5 | Asumsi Naya

1888 Words
Naya sudah kembali ke kubikelnya 5 menit yang lalu. Menghampiri mesin fotocopy yang ada di sudut ruangan, untuk langsung menyalin laporan itu sesuai perintah manajer yang baru didapatnya 3 menit yang lalu melalui pesan singkat. Namun sepertinya pikiran Naya masih belum 100 persen berada di tempatnya sekarang. Setelah meletakan berlembar-lembar kertas di atas mesin fotocopy untuk otomatis tersalin, Naya memikirkan sesuatu yang kemudian disadarinya. Wanita yang tadi ditemuinya di ruangan Fazran bukanlah wanita yang sama dengan wanita yang membuat kehidupannya jungkir balik 5 tahun yang lalu. Wanita tadi mempunyai tinggi seperti seorang model dengan dandanan modis dan tampak bisa bergaul dengan orang lain, berbeda dengan wanita yang sempat dibencinya 5 tahun yang lalu. Tamara Julia Radin. Entah kemudian di mana wanita itu. Wanita dengan kadar kelembutan yang entah berapa jumlahnya dari indeks 1-10. Tapi Naya taksir antara 9 sampai 9,8. Saat Naya pertama kali mengenal Tamara. Wanita itu terlihat lembut, anggun dan selalu berkata sopan. Wanita yang ternyata cinta pertama Fazran. Dan wanita itu yang juga merebut Fazran darinya, wajar 'kan jika kenyataannya 5 tahun yang lalu dia sangat marah dan benci pada Tamara? Tamara kembali lagi ke hadapan Fazran, dan seolah menawarkan kisah masa lalu yang belum selesai untuk dijalani lagi dan dengan membawa harapan seolah mereka akan berjalan di jalan yang berbunga. Tapi kenyataan yang Naya lihat saat ini, justru Fazran sudah bersama wanita lain yang kriterianya amat sangat berbeda dari Tamara maupun dirinya. Karena wanita itu terlihat sangat cerewet dalam sekali jumpa saja. Naya mengalaminya tadi, dia diinterogasi berbagai macam pertanyaan umum sampai tahap yang bisa dikriteriakan jika wanita itu cemburu padanya? Begitu asumsi Naya. Menyadari dia sudah selesai menyalin laporannya. Dia kembali berjalan ke kubikelnya dan duduk di sana untuk istirahat sebentar sebelum 15 menit lagi waktu istirahat tiba. "Gimana rasanya tatap muka sama pak Fazran langsung, apalagi cuma berduaan di ruangannya?" Naya terperanjat terkejut ketika Danita sudah berdiri dan membisikan kalimat itu tepat di samping telinganya. Dia mendelik kesal pada temannya itu dan tidak berniat untuk menjawab rasa penasaran Danita. "Gimana, Nay?" ranya Danita dengan menggoyangkan kursi Naya. "Gimana apanya sih? Apa yang kudu gue kasih tahu sama elo?" Naya bersuara kesal. Danita memajukan bibirnya 2 centi atas respon yang didapatnya dari Naya. "Jahat banget! Gue kan cuma penasaran. Gue ini belum pernah nginjekin kaki gue ke lantai keramat itu. Hmm...," keluh Danita yang iri pada Naya. "Lo tinggal naik lift dan pencet angka 10." Naya melihat notifikasi di sosial medianya di ponsel pintarnya, seraya menimpali perkataan Danita. "Ck! Lo pengen gue diusir sama security karena nggak berkepentingan apapun buat bisa kesana?" decak Danita. Naya hanya menepuk bahu Danita tanda ikut prihatin dengan nasib temannya. Lalu dia melirik jam di tangannya dan menunjukan 5 menit lagi waktu istirahat. Kini Naya berencana untuk beranjak lebih awal karena lagi pula pekerjaanya sudah selesai. "Mau ke mana?" tanya Danita saat melihat Naya meraih ponsel dan dompet dari tasnya. "Gue masih butuh makan," jawab Naya yang kemudian beranjak dari kursinya, membuat Danita juga menyingkir dari posisi di sebelah kursi. "Tunggu! Gue ikut!" Ada restoran yang cukup terkenal di ujung jalan satu arah dengan gedung kantor Naya. Sebuah restoran yang khusus menyajikan ramen dan selalu ramai oleh pengunjung. Faktor pertamanya karena pemilik retaurant itu adalah salah satu artis terkenal di Indonesia yang selalu sliwar-sliwer di TV, pastinya penggemarnya tertarik untuk datang kesana. Dan yang kedua karena memang rasanya enak, semacam ramen yang seperti saat memesan di Jepang, namun bisa kamu makan di Indonesia. Dengan rasa yang mirip karena memang koki yang memasak adalah orang jepang asli. Mulanya Naya ragu karena mungkin anggota boyband itu hanya ingin mengambil keuntungan tanpa memperhatikan kepuasan pelanggan dalam hal rasa. Dan Naya harus mengubur pendapatnya itu saat kemudian dia diajak oleh Danita yang selalu up-to-date soal dunia entertainment di negerinya ini, mengajaknya untuk makan di sana. Kemudian Naya akui semua rasa yang ada disana sudah dia jajal dan saat ini dia sedang ingin sekali makan sesuatu yang hangat karena hari ini cuaca agak dingin walau sudah musim kemarau. Naya dan Danita memilih untuk duduk di bagian luar restoran karena ingin menikmati pemandangan walau cuaca memang dingin. Tapi untuk menyegarkan otak mereka setelah 4 jam berada di ruangan tertutup dan menghadap monitor PC, sepertinya udara segar sangat dibutuhkan. Usai memesan makanan masing-masing. Beberapa menit kemudian pesanan itu sudah jadi karena memang restoran masih cukup sepi sehingga hanya ada mereka dan 2 meja lain di restoran ini, tapi meja-meja dengan tulisan 'reservation' ada sekita 5 meja. Yang artinya di makan siang ini restoran akan ramai. Naya menyantap mie dengan sumpit yang terbuat dari stainless steel, serta memakan mie dari mangkuk besar berwarna hitam. Rasa kenyal dan sensasi hangat mengalir di tenggorokannya. Naya merasa moodnya membaik, setelah dia dibuat kacau tentang fakta Fazran yang nyatanya bersama wanita lain bukan dengan Tamara. Disela-sela makan, dia dan Danita mengobrol. Membicarakan banyak hal sampai kemudian obrolan mereka diinterupsi oleh seseorang. Dan mereka kenal siapa seseorang itu. "Pak Fazran!" Danita terkejut dan segera beranjak dari kursinya untuk berdiri begitu juga dengan Naya, namun dia hanya bisa terdiam di tempatnya. "Apa saya bisa ikut duduk sama kalian? Semua meja penuh," tanya Fazran melihat raut kebingungan di wajah karyawannya. Naya dan Danita mengedarkan pandangannya ke sekeliling restoran, dan benar semua meja sudah terisi berikut dengan kursinya. Hanya ada 2 kursi kosong yang menyatu dengan meja tempat Naya dan Danita makan. Naya dan Danita saling bertatapan dan kemudian saling mengangguk tanda setuju. "Boleh, Pak. Silahkan duduk," jawab Danita mempersilakan Fazran untuk duduk bersama mereka. Namun sebelum Fazran duduk, dia tampak memberi isyarat kepada seseorang dengan tangannya untuk datang mendekat. Dan ternyata wanita itu. Batin Naya setelah melihat siapa yang di panggil oleh Fazran. "Wah.. lo berhasil ngerayu karyawan elo, pak Fazran Azri Gunayudha?" kata wanita itu dengan cibiran yang bermaksud bercanda. Fazran hanya terkekeh dan mempersilahkan duduk wanita itu di sebelah Danita, yang artinya Fazran lah yang duduk berdampingan dengannya. Naya tidak merasakan perasaan semacam gugup atau apa pun, dia hanya canggung ketika dia harus berada di radius dekat dengan pria ini. "Kita bertemu lagi." Wanita itu menatap Naya dengan mata berkilat ceria dan menyunggingkan senyum, yang kemudian membuat sudut bibir Naya juga terangkat. "Iya," jawab Naya singkat. Lagi pula dia tidak tahu apa yang harus dikatakannya. "Kenalin gue Citra," wanita itu memperkenalkan diri di hadapan Naya dan Danita. "Saya Danita. Senang bertemu denganmu." "Saya Naya. Senang juga bertemu denganmu." "Kalian kaku banget.. anggap aja gue ini sama kayak kalian. Lagi pula gue bukan atasan kalian yang kudu sesopan itu waktu ngomong," jelas Citra. "Ah.. ok, Cit," timpal Danita dengan wajah yang lebih santai. Fazran kemudian memanggil pelayan untuk memesan makanan, yang kemudian atas rekomendasi Danita mereka memilih menu yang sama dengan yang dia dan Naya santap saat ini. Acara makan bersama Naya pun terhenti untuk alasan kesopanan, keduanya menunggu makanan atasan mereka dihidangkan dan mereka makan bersama. Selama menunggu pesanan datang, 3 wanita yang duduk di meja yang sama itu saling bertukar cerita ringan. soal pekerjaan dan kehidupan sehari-hari, juga hobi belanja yang sudah pasti dimiliki oleh hampir semua wanita, walau tingkatan pada hobi ini tergantung individu masing-masing. Ada yang sampai bisa merogoh kantong terdalam atau yang hanya berbelanja apa yang dibutuhkan untuk hidupnya. Bukan apa yang mereka inginkan sehingga membuat tagihan kartu kredit melonjak dan mencekik. Pelayan datang membawa pesanan Fazran dan Citra, mereka berempat kemudian makan bersama, menikmati ramen yang untungnya masih enak walau sudah tidak hangat lagi bagi Naya dan Danita. Obrolan yang sempat terhenti dilanjutkan lagi, dan saat ini merembet pada masalah asmara 3 wanita itu. Yang saling menceritakan pengalamannya. Untuk