu kan? Kini Adrian hanya bisa meratapi kenangan itu. Melihat kembali foto-foto lama ketika mereka berfoto di sana. Ya hanya berdua. Walau suasananya malam hari. Tapi wajah keduanya tampak bahagia sekali. Bahkan ada videonya luga yang sudah lama tak diputar Adrian. "Driiiiii!" Awalnya memang muncul wajah Cassie. Ya selfie di depan kameranya. Tapi kemudian wajahnya ikut muncul. "Ini bukan selfie tauk. Ini video!" Ia hanya ingin merekam momennya. Apa yang ia bisikkan pada kameranya? "Aku dilamar Adrian! Dilamar! Dilamar!" Hahahahaha. Ia tampak girang. Anehnya, melihat wajahnya sebahagia itu justru membuat Adrian mengurai air mata. "Ngomong apa sih kamu?" Adrian mengelus rambutnya dari belakang. Cassie terkekeh. "Aku pengen pamer cincin aja ke hape kamu niiichh. Lihaaat niiich!" Ia memamerkan jarinya. Kelakuannya tentu saja membuat Adrian gemas. Hahaha. Kemudian reflek mencium keningnya yang membuat Cassie kaget. "DRI!" HAHAHAHA. Adrian malah tertawa. Cassie sungguh kaget. "Kalau kayak gini caranya, aku gak mau jalan berdua sama kamu lagi loh!" Karena ia takut dimarahi si ummik. Hahahaha. Tapi Adrian malah santai. "Yakin? Nanti kan menikah sama aku, jalannya pasti berdua!" Hahahaha. Cassie tertawa. Jadi malu. Mana mukanya merah pula di kamera itu. Tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Meski ya sepulangnya mereka ke Indonesia setelah dari Jerman, tentu saja dimarahi habis-habisan oleh ummi dan abi Adrian. Hahaha. Ye lah. Wong cuma berdua perginya. Gimana gak marah? Shilla nyengir dari kejauhan. Sumpah ia keceplosan. Hahahaha! Tapi setelah itu kan Adrian bilang kalau mereka berencana menikah. Jadi ya abi dan umminya gak ngegas lagi. Agak santai dan akhirnya fokus mereka teralihkan untuk turut sibuk mempersiapkan lamaran dan pesta pernikahan. Adrian ingin pestanya besar-besaran. Ya namanya juga merayakan hari bahagia. Sayangnya, tak pernah terjadi. Hari bahagianya hancur dan berganti duka. Kini pun hatinya masih hancur. Beberapa orang tentu melihatnya dengan aneh. Karena ia justru menangis melihat rekaman video itu. Gimana enggak, itu memori terindah yang pernah terjadi di dalam hidupnya. Gimana ia bisa melupakan Cassie? Begitu pulang dari sana, ia tentu menuju hotel. Belum akan tidur. Ia susah tidur sejak Cassie tiada. Kerjaannya kalau insomnia begini ya pasti membuka aplikasi yang terhubung pada ponsel lama Cassie. Sayangnya, ponsel itu entah jatuh di mana. Entah mungkin remuk. Entah lah. Ia tak tahu lagi. Nasibnya sama tragisnya dengan yang punya. Setidaknya Adrian masih memasnag aplikasi mata-mata itu untuk tahu kegiatan Cassie. Dan tentu saja tak pernah ada lagi perubahan bukan? Obrolan terakhir ya dengannya. Ketika ia mengatakan pada Cassie untuk hati-hati dan gadis itu memamerkan foto keberadaan terakhirnya. Foto-foto? Ada foto dari galeri hape Cassie. Foto-foto terakhir yang ia temukan ya masih foto-foto yang terakhir ia lihat minggu lalu. Foto Cassie bersama teman-temannya. Sekaligus menjadi momen terakhir mereka juga. Beberapa di antaranya ditemukan meninggal. Ada yang koma dan akhirnya meninggal. Ada yang selamat juga. Ya tragedi pahit yang tak pernah Adrian ingin terjadi. Harusnya ia larang Cassie untuk pergi saat itu ya? Kantor Cassie juga berkabung waktu itu. Karena kan Cassie pergi bersama teman-teman kantor. Walau tak semua yang ikut. Tentu hanya beberapa. Tapi ya meninggal bersama. Walau Adrian masih belum menerima kematian itu. Ia masih berharap Cassie masih hidup. Tapi takdir-Nya, apapun bentuknya, bukan kah yang terbaik? Masih banyak foto Cassie yang ia simpan. Tak akan ia buang apalagi hapuskan. Kenangan bersama perempuan itu ibarat separuh hidupnya. Ia bahkan masih hidup bersamanya. Walau tak lama ya tidur juga. Mungkin butuh melow dulu untuk bisa tidur ya? Esok paginya, ia sudah berangkat. Ya harus ke kantor lagi walau cuaca dingin. Karena ini sudah menuju akhir tahun. Wajar kalau cuacanya dingin begini kan? Ia berjalan santai menuju kantor yang lokasinya tepat di seberang gedung apartemen di mana ia tinggal. Ya apartemen dan hotel sih. Karena bisa disewa tahunan bahkan ada ruangan-ruangan yang memang dibuat selayaknya apartemen. Ia berjalan di atas zebra cross disaat lampu pejalan kaki berganti hijau. Kemudian berbelok ke kanan. Karena pintu masuknya kan agak ke kanan. Ah ya dikiri dan kanannya ada banyak ruko-ruko mewah. Bisa dibilang ini memang pusatnya. Ponselnya berdering saat itu juga. Ada nama asistennya yang muncul. "Bos! Bos di mana? Belum bangun? Saya di depan kamar bos, tapi kok diketuk-ketuk gak keluar sih bos?" Aaaah. Ia lupa. Hahahahaha. Ia meninggalkan asistennya. Biasanya memang kalau dinas begini pasti berangkat bersama. "Lo nyusul aja. Gue udah hampir sam--" Bruukkk! Ada yang tak sengaja menabrak lengannya hingga ia menjatuhkan ponselnya. Ah tapi bukan hanya ia yang menjatuhkan barang. Orang itu juga. "Entschuldigen Sie bitte meine fehler!" Seseorang mengucapkan dengan sopan. Begitu Adrian membalik badannya, cowok itu terpaku. @@@ Catatan: Entschuldigen Sie bitte meine fehler : mohon maafkan saya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD