BAB 1
Kenyataan hidup tidaklah mudah.
Semuanya berbeda berdasarkan sebuah drama yang kau tonton di televisi.
Semua itu tipuan, kehidupan seakan begitu manis seperti sebuah coklat.
Tapi nyatanya, coklat busuk.
Kebohongan menjadi satu dengan rasa manis, tidakah dunia ini kejam.
Rasanya sulit membedakan sebuah kebenaran, seperti sebuah jarum yg berada ditumpukan jerami.
Pribahasa yang tepat, sesuai dengan kenyataan dunia yang ada.
***
Kakinya berlari menyusuri lorong kelas menuju ke belakang sekolah, suasana belakang sekolah terlihat begitu sepi, tidak ada yang berani ke sana. Banyak yang mengatakan jika tempat ini adalah sebuah markas Yakuza.
Ada akar pohon yang menyelimuti dinding ruang, beberapa botol kosong dengan sampah sedikit berserakan di jalan. Langkah kakinya memelan ketika ia melangkah masuk pada sebuah pintu kecil di sudut. Wanita itu sering datang ke tempat ini, namun tetap saja tidak membuatnya terbiasa berada di sana.
Ada dua tiga orang pria, salah satunya duduk di atas meja yang terbaring miring di lantai, nampak usang dan di coret-coret menggunakan pilok berwarna-warni.
"Aku harus menaruhnya dimana?."tanya wanita itu dengab suara yang sedikit bergetar. Pria itu meliriknya dari sudut mata lalu menyuruhnya untuk menaruh kantung plastik itu di atas drum tak terpakai yang tak jauh dari pintu masuk. Salah seorang pria memutar tubuhnya menghadap ke arahnya lalu menunjuk ke arah drum yang di maksud.
"di sana saja Lisa."Dia mengangguk kecil, lalu beralih pada seorang pria yang tengah terduduk dengan wajah lebam, terlihat begitu ketakutan pada pria yang tengah duduk di kursi dengan sebelah tangannya yang memegang sebuah tongkat kayu hampir mirip seperti balok kayu namun leboh kecil.
"A... aku sudah selesai, aku pergi."pamitnya, mencoba untuk tidak peduli pada pria yang kini menatapnya memohon.
Alisa tidak mau ikut campur, nasibnya bahkan tidak jauh berbeda. Selalu seperti itu, pria itu akan menyeret orang lemah, memukulinya hingga puas hanya untuk kesenangan belaka. Dunia ini kejam benarkan, orang lemah selalu ditindas, demi kesenangan orang-orang kaya seperti mereka.
Wanita itu melangkah pergi, keluar dari sarang Yakuza itu menuju kelasnya. Dia mendudukan dirinya, memasang earphone pada telinganya. Tangannya mulai sibuk dengan seutas pulpen yang terapit pada dua jemarinya. Menghabiskan waktunya pada sebuah buku matematika.
"AKU SUDAH BILANG RASA JERUK, KENAPA MALAH COKLAT. APA KAU TULI-HUH!."
Fenomena biasa, tamparan biasa, dan perlakuan biasa. Sekarang siapa yang jadi b***k, ternyata masih siswi yang sama, siswi lemah. Lagi-lagi orang lemah.
Wanita itu melihatnya, tamparan itu cukup kencang, namun dia tidak peduli, tatapannya kembali fokus pada buku pelajarannya. Bukan tidak peduli tapi dia memang tidak mau peduli.
"Bisa kau kerjakan ini."Sebuah buku terbanting di atas meja miliknya. Alisa melihat nama dari sampul buku tersebut, lalu perlahan-lahan wajahnya mendongak, siswi satu kelasnya yang bernama Sela berdiri di hadapannya dan menatapnya seolah berkata kerjakan.
"Kau cari mati, kau bisa habis di tangan Angga kalau kau menyuruhnya."tegur seorang wanita bernama Yeni. Siswi satu kelas yang sama dengan Alisa.
"Apa peduliku,... Bukankah dia pesuruh, sama saja bukan. Aku rasa Angga juga tidak akan keberatan jika pesuruhnya melakukan hal ini."ucapnya sinis, kedua tangannya terlipat di depan d**a, dia benar-benar terlihat seperti wanita antagonis dalam sebuah drama TV kabel.
"Taruh saja di situ."gumam Alisa dengan wajah tertunduk menatap buku pelajarannya, tanpa melihat ke arah wanita itu.
"Gadis pintar."ucapnya sinis lalu pergi dari sana. Alisa mendesah lelah, tangannya meraih buku tersebut, dalam diam tangannya mulai bermain, mengerjakan soal-soal yang dalam buku tersebut.
Dia benci ini, tapi lagi-lagi kenyataannya dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia terlalu takut, kekuasaan wanita itu cukup bisa membuatnya ditendang dari sekolah.
Dan Alisa tidak mau ditendang, sekolah ini cukup bagus, bisa bersekolah di sini dengan gratis adalah hal yang luar biasa, mimpi yang menjadi kenyataan. Dia harus bersekolah dan mendapat nilai bagus. Bertahan di sini adalah hal.yang harus oa lakukan untuk bisa masuk ke perguruan tinggi dengan mudah. Karena jalur beasiswa, mau tidak mau dia harus berusaha keras untuk mempertahankan nilainya.
##
Air itu terguyur ke atas kepalanya, membasahi rambut hitam gelam miliknya. Membuat siswi -siswi berteriak histeris, begitu terpesona dengan pria di hadapan mereka. Pria itu membuang botol minumnya asal, kepalanya mendongak, merasa hembusan angin yang tertiup ke arahnya, membuat kesegaran pada tubuhnya yang sedikit basah oleh air.
Seorang idol sekolah, 4 pria tampan paling di puja bak dewa. Siapapun begitu menyukainya bahkan rela melakukan apapun untuknya.
Namanya yang dikenal dengan ASTHIRL, sebuah geng yang paling di takuti karena pembuat ulah, pembuat onar, begitu menyeramkan karena siksaan yang mereka buat dan jangan lupakan kekuasaan yang mereka miliki.
Diketuai oleh Angga , seorang anak dari ketua yayasan sekolah, paling arogan diantara yang lain, paling dingin dan begitu menyeramkan, dan yg lainnya, memiliki donasi yang cukup besar pada sekolah, orang penting dan memiliki kekuasaan karena orang tua mereka tentu saja.
Mencari masalah dengan mereka, sama saja seperti kau mencolek seekor beruang gunung. Berbicara dengan mereka sama saja kau cari mati.
"Dimana si pesuruh, kenapa dia lama sekali."gerutu Angga tidak sabaran. Beberapa kali ia mengedarkan pandangannya ke segala arah untuk menemukan wanita yang di tunggu-tunggu nya sejak tadi. Siapa lagi kalau bukam Alisa.
"Mungkin dalam perjalanan."jawab Hendrik.
"Aku dengar Rozal akan kembali."ucap Bagas yang membuat kedua orang itu menoleh padanya.
"Benarkah!."ucap Teo yang kini sedang mendribble bola basket di hadapan Hendrik.
"Dia bilang LA membosankan."ucapan Bagas membuat semua orang tertawa. Alasan yang tidak masuk di akal.
"Itu karena dia tidak bisa bahasa Inggris, Dia ada di sana bersama orang-orang disekitar nya yang tidak bisa di ajak berbicara karena tidak mengerti apa yang mereka katakan."ucap Hendrik.
"Jadi kita akan kembali dalam formasi lengkap."ucap Bagas.
"Ya... Bisa dibilang begitu."lanjut Hendrik.
"Kapan dia datang?."tanya Angga sedikit penasaran seraya memainkan bola basket yang berada di kedua tangannya.
***
"Kau sudah datang? Sejak kapan?."salah seorang pria memeluk pria yang baru saja datang ke dalam cafe miliknya. Pria itu tersenyum, saling menepuk bahu lalu melepas kan pelukannya.
"Tadi siang, lalu langsung kemari untuk bertemu denganmu."
"Wah kau begitu merindukanku."
"Berhentilah percaya diri, aku merindukan coffee di cafe mu. Traktir aku 1 gelas dan aku akan sangat berterima kasih."
"Kalau begitu duduklah, aku akan buatkan untukmu."keduanya mengambil tempat di sudut cafe samping jendela.
"Tidak salah. kau akan membuatnya dengan tanganmu?."ucapnya tidak percaya kedua matanya membesar seolah terkejut. tak biasanya laki-laki itu terjun langsung membuat kan nya kopi seperti ini.
"Tentu saja, ..memerintah dengan tanganku Alisa, bisa tolong coffee espresso 1 untuk pria ini dan caffe latte untukku, kau mau sesuatu untuk dimakan?."tanyanya beralih melihat ke arah Rizal.
"Tidak, coffee saja."
"Itu saja."
"Tunggu sebentar."ucap wanita itu setengah berteriak dari meja kasir.
Rizal memperhatikan wanita itu, seakan terpesona, tatapannya tidak lepas dari sana, wajah polos tanpa make up, tapi anehnya terlihat begitu mempesona. Tatapan Rizal tertangkap di matanya Sony laki-laki pemilik Cafe tersebut. Hal itu membuat Rizal menjadi kikuk. Apa dia tertangkap basah.
"Apa yang kau lihat?."tanya pria yang berada di hadapannya penasaran, pria itu beralih pada pria yang duduk di hadapannya.
"Kau punya banyak pekerja baru di sini?."tanya Rizal yang merasa asing dengan Alisa.
"Hanya dia, pekerja paruh waktu, dia bersekolah di tempat mu, anak beasiswa.. dia cukup cerdas, aku percaya tentang perhitungan keuangan caffe ku padanya."
"Sudah berapa lama?."Tanya Rizal kemudian.
"3 Bulan. "
"Apa!! Dia baru 3 bulan dan kau percayakan hal itu padanya."ucap Rizal terkejut.
"Dia satu-satunya wanita di sini, ini hanya Cafe kecil, aku hanya butuh lima pekerja di sini, paruh waktuku, dan 2 orang pria yang saling bergantian dengan shiff sesuai jadwal, dan juga 2 koki ku."
"Pelangganku membeli, membayarnya di kasir lalu duduk dengan makanan mereka, aku butuh apa lagi. Ini cukup."
"Kau benar-benar, tidak mau mencoba memperindah suasananya."ucap Rizal seraya mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruang Cafe.
"Misalnya, pekerjakan wanita bertubuh Indah dengan pakaian minim mereka, itu bisa menarik pelangganmu lebih banyak."
Jimin sedikit terkejut ketika Alisa tiba-tiba sudah berada disampingnya dengan coffee yang berada di atas nampan yang kini tengah dibawanya. Mata wanita itu melebar, cukup terkejut dengan ucapan Rizal barusan.
"Ekhem. "dehem Rizal kini suasana berubah menjadi canggung.
"Ini kopinya. Saya permisi."ucap Alisa seraya menaruh coffee mereka di atas meja lalu buru-buru berhambur pergi dari sana. Rizal merutuki ucapannya yang baru saja ia katakan. Ia tak tahu jika Alisa sudah berada di sebelahnya saja.
"Kau berbicara seolah di ruangan ini hanya ada kita, lucu sekali Rizal."ucap Sony sarkatis lalu terkekeh melihat kebodohan yang Rizal lakukan. Pria itu terlihat malu.
"Ka Sony, aku berkata sesuai dengan kenyataan yang ada. Lagi pula aku tak tahu jika wanita itu sudah berada di sampingku."
"Kau kira Cafe ku ini bar, jangan asal bicara, kembal dari LA otakmu menjadi bermasalah."
"Aku hanya memberi saran!."
"Saran yang bagus, aku sangat berterima kasih."ucap Sony seraya memutar kedua bola matanya malas. Rizal terkekeh melihat ekspresi Sony yang nampak terheran-heran lalu tatapannya beralih pada wanita yang kini berdiri di balik meja kasir. Rizal tersenyum mengingat ucapannya tadi, rasanya canggung namun lucu. Ia tak bisa berhenti untuk melihatnya. Karena ketika ia menatap ke arah lain, tak lama tatapannya akan kembali pada wanita itu.
Tbc