Hari ini Renata berjanji akan bertemu dengan Dion di pasar. Masih ingat kan dengan Dion, mantan maling cilik yang kini ditampung di Rumah Singgah? Dia mengajak bertemu, katanya ada yang ingin dibicarakannya.
Renata sedang bersiap pergi ketika ia melihat Tuan kecilnya berdiri terpaku didepan dinding kaca, menatap sesuatu di luaran. Kebiasaan yang aneh! Sepertinya Tuan Kecilnya ini perlu diajari bersosialisasi dengan benar.
"Tuan Kecil, aku akan pergi ke pasar. Bertemu sobat cilikku," pamit Renata.
Tanpa menoleh Tuan Kecilnya mengangguk. Ih, sebal! Rasanya Renata ingin mengguncang~guncang tubuh itu supaya timbul gairah hidupnya! Renata mendekati Tuan Kecilnya. Spontan Valen mundur menjauhi gadis itu.
"Jangan lakukan itu, Renata."
"Lakukan apa?" tanya Renata bingung.
"Mengguncangku supaya ada gairah hidup," jawab Valen polos.
Renata tertawa terbahak~bahak. Ia lupa Tuan Kecilnya cenayang, jadi bisa membaca pikiran Renata.
"Tuan, tadinya aku tak berniat macam~macam. Tapi gegara melihat tingkah Tuan, aku jadi tergelitik.." Renata menggerak~gerakkan kesepuluh jari tangannya.
Valen menatap ngeri. "Hentikan Renata! Jangan macam~macam."
Ia terus mundur hingga terpojok di tembok. Bagaikan predator, Renata terus mendekati mangsanya.
"Bagaimana cara membuatmu b*******h, Tuan? Supaya kau terlihat manusiawi."
Renata memikirkan berbagai macam cara jahil tuk menggoda tuannya hingga Valen membolakan matanya karena membaca pikiran kotor itu! Renata yang tingginya hanya sebahu Valen, berjingkat dan mendadak menggigit leher Tuan Kecilnya! Tampaklah tanda merah menyala di leher Valen. Pipi Valen merah padam dibuatnya. Dan maidnya yang kurang ajar itu malah terkikik melihatnya.
"Sekarang Tuan kecil terlihat lebih manusiawi, tidak flat membosankan seperti biasanya," komentar Renata tengil.
"Ini sama sekali tidak lucu Renata," tegur Valen kesal.
"Makanya Tuan Kecil, tunjukkan sisi manusiawimu. Bersosial, kek. Gaul dong sama orang lain, jangan menyendiri terus!"
Valen jadi merenung, apa ia tidak terlihat manusiawi? Dia sudah berusaha bertingkah seperti manusia.
"Ayo Tuan Kecil ikut aku," ajak Renata sambil menggandeng tangan Valen.
"Kemana?"
"Bersosialisasi!"
***
Dion menatap sepasang insan didepannya dengan penuh minat, pandangannya langsung tertuju pada tanda merah di leher Valen. Cowok kecil itu terkikik geli, lalu membisiki Tia yang duduk disampingnya. Otomatis Renata merasa curiga.
Plak! Dipukulnya kepala Dion dengan gemas.
"Hayo, ngerumpiin apa?"
Dion cengar~cengir seperti kuda mabok dan main mata dengan Tia. Membuat Renata semakin penasaran.
"Tia, Dion ngomongin apa sih?"
Tia malah balas bertanya, "Kak Rere dan Kak Valen betul pacaran ya?"
Crottt!!
Tak sadar Valen menyemburkan teh hangat yang baru diminumnya. Tiga pasang mata menatapnya untuk melihat responnya.
"Tidak, tidak, aku dan Rere.. kami tidak pacaran," sanggahnya jujur. Entah mengapa Valen ikut memanggil Renata jadi Rere, terdengar lebih nyaman memanggilnya begitu.
"Ngaku saja, Bos! Tuh buktinya," kata Dion sambil menunjuk leher Valen.
Valen melirik tanda merah di lehernya.
"Ini bekas gigitan Rere," jelasnya polos, apa adanya.
Renata terkekeh geli, dia memilih membiarkan anggapan salah itu bercokol di kepala kedua anak kecil itu.
"Udah, tak usah m***m, Bocah! Ngapain memanggilku? Mau bayar utangmu?" tagih Rere sambil lalu.
