Tinggal di apartemen milik Abian, tentu saja menggiurkan. Tidak mungkin apartemen hunian Abian hanya berfasilitas standart. Hanya saja, Rhea memilih untuk tetap pulang meski tahu bagaimana nanti reaksi keluarganya.
Pada akhirnya, ia meminta Abian untuk mengantarnya pulang daripada membawanya ke apartemen miliknya. Bagi Rhea, tindakannya tidak benar jika dia langsung pergi dari rumahnya begitu saja tanpa berpamitan.
“Aku pulang, “ ucap Rhea saat membuka pintu rumahnya.
Pemandangan pertama yang ditemui terlihat sangat mengharukan. Ratu terlihat sedang menangis tersedu-sedu dan ditenangkan oleh kedua orang tuanya di ruang tengah. Papa Rhea bahkan terlihat masih mengenakan pakaian formal. Laki-laki paruh baya itu jelas pulang cepat meski jam kantor belum selesai.
“Berani pulang kamu, ya?!” Papanya Rhea lebih dulu bereaksi dan segera menggeret Rhea untuk memasuki ruang tengah.
Laki-laki itu mendudukkan paksa Rhea di sofa. “Malu-maluin keluarga aja kamu!”
“Kamu enggak mikirin perasaan kakak kamu, hah? Bisa-bisanya kamu pernah tidur dengan calon suami kakak kamu. Kamu enggak punya otak?”
Kali ini, makian itu berasal dari Diana, mamanya Rhea. Meski dia tidak berpindah dari posisinya dan terus memeluk Ratu, namun, mulut Diana terus mengoceh.
Rhea terus menunduk. Tidak berani mengangkat kepalanya. Berbagai makian bahkan kata-kata kotor terus mengisi telinga Rhea. Ia ingin meminta maaf dan menjelaskan seluruhnya. Hanya saja, mereka tidak memberi kesempatan Rhea untuk berbicara dan terus memojokkannya.
Bukan sekedar kecewa, namun, kali ini Rhea benar-benar marah atas sikap keluarganya yang dianggap pilih kasih. Tangannya mengepal kuat disamping tubuhnya sebelum ia memberanikan diri berteriak.
“Cukup!” Napasnya menjadi tidak teratur setelah ia mengeluarkan amarahnya. Dia lantas berdiri dan memberanikan diri untuk berbicara. “Aku tahu aku salah. Aku tahu aku membawa aib. Tapi, apa kalian tidak ada rasa peduli sama sekali kepadaku? Mama dan Papa selalu berpihak kepada Kak Ratu dan tidak pernah ada untukku. Apa ini yang dinamakan keluarga?”
Rhea terlihat mengusap air matanya sejenak sebelum melanjutkan kalimatnya. “Aku bahkan tidak sadarkan diri saat bersama Abian waktu itu. Aku tidak sepenuhnya salah. Apa kalian tidak ingin tahu kenapa aku mabuk malam itu? Aku yakin kalian tidak akan pernah mau tau tentangku. Maka dari itu, aku memutuskan pergi dari sini. Mulai sekarang, aku tidak akan tinggal di sini.”
Rhea lantas pergi meninggalkan keluarganya yang masih bergeming di ruang tengah. Ia masuk ke dalam kamarnya dan membawa barang sebisanya.
“Mau ke mana kamu? Abian akan menampungmu?”
Ratu ternyata langsung menyambut Rhea dengan perkataan pedas ketika Rhea baru saja keluar dari kamarnya dengan koper di tangannya.
Rhea memilih untuk tidak menanggapinya. Dia mengabaikan Ratu yang masih melontarkan kata-kata pedas untukknya. Begitu juga dengan kedua orang tuanya.
“Sana! Pergi! Awas aja kalau kamu kembali!”
Makian kasar itu terus terngiang di dalam kepala, meski ia sudah berjalan sekitar 2 meter dari rumahnya. Rhea terpaksa menenteng kopernya sambil menahan air mata yang terus keluar.
Lalu, mobil SUV hitam yang tidak asing baginya langsung berhenti di dekatnya. Si pemilik kendaraan langsung turun dan menghampiri Rhea sambil menghela napas panjang.
Tangis Rhea langsung pecah saat melihat Abian di depannya. Bukan bermaksud untuk mencari perhatian. Namun, Rhea memang sudah tidak kuat menahan air mata yang dari tadi susah payah ia tahan.
“Astaga Rhea ….” Abian spontan memeluk wanita itu, bermaksud untuk menenangkannya.
