When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Apa yang kau lakukan!" seru sosok lelaki paruh baya dengan suara menggema. Jantungnya seolah tercabut paksa ketika melihat darah berceceran di lantai. "Dia melukaiku. Dan aku membalasnya." sahut anak kecil itu dengan memasang wajah tidak bersalah. "Tutup mulutmu Andreas! Dasar anak gila!" Lelaki paruh bayah itu yang tak lain adalah Charles meringsut maju lalu mendorong tubuh Andreas dengan kasar hingga terjerembab di lantai. Mata Andreas menggelap di penuhi oleh kemarahan yang luar biasa. Dengan tatapan menusuk, dia berdiri dari lantai lalu melangkah ke depan Charles. "Aku... tidak... gila... Charles!" gerahamnya mengetat murka ketika berucap, "Jika aku gila, kau pun juga gila, bukankah kita sedarah? Jangan lupakan bahwa di dalam tubuhku masihlah darah Handerson." sambungnya kemudian