"Idih, Kak Rere. Sekarang Kakak sudah punya cowok kaya, kok masih mempermasalahkan duit kecil?" rajuk Dion, mencoba berkelit dari kewajibannya. Kemudian dia mencoba mengalihkan perhatian orang pada Valen.
"Bos, di tempat Bos pasti banyak mainan keren~keren. Apa boleh sesekali aku main kesana?"
Valen dan Renata menjawab bersamaan.
"Boleh." Valen tersenyum ramah.
"Nggak boleh!!" Renata mendelik galak.
"Datanglah kalau kau mau Dion, tapi tak ada mainan di tempatku," jelas Valen.
"Ciyus lu? PS juga gak punya?" Dion menatap heran.
"Apa itu PS?" tanya Valen bingung.
Dion langsung tepok jidat! Ternyata ada makhluk sekuper ini hidup di bumi tercinta! Jadilah Valen diajak ke tempat persewaan game. Dion mengajarinya bermain game. Dasar tak berbakat, kalah mulu si Valen! Sepertinya Dion setengah mengerjainya.
Seusai bermain game, Valen masih dipalak mentraktir makan es krim pasukan tak tahu malu itu. Mereka makan es krim dengan antusias.
"Hmmmm, belum pernah aku merasakan es krim selezat ini. Kenyanggggnya." Si Dion bersendawa sambil memegang perut buncitnya. Heran badannya cungkring tapi perutnya buncit, mirip penderita busung lapar saja.
"Hei, Bocah buduk! Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi. Buat apa kamu mengajakku bertemu, hah?!"
"Oh iya, hampir lupa. Aku membawa pesan dari Om Botak. Dia tak bisa menghubungi Kak Rere, kontak ponselnya hilang. Dia punya job buat Kakak."
Ih, lama juga Renata tak beraksi. Kangen juga ingin mengerjai orang. "Ohya, job apa?"
"Katanya Kak Rere diminta berperan menjadi simpanan milyarder."
"Lagi??"
Renata tak sadar, saat ini Tuan Kecilnya menatap tak suka padanya.
"Rere, apa kamu sering menipu orang seperti ini?" tanyanya sedih.
Renata melihat kekecewaan di mata Tuan Kecilnya, herannya hal itu membuatnya galau.
"Ehmm, sebenarnya gak terlalu sering. Aku kan tak sembarangan menerima job. Hanya menyanggupi job yang tujuannya baik, atau job untuk memberi pelajaran pada orang jahat." Renata membela dirinya.
"Tapi tetap saja caranya salah. Kamu menipu orang, itu dosa, Re."
Renata menghela napas berat, mendapat ceramah Valen menyebabkan dadanya nyesek.
"Jangan lakukan itu lagi, Re," pinta Valen.
"Iya, akan kupertimbangkan," sahut Renata diplomatis.
"Kak!" protes Dion.
Renata menggelengkan kepalanya, memberi kode khusus pada Dion.
Dion mengangguk setelah memahaminya.
***
Kencan pertama Renata dan Darius diadakan di restoran Perancis yang bernuansa romantis. Seumur hidup baru kali ini Renata makan di tempat yang begitu elegan dan mahal.
"Mau pesan apa, Renata?" Darius menawarkan dengan sopan.
Renata melirik buku menu didepannya, mau pilih apa? Ngerti juga kagak yang tertulis disitu.
"Sama denganmu saja, Darius."
Darius memesan dua porsi paket makanan dari hidangan pembuka hingga ke penutup dan juga anggur merah untuk minum mereka. Duh, Darius terlihat keren dan elegan dengan stelan jas kasualnya. Renata menatapnya kagum.
"Apakah ada bintang di wajahku?" canda Darius narsis.
"Iya, banyak sekali. Kau terlihat sangat berkilau," sahut Renata sambil tersenyum manis.
"Begitu pula denganmu Renata. Apa aku lupa mengatakan betapa cantiknya dirimu malam ini?"
"Kau telah mengatakannya sebanyak sepuluh kali."
Darius tertawa renyah, matanya ikut tertawa bersama bibirnya.
Makan malam mereka berlangsung sangat menyenangkan, hingga selesai makan mereka meninggalkan resto mewah itu.
"Renata, apa kau keberatan kuajak mampir ke rumahku? Aku lupa membawa kado yang kupersiapkan untukmu. Aku ingin sekali memberikan padamu malam ini."