Naya ketika masalah ini diungkit dia merasa seperti sedang di intimidasi akan keberadaan Fazran yang ada di sampingnya saat itu. Untung saja dia bisa beralasan bahwa kisah cintanya tidaklah layak untuk diceritakan sehingga Citra diam, sedangkan Danita yang sedari dulu sudah penasaran pada Naya, hanya bisa mendesah kecewa. "Kalau kisah cinta bapak Direktur Utama yang ada di antara kita ini apakah indah, bapak Fazran?" tanya Citra yang membuat Danita dan Naya membulatkan matanya terkejut mendengar pertanyaan macam itu akan mereka dengar. Itu soal atasan mereka, dan itu sangat mustahil untuk bisa mereka dengar secara langsung, kecuali hanya gosip yang bisa. Fazran terkekeh mendengar pertanyaan Citra. Dia yang sedari tadi hanya diam menyimak obrolan seru 3 wanita yang makan semeja dengannya itu tidak menyangka akan ditanyai juga. "Lo penasaran soal apa?" tanya Fazran pada Citra, yang membuat wanita itu lantas terdiam berpikir. "Aha! Ini saja... berapa mantan pacarmu?" tanya Citra. UHUKK Yang disambut suara batuk tersedak yang asalnya dari Naya. Dirinya ini sedang meminum orange jus-nya saat Citra mengajukan pertanyaan itu pada Fazran. Kok nanyanya gitu sih? Gerutu Naya dalam hati, dengan masih terbatuk-batuk. Segelas air mineral tersuguh di hadapannya saat dia masih terbatuk-batuk dengan heboh. Mengabaikan dari mana asal air mineral itu, Naya mengambil gelas itu dan segera mengalirkan isinya ke dalam kerongkongannya. Setengah gelas habis untuk meredakan musibah tersedak yang dialaminya. Dan kenapa juga dia harus tersedak hanya kerena pertanyaan itu? Mantan pacar? Itu kan yang membuatmu tersedak, Naya? Batin Naya, mencibir dirinya sendiri. "Kamu tidak apa-apa?" Naya menoleh ke samping kirinya, melihat siapa yang barusan bersuara. Fazran, pria itu dengan wajah khawatir—atau mungkin dia salah lihat—sedang menatapnya. "I—iya, saya baik-baik saja," jawab Naya karena batuknya memang sudah reda. Usai acara terbatuk tadi, tidak ada pembicaraan lagi soal asmara dan berganti topik ringan saja. Tak terasa waktu istirahat tinggal 15 menit lagi dan Naya bersama Danita pamit untuk kembali ke kantor. Mereka tentu saja tidak akan kembali secepat itu ke kantor jika ada Fazran di tengah mereka. Karena biasanya waktu istirahat sudah lewat 20 menit mereka baru kembali ke kubikel mereka. "Naya," panggil Danita saat mereka berada di lift untuk sampai ke ruangan mereka dan hanya ada mereka di lift itu. "Hmm," Naya hanya menyahut dengan deheman. "Lo tahu? Ternyata selain tampan, rupawan, kaya raya, dan pinter... Pak Fazran juga gentle, lho." Naya mengernyitkan dahi mendengar kalimat Danita. "Hah?" "Iya... lo tahu apa yang terjadi saat lo keselek tadi?" Naya menggelengkan kepalanya. "Ck! Lo harusnya liat betapa gentlenya pak Fazran yang langsung pergi waktu liat salah satu pelayan bawa air di atas nampannya, tanpa basa-basi dia langsung aja ngambil air itu dan dikasihin ke elo!" cerita Danita, lengkap dengan peragaan melalui tangannya. Jadi tadi dari Fazran? Tanya Naya dalam hati. "Kalau tahu bakal begitu, gue juga mau keselek deh!" Naya kembali mengernyit karena heran melihat tingkah temannya itu. Apanya yang enak dari tersedak? Naya saja tadi berpikir dia akan mati karena tersedak, saat itu tenggorokannya terasa panas dan sakit. "Eiy...." Naya hanya bisa melihat dengan tatapan prihatin pada Danita, yang pasti sudah membayangkan hal yang terjadi pada Naya terjadi padanya. Lengkap dengan bumbu romantis ala-ala Danita. Naya sedikit merutuki dirinya, kenapa juga dia harus tersedak hanya karena pertanyaan Citra soal mantan pacar Fazran? Lagi pula Fazran juga tidak mengenalnya atau tidak peduli padanya lagi. Mungkin pria itu sudah lupa pernah menjalin kisah bersamanya. Namun Naya juga berpikir kembali setelah mendengar cerita Danita, soal sikap gentle pria itu. Naya akui, Fazran memang seperti itu, selama dirinya mengenal Fazran, dia adalah pria yang baik. Selalu bersikap sopan pada perempuan dan selalu bisa membuat nyaman orang yang ada di dekatnya, itu juga yang membuatnya jatuh hati pada pria itu. Namun sayang, kata 'baik' yang disandang oleh pria itu mulai memudar sejak kejadian 5 tahun lalu, dalam persepsi Naya. ///
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD