Seorang pria keluar dari ruang makan yang memiliki akses menuju pantai. Ia bergerak cepat menuruni tangga seakan takut ketahuan oleh orang-orang. Setelah tiba di pantai, Yoshiki menghela napas lega karena ia baru saja melarikan diri dari para wanita yang sibuk mengerubunginya seperti lalat.
Yoshiki meneguk air mineral yang dibawanya sambil berdiri memandang laut malam. Namun, tiba-tiba ia mengernyitkan pandangannya melihat sesosok manusia yang sedang duduk di tepi pantai.
Hanya dalam beberapa detik saja Yoshiki langsung mengenali rambut merah menyala itu tanpa perlu menanyakan siapa pemiliknya. Ia sudah mendengus sebal karena tidak menyangka akan melihat Mika lagi. Yoshiki sudah hendak berbalik agar Mika tidak menyadari kehadirannya di sana. Ia tidak mau gadis itu ikut-ikutan histeris mendekatinya setelah sekian lama Yoshiki terus menerus menghindarinya.
Namun, sebelum Yoshiki sempat membalikkan badan, ia melihat Mika yang beranjak dari tempatnya. Yoshiki hanya memperhatikan kemana gadis itu hendak pergi dan terus menatap punggungnya. Mika terus saja berjalan lurus menuju laut hingga Yoshiki langsung mengernyit memperhatikan apa yang hendak dilakukan gadis itu.
Hujan turun seketika dan angin kencang mulai menerpa. Nampaknya akan terjadi badai malam ini hingga Yoshiki harus mencari tempat untuk berteduh segera. Namun, tatapannya tidak bisa teralih dari Mika yang terus berjalan seakan kehilangan jiwanya.
Mika berjalan terus hingga kakinya telah terendam selutut oleh air laut. Nampaknya gadis itu terus saja berjalan dan air laut telah mencapai pinggangnya. Gadis itu bahkan tidak mempedulikan air hujan yang mulai membasahinya. Yoshiki membesarkan bola matanya terkejut melihat hal itu.
Apa dia mau bunuh diri ??? pikir Yoshiki dengan rasa cemas yang tanpa disadarinya muncul begitu saja.
Sebelum Yoshiki sempat berkompromi dengan otaknya, kakinya lebih dulu berjalan cepat ke arah Mika. Bahkan Yoshiki harus berlari mengejarnya karena air laut telah mencapai d**a gadis itu.
Lokasinya cukup jauh dari Mika hingga Yoshiki khawatir ia tidak akan sempat untuk mengejarnya.
“Mika !!! Apa yang kau lakukan ???!!” teriak Yoshiki seketika hingga membuat langkah Mika terhenti seketika.
Gadis itu tertegun mendengar suara pria yang paling dirindukannya di tengah gemuruh hujan dan suara ombak. Ia berbalik dan melihat Yoshiki masih berlari ke arahnya. Senyum Mika merekah melihatnya mendekat.
Syut !
Mika tiba-tiba kehilangan pijakan. Batu karang yang dipijaknya mendadak runtuh dan gadis itu seketika terjatuh tenggelam ke air laut. Yoshiki membelalak melihatnya.
“MIKA !!!”
Ia berteriak kuat tanpa disadarinya dan rasa cemas menjalarinya. Yoshiki langsung berenang menuju tempat Mika. Ia kesulitan untuk melihat karena malam membuat laut itu begitu gelap dan air hujan juga berkali-kali mengaburkan pandangannya. Ombak bahkan begitu ganasnya hingga membuatnya berkali-kali terbawa arus.
Mika juga terbawa arus dan ia berusaha berenang. Namun, tiba-tiba kakinya menabrak batu karang besar karena pandangannya terhalang oleh air hujan. Mika menjerit kesakitan tapi ia langsung terbatuk karena air laut langsung masuk ke mulutnya saat ia berteriak.
Batu karang itu cukup tajam hingga melukai kaki Mika. Gadis itu membatin cemas karena darahnya bisa memanggil hewan buas untuk mendekat. Mika berusaha untuk berenang kembali ke pantai namun kakinya terasa sangat sakit sekali.
Ia sudah hampir kehilangan tenaga untuk terus berenang karena ombak terus menyeretnya menjauh. Mika bahkan berkali-kali meminum air laut yang masuk ke mulutnya hingga ia kesulitan untuk bernapas.
Greb !
Ada yang memegang pinggangnya dengan erat. Mika berusaha melihat apa yang terjadi dan siapa yang menolongnya. Dilihatnya wajah Yoshiki tepat berada di sampingnya dan lelaki itu sedang berusaha untuk berenang membawa Mika.
“Kimura-kun !” seru Mika tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.
“Dasar bodoh ! Apa yang kau lakukan di tengah badai seperti ini ??!!” marah Yoshiki dan sebelum Mika sempat menjawabnya, Yoshiki langsung menariknya untuk berenang kembali ke darat.