Renata mengiyakan ajakan Darius tanpa rasa curiga, bersama Darius membuatnya terbuai dan menghilangkan rasa was~wasnya. Mereka sampai ke rumah Darius yang cukup mewah dan terkesan kuno.
"Masuklah Renata.." ucap Darius mempersilakan tamunya masuk.
Darius membukakan pintu rumahnya. Renata melangkah masuk dan langsung mengedarkan pandangannya.
"Rumahmu bagus. Seperti peninggalan Belanda ya?" komentar Renata kagum.
"Kakekku memang orang Belanda."
"Pantasss.."
Darius mendekati Renata dan memeluknya dari belakang.
"Renata, aku menyukaimu. Sejak pertama kali melihatmu aku sudah jatuh cinta padamu."
Renata terkejut mendengarnya, jantungnya melonjak tak karuan.
"Secepat itukah?" desis Renata tak percaya.
"Aku juga tak menyangkanya. Perasaan ini baru sekali kualami."
"Apa yang membuatmu menyukaiku?" tanya Renata penasaran.
"Kamu wangi," jawab Darius sambil mengendus ceruk leher Renata membuat gadis itu menggelinjang kegelian.
Darius membalikkan tubuh Renata, menatap gadis itu dengan pandangan membiusnya. Lalu ia mencium Renata penuh gairah. Perlahan di bimbingnya Renata hingga jatuh diatas sofa. Spontan Renata memejamkan matanya, menyesap kemesraan bertubi~tubi yang dicurahkan padanya.
Renata terbuai dan larut dalam permainan cinta Darius. Hingga alarm dalam kepalanya berbunyi, ada suara seseorang dalam benaknya.
Rere, sadarlah! Lihat siapa didepanmu!
Ia segera membuka matanya. Di depannya Darius telah berubah wujud. Wajahnya menghitam, matanya terlihat semerah bara!! Renata menjerit ketakutan! Ia mendorong tubuh Darius dan secepatnya berlari keluar rumah. Tak dipedulikan kaki telanjangnya yang tergores kerikil. Renata terus berlari. Dan ia terhenyak saat menubruk sosok bersayap putih.
Renata terpojok, didepannya ada sosok bersayap putih, di belakang menyusul Darius yang berubah mengerikan.
"Kemarilah, aku akan menolongmu," pemuda tampan bersayap putih itu mengulurkan tangannya.
Renata menatap ragu, sebelum terdengar suara di kepalanya.
Percayalah, dia akan menolongmu Re. Berjalanlah kearahnya.
Renata menyambut uluran tangan itu. Lantas bersembunyi di balik sosok raksasa sosok berkilau itu.
"Siapa kau?! Mengapa kau turut campur urusanku?!" bentak Darius menggeram marah.
"Darius Wangsa, kau iblis durjana yang menyedot hawa kehidupan manusia. Dengan kuasa yang diberikan dari Sang Malaikat Agung Utama, aku akan menghukummu!" ucap sang sosok berkilau.
Darius tersenyum dingin.
"Terlalu banyak bacot! Ayo lawan aku kalau kau mampu!"
Darius membuka mulutnya dari liang mulutnya keluarlah asap kehitaman yang menebarkan bau busuk. Renata menutup hidungnya, namun ia masih tak tahan hingga muntah-muntah parah. Pemuda penolongnya mengibas~ngibaskan kedua sayapnya untuk menghalau asap kehitaman itu kembali kearah Tuannya!
Darius melotot garang. Belum sempat ia melancarkan serangan selanjutnya, mendadak ada tali yang bergerak seperti ular membelit tubuhnya dari kaki dan terus naik hingga ke dadanya terus ke lehernya. Darius terjebak, tak mampu bergerak sama sekali!
"Lepaskan aku! Lepaskan aku b*****t!"
Tali itu terus membelit hingga keatas. Akhirnya seluruh tubuh Darius tertutup oleh tali. Pria itu berteriak dan memaki dengan suara tak jelas dari dalam belitan tali itu. Perlahan pemuda bersayap putih itu mengepalkan tangannya. Bersamaan dengan itu, tali yang membelit tubuh Darius mengerucut, dan merasuk kedalam tubuh Darius!
Darius melolong kesakitan. Tali yang membelitnya semakin mengerucut, dari sela~sela tali itu meleleh cairan berwarna merah kehitaman dan berbau sangat busuk! Darius terus memekik kesakitan dengan suara mengerikan, menunjukkan bahwa ia telah sekarat! Suara lolongan itu semakin lama semakin lirih. Hingga berhenti untuk selamanya. Tali itu terjatuh di tanah. Tak ada lagi sosok tubuh didalamnya. Yang ada hanya genangan darah berwarna merah kehitaman dan berbau busuk.
Renata terduduk lemas di tanah, isi perutnya menjadi kosong gegara terus-terusan muntah sedari tadi.
"Renata, kau baik saja?" tanya pemuda bersayap putih itu.
"Siapa kau?" Renata balik bertanya dengan suara lirih.
"Aku Angelo. Angelo Azalea."
Renata hanya menatapnya dengan pandangan kabur, lalu ia pingsan.
***
Matanya masih terpejam, tapi telinganya sudah sadar seratus persen. Ia mendengar percakapan itu.
"Apa dia baik-baik saja?" Terdengar suara Tuan kecilnya.
"Reagan sudah memeriksanya, Pep. Dia hanya syok."
"Terima kasih kau menyelamatkannya, Angelo." Suara Valent terdengar tulus.
"Tak masalah, Pep. Aku hanya menjalankan petunjukmu. Tali Malaikat itu senjata yang tepat untuk mengalahkannya."
"Maaf aku tak bisa membantumu, kebetulan ada sesuatu yang harus kuperiksa."
"Tak usah segan, Pep. Aku senang bisa membantu. Boleh aku dan teman~teman membantu misimu?"
"Akan kupikirkan. Kurasa kalian boleh membantu, tapi hal ini tak bersifat mengikat. Kalian bebas pergi kapan saja."
"Bagaimana dengannya? Apakah kau akan membuatnya lupa ingatan lagi, Pep?"
Apa aku yang dimaksud mereka? Pikir Renata kalut. Mereka akan membuatku lupa ingatan!!
TIDAK!!
Renata sontak membuka matanya dan meloncat dari ranjangnya.
"Jangan sekali~kali menipu ingatanku!! Aku tahu kau..." Renata menunjuk Angelo. "Kau malaikat! Kau yang menolongku dan kau.." Renata menunjuk Tuan Kecilnya. "Jadi Tuan kecil juga malaikat? Tuan pernah beberapa kali menolongku dan menghapus ingatanku."
Entah darimana Renata memiliki pemahaman itu, mendadak muncul begitu saja di kepalanya.
"Pep, dia?" tanya Angelo bingung.
Valen menatap Renata dengan intens, lalu ia menghela napas berat.
"Ingatannya sudah kembali. Aku tak mampu menghapus ingatannya untuk selamanya."
"Jadi kau hanya bisa menghapus ingatannya sementara waktu? Imposible!" cetus Angelo nyaris tak percaya.
"Aku juga tak tahu mengapa ini terjadi."
"Pep, kurasa ia bukan manusia biasa!" ucap Angelo takjub.
Renata yang sedari tadi dibicarakan namun tak dianggap kehadirannya merasa kesal. Dia bertepuk tangan untuk menarik perhatian kedua pria agung didepannya.
"Gentleman, disini ada lady makan permen. Haizzz jadi ngacau! Maksudku, teganya kalian ngacangin diriku. Lalu jangan menghapus lagi ingatanku. Percuma, daripada menghabiskan waktu dan tenaga. Sebentar aku juga mengingatnya lagi."
Angelo dan Valen saling memandang penuh keraguan.
"Aku sumpah. Demi Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kudus, Maha Penyayang, dan Maha segala~galanya, aku tak akan membocorkan rahasia ini! Rahasia kalian aman kubawa hingga ke liang kubur!"
Angelo terkekeh geli. "Dia lucu Pep, dimana kau menemukannya?"
Valen menjawab pelan, "dia yang menemukanku, dia yang memanggilku."
Ternyata Tuan kecil bisa juga bercanda, meski dengan wajah datarnya! Renata tersenyum geli. Kemudian ia tergelitik bertanya karena penasaran, "Tuan Kecil, mengapa kau dipanggil Pep oleh Angelo?"
Angelo yang menjawabnya, "Pep singkatan dari Punishment. The Punishment. Huruf P depannya diplesetkan menjadi Pep. Gaul kan?"
Gaul apanya? Menurut Renata jadi aneh. Pep bisa singkatan dari Pepsodent, atau Peplana, atau Pepsing, atau Pepsimis. Tentu saja pikiran Renata ngawur dan tak dapat dipertanggung jawabkan.
Sekian dulu.
Bersambung