Lagi-lagi Renata mendapat mimpi itu.
Dia berbaring di kegelapan, terdengar suara di kesunyian. Petir mulai menyambar. Ia bangkit dari tidurnya, bergerak sepenuh tenaga. Seakan ada sesuatu yang liar merangsek keluar dari tubuhnya.
Siapakah aku? Pertanyaan itu bergema dalam hatinya, berulang-ulang!
***
Renata menaruh sandwich yang dibuatnya di tepak makan pink. Valen sempat melihat ada noda sambal di tepak itu, juga ada butiran nasi kering yang menempel disitu. Pertanda yang mencuci tepak itu tak melakukan tugasnya dengan baik. Siapa lagi oknumnya kalau bukan Renata. Dan sandwich itu nyaris gosong dengan noda coklat belepotan dimana~mana. Intinya penampilannya tak menarik minat sama sekali.
"Apa aku harus membawa kotak bekal itu Renata? Aku akan bersekolah di SMA, bukan masuk TK."
Renata tak mempedulikan protes halus Tuan kecilnya, ia memasukkan tepak pink tadi ke kotak bekal, juga s**u kotak rasa strawberry. Bukan Valen yang meminta, tapi Renata sendiri yang antusias menyiapkan bekal sekolah Valen. Ia tak sadar bahwa Tuan kecilnya itu masuk SMA, bukan anak TK yang harus disiapkan bekal sekolahnya.
"Tuan kecil, membawa bekal dari rumah itu lebih sehat, tauk! Lebih hi-gie-nis."
Tapi tentu saja harus dilihat dulu siapa yang menyiapkannya. Kalau Renata sih, tak bisa dijamin deh kebersihannya. Namun lagi~lagi Valen tak tega membantah perintah Renata. Maidnya ini sangat suka memaksakan kehendaknya.
"Tuan kecil, aku mandi dulu ya. Lalu kita berangkat ke sekolahmu."
Valen sontak membulatkan matanya. "Apa kau juga sekolah, Renata?"
Renata terkikik centil. "Masih cucok ya aku menjadi anak SMA?"
"Masih sih," jawab Valen polos. Secara penampilan Renata masih nampak imut dan modis sih.
"Tuan kecil, thanks buat sanjungannya. Tapi aku malas sekolah lagi, otakku sudah bebal kalau disuruh belajar. Aku hanya ingin mengantar Tuan kecil ke sekolah, daripada tak ada kerjaan."
"Nanti kamu bosan, Renata," tolak Valen halus.
"Enggaklah, Tuan kecil. Aku tak pernah bosan menjalani hidup ini," ucap Renata sambil terkekeh geli.
Saat Renata mandi, Valen langsung mencuci ulang tepak kotor tadi, mengeringkannya dan memasukkan sandwich setengah gosong tadi ke tepak yang sudah bersih. Seperti biasa, dia yang membereskan pekerjaan Renata yang amburadul.
Secara diam~diam tentunya.
***
Sisil sengaja datang pagi. Semalam ia belum sempat mengerjakan PR-nya, jadi pagi ini ia ingin mencari contekan. Kali aja ada yang PR-nya bisa diserobot, mungkin si nerd Alfa bisa ditodongnya! Tapi sepertinya dia datang kepagian. Kutu buku Alfa belum nampak keberadaannya. Sisil menunggu dengan wajah bosan. Tak lama kemudian ia mendengar suara celotehan ramai seorang wanita.
"Tuan kecil, ini kelas barumu. Belajarlah yang rajin. Bergaul yang baik dengan teman barumu. Terus jangan lupakan bekal sekolahmu, nanti saat jam istirahat jangan lupa dimakan. Tak usah jajan di kantin. Ngirit kan.."
Hah?! Apa ada murid baru diantar pembokatnya dan dibawakan bekal sekolah? Hellow.. ini SMA , bukan TK! Sisil jadi penasaran, ingin tahu seperti apa anak mami yang menjadi teman barunya.
Yang pertama dilihatnya si pembokat. Tampilannya terlalu modis untuk seorang pembokat dan dia cantik, masih muda lagi. Jangan~jangan itu kakaknya. Lalu Sisil melihat cowok yang dipanggil Tuan Kecil itu. Dia langsung terkesima. Tampannya luar biasa dan sangat berkilau. Wajahnya polos dan manis, seperti anak kecil yang belum mengenal dosa. Rasanya Sisil jatuh cinta saat pandangan pertama.
"Halo, nama gue Sisil. Lo murid baru kan," sapa Sisil sambil menyodorkan tangannya.
Cowok itu diam saja, hanya menatap dengan ekspresi polosnya.
"Tuan.. ehm, little bro ada teman mengajak kenalan kok didiamkan. Sambut dong tangannya." Renata menyikut lengan Valen, setelah itu barulah Valen menyambut uluran tangan cewek didepannya.
"Valen," katanya datar.
"Hai Sisil, aku Renata,kakak Valen."
Idih Renata, didepan orang lain dia mengakui Valen sebagai adiknya. Gengsi dong kalau mengaku maidnya!
"Halo Kak," sapa Sisil sambil tersenyum manis. Calon kakak ipar nih.
Mereka berbasa~basi sebentar, sementara Valen hanya menatap kosong. Begitu Renata pergi, dia langsung memilih tempat duduk paling belakang, dekat jendela. Lalu cowok itu asik melamun sambil memandang sesuatu di luar jendela. Sisil semakin penasaran. Cowok ini unik, tak seperti cowok~cowok lain yang pernah dikenalnya. Ia sangat misterius. Sepanjang hari ini Sisil sibuk memperhatikan Valen.
Saat mengenalkan diri ia hanya menyebutkan namanya singkat, tanpa keterangan lainnya. Teman~temannya memberondongnya dengan berbagai pertanyaan, namun Valen hanya menanggapi dengan senyuman sopan.
Sepanjang jam pelajaran, cowok itu sama sekali tak memperhatikan guru. Ia terus mengamati pemandangan diluar jendela. Sisil jadi penasaran, ada apa diluar jendela? Ternyata biasa saja, lantas hal menarik apa yang diamati Valen sedari tadi?
Saat jam istirahat, Valen tak pergi kemanapun. Ia tetap duduk di tempatnya, sambil memakan bekal yang dibawanya dari rumah dari tepak pink (??), berisi sepotong sandwich setengah gosong dan s**u strawberry. Sembari... lagi~lagi asik memandang sesuatu di luar jendela.
Aneh! Cowok itu aneh, tapi unik!
***
Renata tak langsung pulang setelah mengantar Valen masuk kelasnya. Dia justru asik berkeliling, siapa tahu bisa bertemu dengan seseorang yang membuat hatinya resah. Hingga ia tiba ke kebun sekolah. Ia menemukan seorang pekerja yang sedang merawat kebun. Dengan terampil pria itu menggunting semak didepannya hingga menghasilkan bentuk yang indah. Kerjanya bagus dan cepat!
Sekonyong-konyong orang itu menoleh dan memamerkan senyum manisnya.
"Renata kau mencariku atau memata~mataiku?" goda Darius Wangsa. Wow, dia terlihat macho dan seksi dengan kostum berkebunnya.
"Menurutmu yang mana?" sahut Renata menyambut godaannya.
"Kuharap keduanya. Aku suka bila stalkerku wanita secantik dirimu," tukas Darius sambil terkekeh geli.
Renata ikut tertawa riang. Entah mengapa berdekatan dengan pria ini membuatnya terbuai.
"Bersedia menemaniku menikmati pisang goreng dan secangkir kopi?" Darius menawarkan dengan ramah.
"Secangkir berdua? Pelit sekali kau, Bung!" canda Renata merespon ajakan Darius.
"Secangkir berdua? Ide bagus yang romantis, bukan karena pelit Renata." Darius tertawa terbahak.
Mereka pun menikmati pisang goreng hangat bersama secangkir kopi manis. Darius tipe pria yang sangat menyenangkan, membuat Renata betah berlama~lama dengannya.
"Renata, apa kamu punya waktu luang di akhir pekan ini? Aku ingin mengajakmu makan malam, untuk membuktikan bahwa aku bukan pria pelit," cetus Darius tiba-tiba.
"Apa kau baru saja mengajakku kencan Mr?"
"Bila kau tak keberatan."
Renata tersenyum manis. "Baik, mari kita berkencan.."
***
Byarrrr.
Renata terbangun gegara listrik padam. Tumben. Renata meraba dalam gelap, ia berniat mencari Tuan kecilnya. Renata takut akan kegelapan dan apapun yang ada dalam kegelapan. Setelah meraba~raba cukup lama, ia menemukan ponselnya. Dengan memakai penerangan lampu di ponselnya, Renata berjalan keluar kamarnya. Ia menuju kamar Valen.
Pintu kamar Valen terbuka sedikit. Renata melongok kedalamnya.
Deg.
Ia melihat pemandangan yang aneh. Tuan kecilnya nampak sangat bercahaya ditengah kegelapan kamar. Dan ia tengah berbicara dengan sosok bercahaya didepannya. Sosok itu bersayap dan sangat menyilaukan!
Renata terkejut dan jatuh pingsan seketika! Saat terbangun, ia berada di kasurnya.. dalam kamarnya sendiri. Dan listrik telah menyala. Di sampingnya duduk dengan tenang Tuan kecilnya.
"Apa yang terjadi? Mengapa aku pingsan?" Renata tak ingat apapun kejadian yang membuatnya pingsan.
"Saat menemukanmu, kau sudah tersungkur diatas lantai. Mungkin kamu terpeleset sesuatu, Renata," ujar Valen.
Entahlah, Renata tak mengingat apapun. Tapi sepertinya ia melihat pemandangan yang membuatnya syok.
"Tuan kecil, kurasa aku melihat hantu," ucap Renata bergidik.
"Hantu? Disini?" tanya Valen dengan pupil mata sedikit melebar.
Renata mengangguk ketakutan. Sekilas mata Valent menyorotkan rasa geli.
"Jangan meledekku, kau tahu aku paling takut hantu!" geram Renata.
"Sosok jagoan sepertimu takut hantu?" tanya Valen tak percaya.
Renata mendengus kesal. "Kau meledekku lagi."
"Bukan, aku hanya heran."
"Tuan kecil, please temani aku tidur malam ini. Aku takut tidur sendirian," rengek Renata sambil memegang ujung kaus Valen.
Cowok itu ternganga lebar.
"Renata, kukira itu bukan ide yang baik," sahutnya grogi.
"Kenapa? Apa kau takut kumakan?!" sindir Renata pedas.
Valen menatap horor. "Kau makan manusia, Renata?"
"Bukan berarti makan dagingnya, tapi makan..." Renata susah menjelaskannya pada cowok sepolos ini. "Sudahlah, pokoknya aku tak akan menganggumu. Aku bukan p*****l tahu." Lagi-lagi Renata menyebut kata p*****l yang membuat Valen bingung.
"Tuan kecil, aku hanya ingin ditemani malam ini. Aku takut hantu itu kembali lagi! Kalau kau takut kuapa~apakan, tidurlah di sofa itu," Renata menunjuk sofa panjang dekat ranjangnya.
Kurang ajar sekali maid satu ini! Sudah semena-mena memaksa majikannya menemaninya tidur di kamarnya, dia masih tega menyuruh majikannya tidur di sofa sempit itu. Tapi bodohnya Valen mengiyakan permintaan maidnya. Dia merebahkan tubuhnya di sofa, meski terasa tak nyaman Valen tidur dengan mudah.
Mendadak hujan turun dengan deras, petir terdengar keras bersahut~sahutan! Renata menutup telinganya dengan gulingnya. Satu hal lagi, ia paling benci petir! Sepertinya ada trauma yang tak pernah diingatnya.
JEBLARRR!!
Kali ini petir yang menyambar terdengar sangat keras dan terasa dekat! Renata terpekik ngeri. Spontan ia berlari kearah sofa tempat Tuan kecilnya tidur. Dan ia segera merebahkan dirinya disitu, seraya memeluk Tuan kecilnya dengan erat.
Tuan kecilnya nampak tak terganggu. Wajahnya terlihat damai dalam lelapnya hingga membuat Renata merasa lebih tenang.
Malam itu ia tertidur di sofa, dengan memeluk Tuan kecilnya erat seakan ia tidur dengan memeluk boneka bearnya yang hangat dan menenangkan.
Bersambung