"An! Kamu nggak pulang?" tanya Risna yang sudah bersiap meninggalkan ruang guru. Bahkan wanita itu juga sudah menyampirkan tas di bahu kanan.
Ana mengulas senyuman. "Sebentar lagi juga pulang."
"Aku duluan ya? Sampai ketemu besok. Bye, Ana!"
"Hati-hati di jalan!"
Dua bulan bekerja sebagai seorang guru di sekolah ini, jujur Ana begitu bahagia. Lingkungan tempat kerjanya juga sangat nyaman. Ana juga memiliki rekan kerja yang sangat baik dan ramah. Mau membantunya yang masih sering menemukan kendala sebagai seorang guru baru.
Setelah kepergian Risna, disusul oleh para rekan kerjanya yang lain hingga giliran Ana yang ikut keluar meninggalkan ruang guru. Hingga hari ini, untuk dapat pulang dan pergi bekerja Ana masih mengandalkan ojek online. Mungkin setelah uang tabungannya cukup, Ana akan membeli sebuah motor agar dia bisa lebih bebas untuk bepergian ke mana-mana.
Pandangan mata Ana tertuju pada arena bermain yang ada di taman. Tampak oleh dua netra Ana, seorang anak didiknya masih bermain sendirian di sana. Gegas Ana mendekati, karena selain khawatir Ana juga merasa ikut bertanggung jawab atas keselamatan dan juga kenyamanan anak didiknya.
"Zeva!" panggilnya yang direspon senyum lebar oleh bocah berusia tujuh tahun yang saat ini sedang bermain perosotan.
"Hai, Miss!" Bahkan dengan ceria Zeva malah melambaikan tangannya. Tidak tahu saja jika Ana sedang khawatir dengannya.
"Zeva kenapa masih di sini? Miss pikir Zeva sudah pulang." Ana menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan berharap menemukan orang lain yang bersama anak didiknya ini. Entah suster atau orangtua gadis kecil itu.
"Oh, itu Miss. Aku masih nunggu papa jemput."
"Loh, jadi sejak tadi Zeva belum dijemput?"
Kepala Zeva menggeleng. Makin panik saja Ana dibuatnya. "Terus sekarang Zeva di sini sama siapa?"
"Tadinya sih aku sendirian. Tapi sekarang sudah enggak. Kan ada Miss Ana," jawab Zeva disertai cengiran lebar.
Oh, Tuhan. Ana merasa beruntung karena dia segera mengetahui dengan keberadaan Zeva di sini. Jika tidak ... entahlah. Karena seharusnya orangtua Zeva sudah menjemput sejak tadi karena jam belajar memang selesai sejak satu jam yang lalu. Ana merasa teledor dan lalai menjaga muridnya. Karena biasanya, dia juga akan selalu memastikan murid-muridnya keluar dari kelas sudah ditunggu jemputannya masing-masing.
"Zeva, ayo turun sayang. Kita tunggu jemputan di depan saja."
Zeva menurut. Turun dari atas perosotan yang langsung ditangkap oleh Ana.
"Zeva!" Suara panggilan yang berasal di belakang tubuhnya, membuat Ana menolehkan kepalanya.
Di sana, tak jauh darinya, seorang lelaki tampan berbalut jas hitam, berjalan tergesa mendekat dengan wajah sedikit cemas.
"Papa!" teriak Zeva antuasias karena yang ditunggu-tunggu sejak tadi datang juga.
Ana pun dengan ramah mengulas senyuman. "Pak Arkan!"
"Miss Ana. Terima kasih sudah menjaga, Zeva. Maaf saya terlambat menjemputnya."
"Oh, tidak apa-apa, Pak. Kebetulan saya sendiri juga tadi tidak tahu jika Zeva belum pulang. Saya pikir Zeva sudah dijemput sejak jam pelajaran tadi selesai."
"Seharusnya sopir yang menjemput Zeva. Tapi ada sedikit kendala mobilnya mogok. Dan kebetulan saya juga baru saja selesai meeting. Jadi saya telat jemput. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih karena Miss Ana sudah menjaga putri saya dengan baik."
"Sama-sama, Pak. Sudah menjadi tugas saya untuk menjaga Zeva dan semua anak murid di sekolah ini."
"Zeva, ayo kita pulang?"
"Iya, Pa."
Ana membantu mengambil tas sekolah milik Zeva yang tergelak di atas bangku taman. Lalu memakaikannya di punggung Zeva.
"Pamit dulu sama Miss Ana," pinta Arkan yang dituruti dengan patuh oleh Zeva.
"Miss Ana. Saya pulang dulu, ya?"
"Iya, sayang. Hati-hati di jalan."
Arkan tersenyum. "Miss Ana. Kami permisi pulang duluan."
"Silahkan, Pak."
Arkan melirik penampilan Ana yang sepertinya juga akan pulang jika dilihat dari tas yang Ana bawa.
"Eum ... Miss Ana mau pulang juga?" tanya Arkan memberanikan diri.
Ana menganggukkan kepalanya. "Iya, Pak."
"Miss Ana pulangnya naik apa? Kenapa enggak bareng sama kita aja?" Kali ini, tawaran itu terlontar dari bibir mungil Zeva.
"Oh, itu Miss Ana pulang dengan ojek online."
"Ya udah kalau begitu pulang bareng sama kita aja. Papa pasti juga tidak keberatan antar Miss Ana pulang. Iya kan, Pa?" Zeva mendongakkan kepalanya meminta persetujuan pada sang papa.
Arkan sendiri sebenarnya tidak keberatan. Hanya saja, pria itu malu pada Ana. Takut jika Ana berpikir bahwa dia sedang mencari kesempatan. Padahal sebenarnya memang demikian. Siapa juga yang tidak tertarik dengan sosok wanita cantik dan ramah seperti Ana. Hanya saja Arkan tahu diri akan statusnya yang seorang duda. Tidak sembarang perempuan mau didekati oleh duda sepertinya.
"Iya, Miss Ana. Ikut bersama kami saja."
Ana sebenarnya ragu, akan tetapi Zeva terus memaksa dengan menarik-narik lengannya. "Ayo, Miss. Daripada Miss Ana naik ojek."
"Apa tidak merepotkan?"
Arkan lekas menjawab, "Sama sekali tidak merepotkan."
Dan Ana pun dengan terpaksa ikut dengan mereka.
•••
Kenandra baru saja memarkir mobilnya di depan resto yang terkenal dengan menu ayam goreng crispy-nya. Siang ini, sebelum kembali ke kantor karena lelaki itu usai meeting dengan klien, Ken akan menemani Tisa dan Chiko makan siang terlebih dulu karena tadi Tisa meneleponnya dan memintanya agar ikut bergabung makan siang. Karena kebetulan jalannya searah dengan kantor, jadilah Ken menyetujuinya.
Mesin mobil sudah dimatikan dan pria itu bersiap keluar. Hanya saja, tanpa sengaja lagi-lagi Ken harus melihat sosok wanita yang merupakan istrinya keluar dari dalam sebuah mobil yang parkir persis di depan mobilnya.
Ken terdiam sesaat dengan pandangan tak lepas menyaksikan Ana yang rupanya tidak sendirian. Melainkan bersama sosok gadis kecil yang Ken tahu adalah teman sekolahnya Chiko yang baru saja ulang tahun beberapa minggu yang lalu.
Tidak satu kali ini saja Ken melihat kedekatan Ana, Zeva dan papanya Zeva yang seorang duda. Ken jadi penasaran. Apa kiranya hubungan yang terjalin di antara mereka.
Pria itu mendengus tidak suka. Setelah ketakutan yang sempat dia rasakan. Takut andai Ana mengadu yang macam-macam pada mamanya terkait hubungannya dengan Tisa yang masih berjalan hingga sekarang. Ini malah Ana mencoba bermain api di belakangnya dengan menjalin hubungan bersama seorang duda. Tidak mungkin jika mereka tak ada hubungan apapun juga karena yang Ken lihat mereka lebih mirip seperti keluarga kecil bahagia.
Ken tersenyum miring. Lihat saja apa reaksi Ana saat dia memergoki sendiri jika istrinya itu sedang selingkuh di belakangnya?
Tanpa pernah Ken pikirkan apa yang selama ini mengganggu pikiran Ana atas hubungan yang ia jalani bersama Tisa.