Rupanya, setelah menurunkan Rhea di depan rumahnya, Abian tidak lantas meninggalkannya. Ia sengaja menungguu Rhea karena khawatir Rhea akan disakiti oleh keluarganya.
Sementara Rhea sudah tidak punya tenaga untuk menolak. Pelukan yang ditawarkan Abian ternyata mampu menenangkannya meski tidak mengurangi beban masalahnya. “Aku gak tau harus ke mana lagi? Keluargaku sudah tidak peduli denganku,” ucapnya lirih sambil terisak.
Abian membelai rambut Rhea dan membiarkan wanita itu terus menangis dalam pelukannya. “Ikutlah denganku. Setidaknya kamu bisa tinggal di apartemenku untuk sementara. Oke?”
Abian lantas menarik tangan Rhea dan menggiringnya masuk ke dalam mobil tanpa perlawanan. Ia segera mengendarai mobilnya menuju apartemen miliknya yang sudah lama tidak ia huni.
“Masuklah!” perintah Abian kepada Rhea setelah membuka pintu apartementnya.
Rhea sendiri terlihat ragu. Ia masih berdiam di depan pintu seolah enggan melangkah.
“Masuklah! Aku enggak akan gigit kamu,” tegas Abian sambil terkikik menyadari raut Rhea yang dipenuhi dengan rasa khawatir.
Akhirnya Rhea bersedia masuk. Ia langsung duduk pada sofa di ruang tengah setelah dipersilahkan Abian.
“Mau makan sesuatu?” tanya Abian sambil membuka lemari pendingin yang berada di pantry, di ujung ruangan.
Seingatnya, masih ada beberapa mie instan di sana yang bisa dikonsumsi. Selain itu, dia juga ingin mencairkan suasana yang terlihat sangat canggung. Di sepanjang perjalanan juga Rhea terus diam tidak banyak bicara.
Bukannya menjawab pertanyaan Abian, Rhea malah mengajukan pertanyaan lain. “Kamu … enggak tinggal di sini, kan?”
Abian spontan terkekeh mendengar pertanyaan Rhea. Rupanya wanita itu benar-benar takut jika Abian ‘memangsanya’.
Abian jadi punya ide jahil untuk mengerjai Rhea. Dia segera beralih dari pantry dan menghampiri Rhea.
“Kamu mau aku tinggal di sini?” tanyanya dengan satu alis yang terlihat naik-turun. Abian juga sengaja duduk di samping Rhea tanpa memberi jarak.
Sedangkan Rhea spontan mendorong tubuh Abian dengan sisa-sisa tenaganya. “Enggak. Sama sekali enggak!”
“Masa? Dari gesturmu aja kelihatan kamu ingin aku tinggal di sini.” Goda Abian lagi sembari mencoba mendakatkan diri lagi.
“Enggak, ya!” sanggah Rhea cepat. Kali ini bukan sekedar mendorong biasa, Rhea mendorong depan tubuh Abian dengan kencang sehingga Abian terbatuk-batuk.
“Maaf, maaf.” Rhea langsung panik melihat raut Abian yang terlihat kesakitan.
Hanya saja, Rhea tidak menyadari jika kelengahannya memudahkan Abian untuk menangkap Rhea. Pria itu terkekah saat berhasil mendekap Rhea.
“Abian lepasin!” protes Rhea.
Abian tentu tidak menanggapi protes Rhea. Ia malah semakin mendekap Rhea dengan kuat.
Hingga akhirnya Abian menghela napas panjang. Katanya, “Sudah. Kamu enggak usah sedih, ya. Ada aku yang akan jaga kamu. Aku bisa nyuruh temen kamu emb … si Dinda, ya? Buat temenin kamu tinggal di sini. Oke?”
Rhea seketika terdiam. Sejak kapan Abian tahu kalau teman yang dia punya saat ini adalah Dinda, teman satu timnya? Apa Abian selama ini selalu memantaunya?
Abian melepaskan pelukannya karena perlawan Rhea mulai melonggar. Abian kembali menghela napas panjang sebelum mengatakan, “Maaf. Mungkin jika malam itu kamu enggak datang ke kamarku, semua tidak akan semurit ini.”
Rhea makin terdiam mendengarnya. Dia mempertanyakan sikap Abian yang mendadak menjadi lembut dan perhatian. Padahal, selama ini pria itu terkesan tidak peduli bahkan selalu berwajah datar ketika bertemu dengannya.
Satu hal yang terpikirkan Rhea setelah mendengar permintaan maaf dari Abian. “Jadi, kamu percaya kalau ini anak kamu?”