***
"Kau sudah datang? Sejak kapan?."salah seorang pria memeluk pria yang baru saja datang ke dalam cafe miliknya. Pria itu tersenyum, saling menepuk bahu lalu melepas kan pelukannya.
"Tadi siang, lalu langsung kemari untuk bertemu denganmu."
"Wah kau begitu merindukanku."
"Berhentilah percaya diri, aku merindukan coffee di cafe mu. Traktir aku 1 gelas dan aku akan sangat berterima kasih."
"Kalau begitu duduklah, aku akan buatkan untukmu."keduanya mengambil tempat di sudut cafe samping jendela.
"Tidak salah. kau akan membuatnya dengan tanganmu?."ucapnya tidak percaya kedua matanya membesar seolah terkejut. tak biasanya laki-laki itu terjun langsung membuat kan nya kopi seperti ini.
"Tentu saja, ..memerintah dengan tanganku Alisa, bisa tolong coffee espresso 1 untuk pria ini dan caffe latte untukku, kau mau sesuatu untuk dimakan?."tanyanya beralih melihat ke arah Rizal.
"Tidak, coffee saja."
"Itu saja."
"Tunggu sebentar."ucap wanita itu setengah berteriak dari meja kasir.
Rizal memperhatikan wanita itu, seakan terpesona, tatapannya tidak lepas dari sana, wajah polos tanpa make up, tapi anehnya terlihat begitu mempesona. Tatapan Rizal tertangkap di matanya Sony laki-laki pemilik Cafe tersebut. Hal itu membuat Rizal menjadi kikuk. Apa dia tertangkap basah.
"Apa yang kau lihat?."tanya pria yang berada di hadapannya penasaran, pria itu beralih pada pria yang duduk di hadapannya.
"Kau punya banyak pekerja baru di sini?."tanya Rizal yang merasa asing dengan Alisa.
"Hanya dia, pekerja paruh waktu, dia bersekolah di tempat mu, anak beasiswa.. dia cukup cerdas, aku percaya tentang perhitungan keuangan caffe ku padanya."
"Sudah berapa lama?."Tanya Rizal kemudian.
"3 Bulan. "
"Apa!! Dia baru 3 bulan dan kau percayakan hal itu padanya."
"Dia satu-satunya wanita di sini, ini hanya Cafe kecil, aku hanya butuh lima pekerja di sini, paruh waktuku, dan 2 orang pria yang saling bergantian dengan shiff sesuai jadwal, dan juga 2 koki ku."
"Pelangganku membeli, membayarnya dibkasir lalu duduk dengan makanan mereka, aku butuh apa lagi. Ini cukup."
"Kau benar-benar, tidak mau mencoba memperindah suasananya."ucap Rizal seraya mengedarkan pandangannya le segala penjuru ruang.
"Misalnya, pekerjakan wanita bertubuh Indah dengan pakaian minim mereka, itu bisa menarik pelangganmu lebih banyak."
Jimin sedikit terkejut ketika Alisa tiba-tiba sudah berada disampingnya dengan coffee yang berada di atas nampan yang kini tengah dibawanya. Mata wanita itu melebar, cukup terkejut dengan ucapan Rizal barusan.
"Ekhem. "dehem Rizal menjadi canggung.
"Ini kopinya. Saya permisi."ucap Alisa seraya menaruh coffee mereka di atas meja lalu buru-buru berhambur pergi dari sana. Rizal merutuki ucapannya yang baru saja ia katakan. Ia tak tahu jika Alisa sudah berada di sebelahnya saja.
"Kau berbicara seolah di ruangan ini hanya ada kita, lucu sekali Rizal."ucap Sony sarkatis lalu terkekeh melihat kebodohan yang Rizal lakukan. Pria itu terlihat malu.
"Ka Sonu, aku berkata sesuai dengan kenyataan yang ada. Lagi pula aku tak tahu jika wanita itu sudah berada di sampingku."
"Kau kira Cafe ku ini bar, jangan asal bicara, kembal dari LA otakmu menjadi bermasalah."
"Aku hanya memberi saran!."
"Saran yang bagus, aku sangat berterima kasih."ucap Sony seraya memutar kedua bola matanya malas.
***
Rizal kembali kesekolah, dirinya memasuki sebuah ruangan di belakang sekolah.
"Hey bro!!,"Teo meraih tangan Rizal, saling melempar rasa rindu dengan perlakuan lelaki khas mereka. "Akhirnya kau kembali?! Tidak tahan di LA?. "Tanyanya kemudian.
"Ahh.. Aku begitu merindukan Indonesia."jawaban Rizal membuat keempat temannya mendecih. Tentu saja lali-laki itu berbohong.
"Komunikasi adalah jawaban yang tepat."celetuk Bagas yang kemudian tertawa ketika Rizal ingin melemparkannya dengan ransel yang tengah di kenakannya.
"Hei."protes Rizal yang membuat semua orang tertawa.
"Wah,... aku benar-benar rindu suasana seperti ini."ucap Rizal seraya menjabat tangan Angga.
"Kau baru pergi 4 bulan, kumohon jangan dramatis."ucap Angga sarkatis seraya terkekeh.
"Kau kelihatan kurusan, kau makan dengan baik?."tanya Hendrik seraya menyenggol bahu pria itu.
"Bagaimana bisa aku makan dengan baik, beli air putih saja aku harus pakai bahasa inggris kau pikir bagaimana nasibku, berjalan sendirian di LA maka matilah aku."
"Ini karena ayahku, memaksa putranya hidup di LA, padahal dia tahu putranya begitu payah dalam berbahasa Inggris."
"Bagaimana sekolahmu?."tanya Hendrik kemudian.
"Luar biasa, baru 1 minggu dan aku tidak pernah lagi menginjakan kakiku di sana."jelas Rizal.
"Kau benar-benar payah."sindir Angga jelas terdengar mengejek dari nada suaranya yang mengolok-olok.
"Terima Kasih atas pujiannya, aku menghargai itu."jawab Rizal seraya memutar kedua bola matanya malas.
"Ada yang lapar? Bagaimana kalau makan ayam? Aku sudah menyuruh seseorang untuk membelinya?."tawar Anggga kemudian.
***
Ini sudah 15 menit dam pesuruh itu belum juga sampai di tempat mereka. Angga nampak kesal beberapa kali ia memeriksa ponselnya dan mengirimkan chat kepada wanita itu untuk segera datang. "Ngomong-ngomong siapa pesuruhmu kali ini?."tanya Rizal cukup penasaran.
"Seorang wanita, itu bocorannya."Jawab Bagas. Angga memutar kedua bola matanya malas mendengar apa yang Bagas katakan.
"Wanita?! Tidak salah? Apa itu benar, kau tega sekali."Rizal begitu terkejut, dia merasa aneh dengan sikap Angga, temannya itu b******k dia paham itu.
Tapi sebrengsek nya dia, dia tidak pernah memakai wanita sebagai bahan bully atau seorang pesuruh, baru kali ini dia mengetahui Angga menjadikan pesuruh dari kalangan seorang wanita.
"Tsk! Itu urusanku."jawab Angga sarkatis.
"Hanya terkejut."ucap Rizal lagi terkesan tidak peduli walau tetap merasa aneh. Karena ya, tidak biasanya Angga bersikap seperti itu.
Tokk.. Tok...
"Maafkan aku, aku baru melihat ponselku, aku benar-benar minta maaf."Rizal terkejut, wanita ini sangat tidak asing baginya.
Rasanya seperti pernah bertemu sebelumnya, mata Jimin terus menatapnya. Angga bangkit dari duduknya, menghampiri wanita itu.
TUKK!! TUKK!!
Angga memukul kening sisi kiri wanita itu beberapa kali menggunakan jari telunjuknya.
"Lain kali pakai otakmu, bisa-bisanya kau meninggalkan handphonemu dan membuatku menunggu."
Wanita itu tersentak, wajahnya tertunduk, terlihat begitu ketakutan. Angga menatapnya tajam, begitu tajam, dingin dan menusuk, seakan sedang memanggang wanita ini dalam tatapan mengerikan miliknya.
"DENGAR AKU."teriak Angga seraya menarik rambut wanita itu.
"Berhentilah,"ucap Rizal tiba-tiba. "Kau menyakitinya."
***
"Angga berhentilah. Kau menyakitinya."
Semuanya menatap ke arah Rizal nampak terkejut karena tiba-tiba saja seorang Rizal yang biasanya tak pernah ikut campur bersuara, menyeruakan ketidaksukaannya ketika melihat wanita itu yang nampak kesakitan.
"Rizal apa yg kau katakan?."Suara Bagas berbisik agar Angga tak dapat mendengarnya. Ia merasa terkejut dengan ucapan Rizal barusan... Seakan mengatakan hal itu adalah sebuah dosa besar...
"Dia wanita, rasanya aneh melihatmu memukul seorang wanita, kalau dia pria mungkin aku tidak akan peduli."
"Wahh... Rizal kita peduli pada pesuruh."goda Teo yang membuat Angga beralih menatap Rizal, ekspresinya terlihay datar namun tidak dengan sorot matanya, entah perasaannya saja atau Angga terlihat tidak suka dengan responnya barusan.
"Tidak,... Hanya aneh saja melihatnya. Tidak terbiasa melihatmu sejahat itu pada wanita."Ucap Rizal berusaha untuk membelas diri.
"Sekarang aku akan membiarkanmu, pergilah."perintah Angga pada Alisa yang membuat wanita itu menganggukkan kepalanya dengan gerakan kecil yang kemudian berhambur pergindengan langkah cepat untuk segera keluar dari sana.
Wanita itu berlari keluar, beberapa langkah hingga akhirnya dia berhenti, tatapannya kembali pada pintu ruangan tersebut. Tangannya menyeka air matanya kasar, lalu kembali melanjutkan larinya.
***
Selesai makan Rizal bangkit berdiri lalu meraih tisu untuk membersihkan tangannya yang terasa berminyak.
"Mau kemana?."tanya Teo ketoka melihat Rizal mengambil ransel dan memakainya.
"Ke kelas."ucapnya seraya merapikan seragam sekolahnya.
"Eoh."ucap semuanya terkejut.
Ini tak biasa, masuk kelas tepat waktu, Rizal pasti tersedak tulang ayam. Pikir mereka.
"Kau bercanda? Apa kau baik-baik saja?."ucap Bagas keheranan. Rizal menggeleng heran. Apa begitu mengejutkan hanya untuk masuk le dalam kelas lebih awal.
"Aku rasa pesuruh itu tidak meracuninya, karena aku baik-baik saja."ucap Angga sebelum menenggak air dari botol minumannya. Diam-diam melirik Rizal dari sudut matanya dengan penasaran.
Rizal memutar bola matanya malas, apa begitu mengherankan kalau dia masuk tepat pada waktunya. Sebenarnya sih iya... Tapi dia punya alasan.
"Ayah ku bilang aku harus dapat nilai tinggi pada semester ini atau dia akan mendepakku dari Indonesia, karena kecintaanku pada negara yang begitu besar,.. jadi biarkan aku berusaha untuk bertahan hidup di sini, aku pergi..."ucap Rizal berlalu sebelum menghilang di balik pintu. k
Keempat orang itu hanya bisa saling melempar pandangan aneh. Mungkin temannya itu sudah menemukan pencerahan.
"Aku rasa kepalanya harus dipukul dengan bola basket agar kembali normal."ucap Hendrik yang membuat semua orang tertawa tapo tidak dengan Angga. Ada sesuatu yang mengusik pikirannya.
***
Rizal berjalan menyusuri lorong kelas. Dia berada ditingkat 2 dan kelasnya juga berada ditingkat yang sama. Rizal mengedarkan pandangannya, banyak dari para siswi yang tersenyum ke arahnya, namun dia tidak mengubris hal itu. Menjadi pusat perhatian bukanlah sesuatu yang mengherankan lagi untuknya.
Hingga akhirnya tatapannya terkunci pada seorang wanita yang tengah berada di dalam ruang kelas Ipa 2, duduk kedua dari baris belakang, wanita itu terlihat sedang mengerjakan sesuatu pada bukunya seraya mendengarkan musik menggunakan earphone putih yang terpasang ditelinganya.
