Bab 1. Gara-gara salah masuk kamar
“Argh … sakit, lepas! Jangan lakukan itu!”
“Tidak akan, kamu harus tanggung jawab karena sudah membuat hasratku naik. Kamu harus puaskan aku!”
Wanita cantik yang tengah mabuk itu tampak sedang berada dalam kungkungan seorang pria yang kini sudah tak dapat lagi membendung hasrat kelelakiannya saat melihat seorang wanita tiba-tiba masuk ke kamarnya dan membuka pakaian hingga tubuh polos wanita itu tersaji indah di depan matanya.
“Tenang saja, sakitnya hanya sebentar! Setelahnya, kamu juga akan merasakan apa itu surga dunia?” Tanpa ampun pria itu terus bergerak intens hingga suara desahan disertai permohonan terngiang memenuhi ruang kamar.
***
Beberapa menit sebelum adegan panas terjadi, wanita mabuk itu tampak sedang meracau dengan pintu yang sejak tadi tak mau terbuka meski ia sudah menempelkan kartu akses kamarnya berulang kali.
“Pintu sialan! Kenapa gak kebuka, sih?”
Wanita itu bernama Rhea Zanetta. Wanita cantik yang sejak tadi berjalan sempoyongan di sepanjang koridor hotel.
“Hei! Pintu sialan! Kenapa kamu gak kebuka juga? Kepalaku udah pusing banget nih!”
Rhea terus menempelkan kartu akses kamarnya sambil terus mengumpat. Ya, wanita itu terlalu mabuk hingga pandangannya kabur dan tak bisa membedakan nomor kamar yang sudah dipesannya. Ia tidak menyadari jika pintu kamar yang berusaha ia buka, ternyata bukanlah kamarnya. Sedangkan sosok penghuni kamar tersebut merasa terganggu dengan kebisingan yang disebabkan Rhea di depan pintu kamarnya. Sosok itu bernama Abian Pratama.
“b******k! Siapa sih teriak-teriak gak jelas kayak gitu?”
Sebelumnya, Abian sudah kesal karena baru saja mendapat pesan dari asistennya jika p*****r pesanannya membatalkan pertemuan mereka malam ini. Ditambah lagi suara gaduh yang disebabkan Rhea, membuat Abian semakin kesal.
Mau tidak mau, Abian segera beranjak dan mencari tahu siapa yang tengah membuat keributan. Ia bersiap memaki siapa pun yang telah berani mengganggu waktu istirahatnya itu. Namun, sebelum ia berhasil memakinya, tubuh Rhea lebih dulu ambruk ke arahnya hingga tak ada pilihan untuknya selain menangkapnya.
“Hei, kamu!” Abian hampir mengumpat. Hanya saja, sekilas wajah Rhea sangat mirip dengan wajah kekasihnya yang membuat Abian terdiam sejenak untuk memperhatikan wajah Rhea lebih saksama.
Sedangkan Rhea, wanita itu bukannya segera beranjak dari tangkapan Abian. Ia malah mengalungkan tangan ke leher Abian dan mengecup pipi Abian dengan cepat.
Rhea tersenyum lebar saat mengatakan, “Kamu tampan sekali. Apa Tuhan sedang mengirim seorang pangeran untukku?” Rhea terbahak saat mengatakannya. Namun, raut Rhea langsung berubah setelahnya. Ia memicingkan mata ke arah Abian bahkan mendorong tubuh Abian menjauhinya. “Bukan! Ini pasti hanya halusinasiku,” tegasnya sambil memegangi kepalanya yang terasa berat.
Rhea lantas masuk ke dalam kamar begitu saja meski jalannya terhuyung-huyung. Ia sama sekali tak memperdulikan Abian yang masih berdiri di ambang pintu dengan bingung. Ya, Abian jelas menyadari jika wanita yang masuk ke dalam kamarnya itu sedang mabuk.
“Apa dia wanita yang tadi aku pesan? Tapi, bukankah dia sudah membatalkannya?” tanya Abian dalam hati. “Hei, tunggu! Kamu mau ke mana? Ini kamarku?” cegah Abian yang menyadari jika Rhea bukanlah wanita yang telah ia pesan. Terlebih lagi apa yang Rhea lakukan benar-benar membuatnya tercengang. Bagaimana tidak, Rhea kini tengah menanggalkan satu-persatu pakaiannya sambil mengeluh.
“Duh! Panas banget. Apa pendingin ruangannya mati, ya?” Efek alkohol membuat Rhea tak sepenuhnya sadar. Ia bahkan masih tidak tahu jika ia salah masuk kamar dan tidak menyadari adanya Abian di sana.
Laki-Laki mana yang tidak tergoda saat di depan matanya disuguhkan tubuh mulus seorang wanita? Tentu saja hasrat Abian seketika terbangunkan. Meski tahu Rhea bukanlah wanita yang ia pesan, Abian sudah tidak bisa lagi menahan nafsu yang terlanjur naik ke ubun-ubun. Tujuannya untuk mendapat kenikmatan dari wanita penghibur yang dipesannya memang gagal. Namun, kemunculan Rhea seolah mampu mewujudkan hasratnya yang sempat tertunda.
Tidak mau menyia-nyiakan kesempatan itu, Abian langsung hampiri Rhea. Melepas paksa sisa pakaian yang masih melekat di tubuh Rhea dengan kasar. “Pokoknya kamu harus puaskan aku malam ini!” ucapnya sambil tersenyum licik.
Dalam sekejap saja, Abian telah berhasil menguasai tubuh Rhea dan melesakan benda pusakanya ke dalam inti tubuh Rhea tanpa kesulitan yang berarti.
“Argh … tolong hentikan!” rintih Rhea tak berdaya karena mendapat hujaman kasar dari Abian.
Abian sendiri tidak memperdulikan rintihan Rhea. Ia semakin bergerak cepat di atas tubuh wanita itu untuk menuntaskan hasratnya. Tubuh mulus Rhea terlalu sia-sia untuk diabaikan. Abian semakin liar menjelajahi setiap lekukan yang tercipta dan semakin bergerak cepat. Mau melawan sebanyak apa pun, tenaga Rhea tetap kalah dari Abian. Efek alkohol ternyata juga membuatnya jadi tak memiliki tenaga untuk melawan.
Abian tak menghentikan apa yang sedang dilakukannya. Tak ada ampun bagi Rhea. Semakin wanita itu berusaha melawan, semakin gencar pula Abian bergerak di atasnya.
“Jangan salahkan aku karena kamu sendiri yang membawa tubuhmu padaku!” Abian menunjukkan senyuman yang sangat menakutkan di mata Rhea.
Wanita itu terus merintih, memohon agar laki-laki di atasnya menghentikan aksinya. Namun, usahanya sia-sia. Abian justru semakin liar bergerak di atas tubuh Rhea meskipun ia menitihkan air mata karena menahan rasa sakit. Bukan hanya sekali. Abian melakukannya lagi dan lagi hingga keduanya sama-sama lelah dan tertidur dengan tubuh basah yang dipenuhi keringat.
***
Hingga pagi menjelang, Rhea terpaksa terbangun karena dering ponsel yang tiba-tiba berbunyi. Ia memegangi kepalanya yang terasa berdenyut hebat karena sisa efek alkohol semalam.
“Argh … kepalaku pusing.” Ia belum menyadari apa yang terjadi semalam hingga sebuah tangan besar yang tiba-tiba bergerak di atas perutnya seketika menyadarkannya.
“Siapa kamu?!” Rhea spontan mendorong dan menendang tubuh Abian. Ingatannya tentang kejadian semalam pun mulai terbesit di pikirannya. “b******k! Jadi, kamu laki-laki b******k yang telah memperkosaku semalam, kan?” Rhea memukuli tubuh Abian dengan brutal di saat laki-laki itu belum sepenuhnya sadar.
Pukulan keras dari Rhea tentu langsung membangunkan Abian dan dengan cepat Abian langsung menangkap tangan Rhea.
“Berhenti!” perintah Abian sambil menunjukkan wajahnya yang kesal. “Jangan salahkan aku! Lagian juga kamu sendiri yang masuk ke sini! Kamu sendiri yang terang-terangan menggodaku,” tegas pria itu tak mau disalahkan.
“Enggak mungkin!” Rhea menarik tangannya dari cekalan Abian sambil menggeleng. “Jangan bohong! Aku nggak pernah menggodamu!”
Abian tertawa, mengejek sikap Rhea yang sok jual mahal di depannya. “Gak usah belagu! Jelas-Jelas kamu duluan yang melepas bajumu di depanku. Apa namanya kalau bukan menggodaku, hah?”
Rhea terdiam, ia memang ingat jika semalam ia melepas bajunya karena suhu ruangan yang terlalu panas. Hanya saja, seingatnya tidak ada siapa pun di kamarnya. Lalu, bagaimana mungkin semua itu bisa terjadi?
Menyadari apa yang telah terjadi, Rhea spontan mendorong tubuh Abian sekuat tenaga. "Kurang ajar! Kamu pasti memanfaatkan kesempatan itu, kan? Kamu mengambil kesempatan saat aku nggak sadar. Iya, kan?"
Tendangan Rhea ternyata membuat Abian terguling hingga jatuh dari ranjang. Hal itu Rhea gunakan untuk segera mencari pakaiannya yang tercecer dan ia buru-buru mengenakannya. Begitu pula dengan Abian di seberang ranjang. Pria itu juga segera memakai boxernya setelah memegangi pinggangnya yang sedikit nyeri akibat dorongan Rhea.
Sadar jika Rhea akan meninggalkan kamar, Abian buru-buru mencegah dan memegangi tangan Rhea. “Hei, mau ke mana kamu?”
“Lepasin! Bukan urusan kamu aku mau ke mana.”
Abian terkekeh. “Padahal aku berniat menikmati tubuhmu lagi. Tubuhmu itu benar-benar membuatku candu.”
Mendengar hal itu, tentu Rhea sangat marah. Dia menampar pipi Abian dengan satu tangannya yang bebas. “b******k kamu! Aku bukan p*****r! Aku hanya salah masuk kamar saat mabuk! Mengerti?!”
“Sialan! Berani-beraninya kamu menamparku. Kamu pikir kamu itu siapa?” Abian hampir melayangkan tamparan yang sama pada pipi Rhea. Namun, ponselnya kembali berdering hingga pria itu pun mengurungkan niatnya.
Bukan hanya perhatian Abian saja yang teralihkan saat ponselnya berdering. Rhea juga reflek menoleh ke sumber suara dari benda pipih yang berada di atas nakas dan itu masih terjangkau dari pandangan Rhea.
“My Love … dasar b******k! Padahal dia udah punya pacar, tapi kenapa dia masih aja merkosa gue? Kenapa dia enggak ngelakuin itu sama pacarnya aja, sih?" batin Rhea saat membaca nama pemanggil yang tertera di layar ponsel Abian.
Awalnya, perhatian Rhea memang tertuju pada nama itu. Namun, saat ia tidak sengaja melihat foto profil si pemanggil, matanya seketika mendelik. Ia terkejut setengah mati saat menyadari sesuatu yang sungguh di luar dugaannya.
“Aku akan membayarmu mahal jika kamu mau memuaskanku lagi." Abian semakin mempererat genggaman tangannya dan membiarkan dering ponsel itu mati dengan sendirinya.
Kelengahan Rhea membuat Abian semakin mudah untuk mengunci pergerakannya. Dalam sekejap saja, Abian sudah bisa menjatuhkan tubuh Rhea ke atas ranjang dan mengurung dengan kedua tangannya.
Pikiran Rhea benar-benar kacau hingga ia lengah seperti itu. Foto profil si pemanggil benar-benar mengusiknya. Masalahnya, si pemanggil adalah sosok yang dikenali Rhea. Dia adalah kakak kandung Rhea.
“Ratu Zanetta!” Rhea spontan berteriak saat Abian hampir berhasil kembali menjelajahi tubuhnya.
Abian terkejut mendengar ucapan Rhea hingga urung mencium bibir Rhea. Bahkan pegangannya pada tangan Rhea turut melonggar. Hal itu langsung dimanfaatkan Rhea keluar dari kungkungan Abian dan langsung mendorong tubuh Abian.
Sebelum pria b******k itu mengamuk, Rhea langsung bertanya untuk memastikan, “Yang tadi menghubungimu … apa dia pacarmu?”
Abian mengernyitkan dahi. Jujur ia sangat terkejut dengan teriakan Rhea yang menyebut nama kekasihnya. Namun, kali ini pertanyaan Rhea membuatnya semakin bingung. “Memangnya apa urusanmu?”
“Jawab saja! Dia pacarmu apa bukan?" desak Rhea cemas.
Satu alis Abian terangkat, dia semakin heran dengan pertanyaan yang keluar dari mulut Rhea.
Tidak mendapat tanggapan, Rhea kembali mempertegas ucapannya, “Aku adalah adik dari wanita yang meneleponmu tadi!”
“Apa?!” Kedua mata Abian langsung terbelalak kaget.
Bersambung