2 | Kembali Melihatnya

1278 Words
Naya menapakan lagi kakinya di lantai marmer berwarna kuning gading gedung kantornya. Dia menenteng sebuah tas warna hitam dengan gaya santai, dia juga mengenakan celana warna senada yang menampakan kakinya yang jenjang serta kemeja warna abu dan sebuah kalung berwarna perak sebagai pemanis. Tampak sederhana namun elegan, ditambah stileto dari Jimmy Cho, yang membuat kakinya kelihatan seksi dilihat oleh lawan jenis yang sedari tadi berpapasan dengan dirinya. Sebagai salah satu karyawan di perusahaan fashion, Naya memang dituntut untuk bisa tampil dengan apik selama bekerja. Meskipun dia posisinya berada di bagian HRD, yang jarang sekali berpapasan dengan klien dan hanya duduk di kubikelnya setiap hari selama jam kerja. Suasana kantor tampak berbeda hari ini dirasakan oleh Naya, mungkin karena sudah melewati pergantian pemimpin beberapa hal menjadi nampak berbeda, terutama tentang cara berpakaian staf front office atau mereka yang bekerja di bagian seperti resepsionis, menjadi lebih wajar dan tidak kekurangan bahan atau sengaja membuka lebih dari 2 kancing kemeja mereka. Naya senang-senang saja dengan perubahan itu, citra perusahaan mereka mungkin bisa lebih baik. Dari pada harus menanggung predikat perusahaan tempat "pemroduksi" perempuan yang bisa disewa oleh mereka kalangan yang ber-uang. Naya sendiri merasa beruntung karena dia jarang bertemu klien seperti itu atau bahkan belum pernah bertemu dengan p****************g. Yang terkadang sudah memiliki istri dan anak yang menunggu di rumah dengan setia, namun pria-pria itu justru mencari kesenangan semu di luaran sana. Menjijikan, pikirnya. Sampai di ruangan tempatnya bekerja, Naya menemukan Danita yang sudah berada di kubikelnya. Wanita itu tampak cerah dan menikmati pekerjaan. Hal berbeda lagi yang dia temukan dari biasanya, apa ini juga efek pergantian pemimpin? "Hai, Dan... lo kayaknya happy banget?" Sapa Naya setelah dirinya mendaratkan bokongnya di atas meja kerja Danita yang cukup bersih dari kertas-kertas. Hal itu juga berbeda dari biasanya. Danita menghentikan tarian jarinya di atas keyboard dan menoleh kepada Naya yang tengah menatapnya penuh tanda tanya. Wanita itu membuat seringai misterius sembari menatap temannya itu. "Apa kelihatan begitu?" tanya Danita yang saat ini menopang dagunya dengan tangan dan menatap Naya penuh antusias. "Ada apa sih? Lo nggak lagi kumat gilanya kan, Dan?" tanya Naya yang merasa temannya itu sangat aneh. Dengan matanya yang masih berbinar-binar, Danita menggenggam dua tangan Naya dan mulai berujar panjang pada rekan kerjanya itu. "Lo harus tahu, Nay... lo juga kudu liat direktur utama kita! Dia itu bagaikan titisan oppa-oppa Korea yang dikirim untuk memberikan kesejukan di kantor kita ini! Semua karyawan cewek yang masih jomlo lagi bersaing tampil semenarik mungkin di depan direktur kita! Dan gue pastiin, kalau gue yang bakal memenangkan kompetisi ini!" kata Danita dengan menggebu, memberikan informasi tentang keanehan yang terjadi sejak dia datang ke kantor. "Oohh...," Naya ber-oh ria yang mendapat delikan kesal dari Danita. "Kok cuma 'oh'?" tanya Danita tidak habis pikir. Naya hanya mengedikan bahunya lalu beranjak dari meja kerja Danita dan berjalan menuju kubikelnya. /// Saat makan siang di kantin. Meja-meja kantin yang biasanya tidak penuh oleh karyawan, entah kenapa terlihat aneh di mata Naya karena dia bahkan harus melihat dengan jeli pada kursi yang mungkin masih belum berpenghuni, dan tidak biasanya juga Danita kekeh sekali untuk makan siang di kantin. Untungnya kemudian Naya melihat meja di pojok, dengan pemandangan yang langsung tertuju pada bagian belakang kantor yang berbatasan dengan gedung lain yang sama sekali tidak menarik. Danita setuju saja untuk duduk di sana bersamanya meski terdengar wanita itu menggerutu tidak rela dengan sisa meja yang sangat tidak strategis itu. "Kenapa?" tanya Naya yang merasa temannya itu tidak beres. "Nggak... cuma kenapa kita harus kehabisan tempat duduk sih? Dan di pojok pula!" keluh Danita, bibirnya maju beberapa senti dan muka yang merengut kecewa. "Setidaknya kita masih bisa nemuin tempat buat duduk," ujae Naya dan mulai menyantap makan siangnya. Namun kemudian dia mengangkat sendoknya dan menatap pada temannya itu. "Tapi.. ada apa sampe lo ribut pengen makan