Rizal terus berjalan seraya menatapnya tanpa berkedip, seakan begitu terpesona, mata itu terkunci hanya untuk menatapnya.
Hingga akhirnya tatapan itu harus berakhir saat dirinya sudah melewati sepenuhnya ruang kelas itu. Lalu bibirnya tersenyum kecil.
Jimin terus melangkah menuju kelasnya, hingga akhirnya dia sampai dikelas 2.4 wanita itu berada di kelas 2.2, selang dua kelas dari kelasnya.
Rizal menghentikan langkahnya diambang pintu lalu kembali melihat ke arah kelas tersebut. Hanya ekspresi datar, hingga akhirnya memasuki kelasnya.
***
Alisa kembali bekerja di Cafe Sony, dan di sana ada sudah ada Rizal yang tengah duduk ditempatnya yang kemarin, namun kali ini ia sendirian.
Matanya terus fokus pada wanita itu, gerakannya begitu cepat saat menyiapkan coffee yang dibeli konsumen. Benar-benar begitu cepat dan membuat Rizal sedikit kagum dengan hal itu.
"Terima kasih, silahkan datang lagi."ucap wanita itu dengan senyuman dibibirnya. Rizal tersentak kaget, pertama kalinya dia melihat wanita itu tersenyum. Tidak seperti di sekolah yang hanya memang ekspresi datar, tanpa ekspresi apapun, atau ekspresi ketika ia merasa kan rasa sakit ketika Yoongi mengerjainya.
Saat kemarin dia datang dan melihatnya di sekolah, wanita itu terlihat begitu dingin. Dia kira wanita itu tidak bisa tersenyum. Tapi ternyata dia punya senyuman yg menawan. Rizal bergerak, bangun dari kursinya dan memutuskan untuk menghampiri wanita itu di meja kasir.
"Bisa aku pesan coffee?."ucapnya, wanita itu meliriknya lalu menatap ke arahnya sepenuhnya.
"Tentu, anda mau pesan apa?."
"Aku mau coffee macchiato satu."
"Baik, tunggu sebentar."
Wanita itu mulai meracik coffee nya, mulai dari biji kopi asli, menghaluskannya dan menyiapkannya menjadi sebuah minuman dilakukan di sini secara langsung. Tangannya nampak telaten melakukan hal itu semua.
"Kau... Siapa namamu, apa aku boleh tahu?."
"Alisa."jawabnya singkat seraya meracik kopi untuk Rizal. Pergerakan tangan Alisa terhenti, perlahan-lahan eajahnya mendongak menatap Rizal yang tersenyum padanya.
"Kita satu sekolah, kau ingat aku?."Alisa mengingat nya. kepalanya mengangguk sebagai jawaban lalu mengalihkan tatapannya kembali ke arah kopi.
"Apa kita bisa berteman?."wajahnya menoleh cepat ke arah Rizal, begitu terkejut dengan ucapan pria itu, terdengar begitu aneh dan apa dia sungguh-sungguh mengatakan itu. Alisa tidak pernah mendengar ada yang mau berteman dengannya.
"Oh... Jangan salah paham, aku tidak berniat apa-apa padamu, aku sungguh ingin berteman denganmu."Ucap Rizal terburu-buru ingin memberikan klarofikasi takut Alisa salah paham tentang apa yang baru saja ia katakan. Rizal mencoba meluruskan takut-takut wanita itu berpikir aneh tentangnya.
"Ambil saja coffee mu tuan, terima kasih, selamat datang kembali."
"Hei."protes Rizal.
"Nona mau pesan apa?."ucap Alisa seraya melihat ke arah belakang Rizal. Rizal mengikuti apa yang Alisa lihat, ia menoleh ke belakang dan disana sudah ada pembeli yang mengantri panjang di belakangnya.
"Ahh kau benar-benar."ucap Rizal sarkatis pada Alisa, pria itu pergi dari sana,m dan membuat Alisa tersenyum lalu melirik Rizal yang pergi dari hadapannya sebelum kembali menatap wanita itu dan menunjukan senyum ramahnya.
**
TAP LOVE JANGAN LUPA YA.>\<