When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
Pulanglah ke London, gadis itu terlalu suci untuk lelaki pendosa sepertimu. William menggenggam kuat stir mobilnya dengan sekuat tenaga. Jemarinya bahkan memutih sebagai pertanda gejolak amarah. Sepenggal kalimat itu sedari tadi menari-nari di kepalanya seperti radio rusak yang menyakiti organ tubuhnya. Beruntung jalanan pagi masih sepi sehingga dia bisa menuntaskan emosinya dengan menancap gasnya dengan kecepatan tinggi layaknya orang yang kehilangan akal. Ketika tubuhnya sudah mengenal letih, William menepikan mobilnya di pinggir jalan. Dadanya naik turun karena emosi, dia menyandarkan keningnya di stir mobil. Sambil memejamkan mata, William sengaja mengalihkan pikiran dengan mengingat kembali serpihan kenangan manis dirinya bersama Angel. Liam aku mencintaimu. Jangan meninggalkanku