Mika meringis karena rasa sakit di kakinya membuatnya sulit untuk menggerakkan kakinya. Yoshiki menoleh ke arahnya.
“Apa yang terjadi ??? Ada apa dengan kakimu ???” tanyanya cepat.
“Aku menabrak karang tadi dan sepertinya kakiku terluka…! Tapi, tidak apa-apa Kimura-kun ! Aku masih bisa berenang !” jawab Mika berusaha meyakinkan pria itu namun Yoshiki hanya mengernyit melihatnya.
Tanpa menunggu lagi, Yoshiki langsung mempererat pelukannya di pinggang Mika. Ia membawa gadis itu sambil berusaha berenang menuju pantai. Mika tertegun dan merasa perasaannya sangat membesar terhadap pria itu.
Mereka kehilangan arah karena ombak terus saja menyapu mereka menjauh dari pantai. Yoshiki kesulitan untuk berenang apalagi sambil membawa Mika seperti itu. Ia kemudian melihat sebuah batu karang besar yang menyembul seperti sebuah pulau kecil. Yoshiki berusaha untuk mencapai batu karang itu dan ia berhasil melakukannya.
Dengan cepat, Yoshiki menaikkan Mika ke atas batu karang itu dan setelah itu ia naik juga ke sana. Batu karang itu bahkan cukup besar dan membentuk gua kecil hingga cukup untuk mereka berdua terlindung dari siraman air hujan serta ombak.
Ombak terus saja menampar batu karang yang mereka naiki. Mika menggigil kedinginan dan ia memeluk tubuhnya sendiri. Yoshiki yang sibuk mengeringkan pakaiannya pun menoleh padanya dengan gusar.
“Apa yang kau pikirkan sih ??? Kau mau bunuh diri ???” marahnya pada gadis itu yang langsung tersentak terkejut mendengarnya.
“Ti… tidak…! A… aku tadi hanya ma… mau berenang sebentar… tapi, kakiku tiba-tiba terpleset…” jawab Mika sambil menggigil kedinginan.
“Berenang di tengah badai seperti ini ? Dan malam-malam ?”
Yoshiki memandangnya tajam hingga Mika hanya bisa tergagap seketika dan mengalihkan pandangan darinya.
“Y… yah… aku cuma mau menenangkan diri saja…” gumam Mika sambil memeluk kedua lututnya lagi dan memandang ke arah lain.
“Kau sedang ada masalah ?” tebak Yoshiki sambil melepas pakaiannya dan memerasnya. Mika masih tidak memandangnya sama sekali dan tidak menjawabnya. Ia hanya menyandarkan kepalanya pada lututnya dan memandang ombak yang kuat.
Yoshiki hanya menghela napas melihat ia tidak menjawabnya sama sekali, “Kalau kau sedang ada masalah, bunuh diri bukan solusinya.” ucap Yoshiki sekedarnya saja. Ia sebenarnya tidak bermaksud untuk banyak bicara pada gadis yang dihindarinya itu. Tapi, suasana di batu karang itu cukup senyap dan hanya terdengar deburan ombak yang menampar bebatuan.
Yoshiki memandang keluar gua dan melihat hujan masih turun dengan lebatnya. Ia sedang berpikir bagaimana caranya agar mereka bisa kembali ke pantai yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka saat ini.
Ia pun bisa merasakan tubuhnya yang dingin terasa membeku karena terendam air laut dari tadi. Ia berusaha mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk membuat api. Namun, tempat itu hanyalah batu karang biasa dan tidak memiliki apapun di sana.
“Kau masih sanggup berenang ? Kita harus berenang kembali menuju pantai setelah badai reda.” ujar Yoshiki dan ia menoleh pada Mika dari remangnya malam itu.
Namun, sebelum Mika sempat menjawab, mata Yoshiki lebih dulu menangkap sesuatu berwarna gelap memanjang pada kaki Mika. Ia langsung menyentuhnya dan warna gelap itu melekat di tangannya. Yoshiki mengendusnya dan dugaannya tepat, itu adalah darah.
“Kau terluka ???” ia menatap Mika lagi dengan berdecak tidak sabaran. Mika hanya mengangguk tidak berani mengatakan apapun.
Yoshiki langsung menghela napas panjang dan mencari cara bagaimana mereka bisa kembali karena tidak mungkin berenang dalam keadaan terluka seperti itu. Darah Mika bisa memancing hiu untuk datang.
“Nampaknya kita terpaksa di sini sampai besok pagi. Mereka harusnya mencari kita karena ada absensi malam.” gumam Yoshiki karena sepertinya ia tidak memiliki pilihan.
Yoshiki kemudian menarik ujung baju terusan Mika hingga gadis itu terkejut.