When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Kau tampak bahagia." William mendudukkan dirinya di samping Bobby. Dia menatap keseluruhan tubuh lelaki itu dengan mencemooh. Ketika perkataannya hanya dibalas kebisuan, dia merendahkan kepalanya mencoba untuk menatap wajah Bobby yang tertunduk. "Kau bisu atau tuli?" tanyanya lagi dengan suara mengejek. "Kau pikir setelah apa yang kau lakukan padaku, aku akan melupakan semua itu begitu saja?" Bobby membalas perkataan William dengan pertanyaan, kemudian mengangkat wajahnya. "Kita tidak sedekat itu hingga membuatku harus memberitahu semua isi perasaanku." sambungnya kemudian. Bibir William mengurai tipis, dia menarik wajahnya untuk mengamati ekspresi Bobby. "Kau tidak takut padaku?" William berujar dengan rendah, menyelipkan ancaman di perkataannya. "Apa yang harus ku takutkan. Aku su