di kantin? Bukannya biasanya lo lebih seneng makan di luar? Dan cuma bakal ke kantin kalo duit gaji lo itu mulai menipis atau nggak kalo lagi kepepet?" tanya Naya menyelidik. Danita menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Eh..em.. itu.. itu karena direktur utama kita...." "Karena direktur utama kita? Apa ada peraturan baru soal makan di kantin dari direktur utama baru kita itu?" tanya Naya heran. "Ih enggak... tapi.. karena direktur utama kita yang rupawan itu makan di kantin juga sejak dia dinyatakan resmi bekerja disini," jelas Danita sembari tersenyum membayangkan direktur utama kantornya yang sangat tampan dan tampak sederhana karena ikut makan di kantin bersama karyawannya. "Yang bener lo?" Naya nampak berpikir. "Iya! Walaupun yang duduk semeja sama dia tentu orang-orang kepercayaannya dan asistennya, tapi itu adalah momen paling ditunggu sama semua karyawan cewek," ujar Danita memberi informasi. "Tapi dia nggak dateng kali ini, ya?" Naya menyantap kembali makannanya yang terdiri dari beberapa lauk masakan padang. Danita menghela nafasnya dan menaruh degan kasar sendoknya. "Sebenarnya gue nggak seneng karena harus duduk di sini. Karena biasanya tuh si direktur utama kita bakal duduk di sana," Danita menunjuk meja yang paling dekat dengan deretan tempat pemesanan makanan. "Dan sekarang jarak meja kita dan meja direktur utama ibarat kutub utara sama kutub selatan," kata Danita, mendramatisir. Naya berdecak melihat tingkah temannya itu. "Tapi meja itu 'kan udah ada yang duduk, dan bukan sama si direktur utama 'kan? Itu gerombolan karyawan marketing," ucap Naya yang melihat beberapa karyawan divisi marketing yang dia kenal duduk di meja yang tadi di tunjuk oleh Danita. "Kayaknya dia emang nggak dateng.. soalnya kemarin dia dateng pas jam makan siang dan dia duduk di sana." Danita menghela nafas lagi. Setelah selesai mengisi perutnya dengan makanan, Naya dan Danita berjalan bersama untuk kembali ke ruangan mereka dan kembali bekerja, namun mereka akan melipir ke lobi dulu untuk menjemput barang titipan keluarga Danita yang ada di resepsionis. Mereka pun turun menggunakan lift ke lantai satu dan menemukan Danita yang memekik di sebelahnya begitu mereka keluar dar lift. "Aaa!" Naya melangkah ke samping terkejut mendengar pekikan Danita di samping telinganya tadi. Dia hendak memukul kepala temannya itu, namun tangannya malah hanya bertahan di udara begitu melihat sesuatu yang tampak familiar di pandangannya. Danita yang tadi berada di sebelahnya sudah maju beberapa langkah dan meninggalkannya masih di tempat mereka berhenti tadi. Dia masih terdiam di tempat itu dengan tangan kanannya yang perlahan turun dan terkepal saat melihat seseorang yang dia lihat juga saat dirinya ke pulau Lombok. Seseorang yang tertangkap oleh kameranya dan membuatnya harus membuang kamera itu di tengah laut yang sudah pasti bisa merusak kamera itu juga. Seseorang itu berjalan dengan setelan jas berwarna biru tua ditambah dasi berwarna hitam bercorak polkadot dan sepatu warna coklat tua. Seseorang itu berjalan dengan diikuti oleh beberapa orang lain. Dan beberapa karyawan tampak menundukkan kepalanya begitu berpapasan dengan seseorang itu. Dada Naya kini berdegup kencang memikirkan semua hal berdasarkan spekulasi yang berjejalan di otaknya. Tidak mungkin 'kan? Tanyanya dalam hati. Dan saat dia mendengar Danita mengucapkan sapaan pada seseorang itu, Naya merasa dunianya runtuh seketika itu juga. "Selamat siang, Pak Farzan," sapa Danita dengan suara yang cukup terdengar oleh Naya. Dan seseorang bernama Fazran itu tersenyum membalas sapaan Danita kemudian berjalan menuju tempatnya berdiri sekarang, atau lebih tepatnya menuju lift khusus untuk petinggi perusahaan yang berada di sisi kiri Naya. Namun Naya masih terdiam ketika Fazran telah melewatinya. Dia tidak bergerak seinci pun. Dia masih belum percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya. Fazran adalah Direktur Utama baru di tempatnya bekerja? Lalu saat Naya menoleh kebelakang, dimana lift khusus itu berada. Pintu Lift itu sudah dalam posisi akan menutup. Namun sebelum benar-benar tertutup, dia melihat Fazran tengah menatapnya untuk beberapa detik sampai kemudian pria itu mengalihkan pandangannya lurus entah memandang apa. . ///
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD