05 : Back to School

1473 Words
Renata merasa heran dengan Tuan kecilnya. Dia pasti anak orang kaya, tak mungkin ortunya tak sanggup membiayai sekolahnya. Tapi mengapa Tuan Kecil tidak pernah sekolah? Mestinya usia sebayanya masih hahahihi di SMA tertentu, tapi buat apa dia mendekam di rumah doang?! Lalu Tuan kecilnya juga tak banyak omong, cool banget. Kalau bukan Renata yang ceriwis, pasti rumahnya bakal sunyi senyap. "Tuan kecil, gak bosan di rumah terus?" tanya Renata penasaran. "Tidak, Renata. Rumah ini nyaman bagiku," jawab Valen. "Tapi seharian di rumah.. eh, berhari~hari di rumah, Tuan kecil tak ingin melakukan sesuatu di luar?" "Aku akan keluar bila ada perlu." Perlunya apa? Perlunya kapan? Perasaan tak pernah perlu. Ih, bisa lumutan Renata disini. "Tuan kecil, yuk kita keluar. Aku ingin menunjukkan sesuatu yang menarik bagimu." "Bagaimana kalau kau keluar sendiri saja, Renata?" Tuan kecil berusaha mengelak. Tentu saja Renata tak bisa ditolak, dia mendorong tubuh majikannya keluar dari Penthousenya. Mereka berkeliling di sekitar penthouse dengan mengendarai mobil. Kebetulan SMA elit yang ada didekat kediaman majikannya adalah SMA Chciludey. Renata meminta Tuan kecil menghentikan mobil disitu. Saat itu pukul satu siang, siswa~siswa SMA Chciludey mulai berhamburan keluar. Dengan wajah ceria mereka bercanda dan bersenda gurau dengan temannya. "Lihat Tuan kecil, indah sekali bukan?" Renata menunjuk pemandangan di depannya. Valen ikut mengamati dengan ekspresi datarnya, ekspresi manis tapi kosong. Ingin Renata mengguncang wajah polos nan manis itu, hingga bisa menampilkan ekspresi lainnya. Ekspresi penuh gairah, mungkin? Sepertinya Tuan kecilnya ini perlu dikenalkan indahnya b******a. "Tuan kecil gak ingin bersekolah seperti mereka itu?" Valen menoleh ke Renata dengan heran, apa maidnya mengira dia masih di usia wajib sekolah? "Sekolah? Perlukah itu?" "Tentu! Bila kita ingin menjadi anak yang berguna kita harus rajin belajar. Dimana lagi tempat belajar yang paling baik selain di sekolah?! Tuan Kecil, buatlah orang tuamu bangga dengan belajar yang baik dan mencetak prestasi di sekolah!" Renata dengan berapi~api menjelaskan pada majikannya. Valen membisu, dia menatap sekolah didepannya tanpa minat. Kemudian ia merasakan sesuatu, ada yang tak beres dalam sekolah ini. Apa ia perlu masuk kedalamnya untuk mencoba memantaunya? "Baiklah, ayo kita masuk ke sekolah ini." Valen turun dari mobilnya, melangkah menuju gerbang sekolah. Renata terbelalak mendengar ajakan Tuan kecilnya. Ih, apa pidatonya tadi begitu menyentuh hingga Tuan kecilnya langsung mengiyakan permintaannya? Dengan tergopoh~gopoh Renata mengikuti langkah panjang Tuan kecilnya. "Selamat siang Mbak, ada perlu apa?" Security sekolah bertanya pada Renata. "Ini.. dia mau survey mencari sekolah baru, Pak," jawab Renata sambil menunjuk Valen. "Ow, Mbak ingin mendaftarkan adiknya. Silahkan masuk, Mbak." Renata diantar Pak Satpam masuk ke ruang administrasi. Sedangkan Valen justru asik mengelilingi sekolah. Mengapa aku seperti dijadikan sandera? Pikir Renata kesal. Kekesalannya langsung menguap begitu ia menemukan sesosok wajah tampan yang dikenalnya. "Lho.. Renata kan?" "Ehmm.. Christopher kan?" tanya Renata berpura~pura lupa~lupa ingat. Padahal dia sangat mengingat pria yang telah menawan hatinya ini. "Yup, aku menjadi guru disini. Mengapa kamu disini?" Jadi si ganteng ini guru disini! Fix, Renata pasti akan memastikan Tuan kecil bersekolah disini! Bagaimanapun caranya! "Aku mau mendaftarkan.. ehm, adikku, sekolah disini." "Ohya, yang mana adikmu?" Christopher memandang sekelilingnya, mencari sesosok tubuh yang cocok menjadi adik Renata. "Ehm, dia lagi keliling. Mungkin ingin menengok sekolah barunya." "Oh, bagaimana kalau kita berbincang di ruanganku?" ajak Christopher. Renata mengiyakan, lalu Christopher membawanya ke ruangan pribadinya. Ternyata Christopher adalah kepsek SMA Chciludey! "Duduklah Renata, kamu mau minum apa?" "Yang the best lah. Hehehe, yang ada saja deh." Christopher membuatkan Renata kopi luwak spesial yang asli alamiah. "Hmm enak banget," komentar Renata saat menyesapnya. "Ceritanya biji kopi ini sengaja dimakankan pada hewan luwak trus dicerna, nah biji kopi yang keluar dari tubuh luwak itulah yang diproses hingga menjadi kopi berkualitas tinggi." PROTT !! Begitu mendengar penjelasan Christopher, tak sadar Renata menyemburkan kopinya keluar. Sialan, kopi yang diminumnya adalah perwujudan dari taik hewan luwak! Renata merasa jengah dan tambah frustasi saat menyadari sebagian semprotan kopinya mengenai wajah Christopher! "Ampun, ampuni aku," buru~buru Renata mengambil sapu tangannya dan mengelap wajah Christopher. Dia tak sadar posisi wajahnya sangat dekat dengan wajah Christ saat melakukan itu. Lalu Christ memegang tangan Renata yang sedang mengelap wajahnya. Barulah saat itu Renata menyadari betapa dekat posisi mereka. Kemudian apa? Renata menunggu aksi selanjutnya dari Christ. Pria itu memegang tangan Renata, kemudian melepasnya setelah mengambil saputangan Renata. "Biar kubersihkan sendiri saja," katanya sambil tetap menatap Renata dengan intens. "Oke, aku mencari adikku dulu. Takut dianya nyasar," Renata buru~buru meninggalkan kantor Christopher. Lebih lama lagi bisa diciumnya pria itu. Menggoda sekali sih! *** Darius Wangsa memperhatikan gadis cantik yang sedang mencari sesuatu. Gadis itu terlihat sangat enerjik, bergelora dan powerfull. Pasti energinya berlimpah. Dan baunya juga wangi, entah wangi apa. Darius Wangsa tersenyum, kini ia sudah mendapatkan target perburuannya. "Mencari apa Nona?" Renata menoleh dan melihat pria tampan yang menyapanya sangat ramah dan nampak menyenangkan. "Mencari siapa tepatnya," sahut Renata sambil tersenyum manis. Berdekatan dengan pria ini terasa nyaman sekali. Entah mengapa, seakan bertemu dengan sahabat lama. Darius tertawa kecil, "siapa itu pasti bukan diperuntukkan bagiku kan." "Hehehehe, bukan. Aku mencari Tuan.. eh, adik kecilku. Dia akan bersekolah disini. Tadi dia berkeliling~keliling sendiri." "Wah, jangan~jangan dia tersesat. Sekolah ini luas sekali. Mari kubantu mencarinya Nona...." "Renata, Anda?" "Darius Wangsa. Senang berkenalan denganmu Renata." Darius mengulurkan tangannya. "Wakasek kan?" tanya Renata sambil menyambut uluran tangan Darius. Terasa hangat dan menenangkan. Darius membulatkan matanya lucu. "Wow, apa tak kusadari kini aku telah menjadi selebritis?" Renata terkekeh geli. Pria ini lucu, hangat dan menyenangkan. Membuat betah berdekatan dengannya. "Aku baca dari diagram susunan kepengurusan di ruang kepsek." "Jadi kau sudah bertemu dengan si Ganteng Chris? Kurasa pesonaku sudah luntur tertutup oleh kemilaunya," kata Darius menggoda. "Hahahaha, tidak. Kalian sama~sama memikat." "Terima kasih Renata." "Untuk apa?" "Karena sudah menggombaliku," sahut Darius kocak. Renata terkikik dan tak sadar mencubit pinggang Darius dengan gemas. Entah mengapa berdekatan dengan lelaki ini membuatnya gemas sendiri. "Renata.." tiba~tiba terdengar seseorang menyapanya. Hampir Renata melupakan Tuan kecilnya yang kini menatapnya dengan aneh. Tatapannya tak seteduh biasanya. "Tuan ke.. eh, Valen. Kenalkan ini Pak Darius Wangsa. Wakasek sekolah ini. Aku sudah mendaftarkanmu di sekolah ini loh." Renata memang lancang sekali. Belum juga Tuan kecilnya setuju, dia sudah memutuskan menyekolahkan Valen disini. Untungnya Valen setuju. Dia mengangguk, sambil menatap Darius Wangsa penuh selidik. Valen bisa membaca riwayat kejahatan seseorang, namun hanya saat orang itu beraksi, hingga hawa kejahatannya amat terasa. Pria ini terlihat baik dan menyenangkan, namun ada sesuatu yang aneh padanya. Dia terlalu membuai bagi siapapun yang didekatnya. Valen merasa ada sesuatu yang tak wajar, ia perlu mengawasinya. "Valen, apa kau sudah selesai mensurvey sekolah barumu? Menyenangkan kan. Welcome boy" sapa Darius ramah. "Lumayan,"sahut Valen datar. "Renata, bisakah kita kembali?" pinta Valen seperti orang jenuh. "Yup, My little bro. Darius, aku pergi dulu." "Silahkan Renata, kapanpun datanglah kemari. Kami akan menyambutmu dengan tangan terbuka." Renata menggangguk sambil tersenyum manis. *** Didalam mobil dalam perjalanan pulang, Valen menyetir dengan wajah serius, seakan ada sesuatu yang sedang dipikirkannya. Sedangkan Renata justru asik tersenyum sendiri. Ia masih terbayang~bayang akan dua pria yang sama memikatnya di sekolah tadi. Sama~sama tampan, sama~sama gagah, sama~sama menyenangkan dan mempesona. Valen melirik maidnya dan berdehem. "Ya, Tuan kecil?" tanya Renata gelagapan.. "Renata, hentikan pikiran konyolmu. Pria itu.. dia tak baik," cetus Valen tak suka, ada sedikit nada dingin dalam ucapannya. Renata heran, tumben Tuan kecil bersikap seperti ini. "Amboi, Tuan kecil. Tak rela ya Renata dekat dengan pria lain? Cemburu kan?" goda Renata, tangannya bergerak usil menggelitik pinggang Valen. Valen terkejut dan sontak menginjak rem mobilnya mendadak! Akibatnya Renata yang tengah mencondongkan tubuhnya kearah Valen jadi tersungkur masuk dalam pelukan cowok itu. Dan wajahnya menempel pada wajah tuannya. Bibirnya menempel erat ke bibir Valen yang kebetulan saat itu menoleh padanya. Sesaat suasana di mobil terasa aneh, seakan ada hawa beraliran listrik didalamnya! Renata terpukau mengamati wajah Tuan kecilnya dalam jarak sedekat ini. Ternyata Tuan kecilnya amat mempesona, sangat sangat memikat. Dan bibirnya.. semanis madu. Membuat Renata tergoda untuk melumat bibir itu. Stop it Renata, jangan p*****l begitu! Renata mengingatkan dirinya sendiri. Dengan enggan Renata melepaskan dirinya, ia kembali ke tempat duduknya. Suasana canggung menyelimuti mereka. Wajah Valen merah padam. Ia malu, bukan hanya karena menempelnya bibirnya dengan bibir Renata, tapi juga karena apa yang ada dalam pikiran Renata! Ia tak sengaja membacanya dan merasa.. Entah apa yang dirasakannya, ia bingung sekali! Sementara itu Renata mengusap tengkuknya yang tak gatal, tanda ia merasa gugup. Ia melirik Tuan kecilnya dan melihat wajah cowok itu merah padam. Sifat usilnya muncul seketika. "Hei, Tuan kecil. Apa itu tadi ciuman pertamamu?" "Apa???..." Tuan kecilnya semakin tenggelam dalam rasa malunya dan sangat imut. Gemesssss! Ingat Renata, jangan p*****l!! Pedofil.. pedofil.. Batin Renata nelangsa. "Apa itu p*****l?" tanya Valen penasaran. Jleb! Renata kini yang tak sanggup menjawab. Sialan, dia lupa kalau Tuan kecilnya punya bakat cenayang! "p*****l itu... orang dewasa yang suka boneka imut," jawab Renata ngawur. Valen mengangguk meski dia masih bingung. Jika demikian, mengapa konotasi kata itu terasa negatif? Dia gagal paham! Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD