Bab 9

2070 Words
Setelah Dinar sadar, Pak Kyai menyarankan untuk Andre agar segera mencari info di mana ia bisa mendapatkan daun bidara itu. Pak kyai hanya takut, jika pelaku akan lebih nekad dengan menyakiti korbannya dengan cara yang licik. "Saya pulang terlebih dahulu. Kalian bantu menjaga Dinar dengan baca sholawat dan sholat lima waktunya yang terpenting." Pesan Pak Kyai sebelum beliau pergi meninggalkan rumah keluarga Dinar. "Baik, Pak. Mari saya antarkan," ajak Andre. Pak Kyai beranjak bersamaan dengan Andre dan yang lain. Kemudian beliau pamit dengan mereka satu persatu. "Jangan lupa pesan saya, ya." Pak kyai kembali mengingatkan. "Dinar, jangan lupakan siapa tuhanmu, agar kamu selalu terhindar dari gangguan sihir dan sebagainya. Jangan menunda-nunda akan sholatmu ya, Nak." "Iya, Pak." Dinar terlihat masih lemas. Andre mengantarkan Pak kyai untuk pulang, sedangkan yang lain tetap berada di dalam kamar Dinar. "Benarkan yang aku katakan. Kalian sih, nggak ada yang mempercayaiku," gumam Keyra. "Iya, Rara," jawab neneknya. "Dit, kamu telepon Ayah untuk menanyakan ke temannya, siapa tahu ada yang paham dengan daun bidara ini." "Iya, Bu." Dita segera meraih ponselnya kembali, lalu menghubungi ayahnya. Dia meminta ayahnya untuk mencarikan daun bidara untuk kesembuhan Dinar. "Halo, Yah," sapa Dita ke ayahnya yang berada di seberang telepon. "Apa, Dit. Kamu mau dibawakan apa?" tanya Ayahnya di seberang telepon dikira Dita menginginkan sesuatu. "Yah, minta tolong tanyakan ke teman Ayah atau siapapun tentang keberadaan daun bidara. Dinar memerlukan itu, Yah," ujar Dita. Seketika Ayahnya tersulut emosi, kala ada yang berbuat jahat ke salah satu anaknya. "Siapa dia? Berani-beraninya mengganggu anakku." Ayah Dinsr terdengar kesal. "Nggak perlu tahu untuk sekarang, Yah. Yang penting daunnya terlebih dahulu, jika Dinar sudah membaik pasti aka aku ceritakan semuanya," jawab Dita mencoba menenangkan ayahnya. "Oke, akan segera Ayah carikan," jawab Ayahnya, akan mencarikannya segera. Setelah itu, Dita segera memutuskan panggilannya berharap bisa menemukan daun bidara itu. "Din, kamu tanyakan ke teman kamu. Dewi dan yang lain," pinta Dita. "Oh iya, Kak. Dewi ternyata dari semenjak kita pulang dari pantai ternyata nggak pernah pulang lagi. Anehnya, kenapa dia menghubungiku. Bahkan dia juga yang memberitahukan bayangan hitam itu. Terus dia ke mana?" Dinar bertanya-tanya. "Nah, kok aneh? Udah kamu tanyakan ke orang-orang terdekatnya. orang tua atau calon suaminya?" tanya Dita. "Sudah, kak. Mereka nggak ada yang tahu, kata tetangga kosnya dia nggak pulang sedari dia berangkat ke pantai itu." Dinar dengan suara lemahnya, mencoba menjelaskan kepada keluarganya. "Sudahlah, kita bantu cari nanti setelah kamu sembuh. Kalau hilangnya sudah lebih dari dua puluh empat jam, artinya bisa di laporkan ke pihak kepolisian," saran ibunya. "Iya, Bu," jawab Dinar hanya nurut kepada ibu dan Kakaknya. "Tante Dewi? Ada barang terakhir saat kalian ketemu nggak? Siapa tahu aku bisa bantu lihat detailnya. Tapi, dalam penglihatanku saat ini, dia di bawa tak jauh dari tempat yang ia gunakan setiap harinya. Dia duduk di sana dengan tangan diikat dan mulut disumpal menggunakan kain." Lagi-lagi, Keyra berbicara sesuai penglihatanya. "Yang bener kamu, Ra. Lalu, kok ada bayangan hitam itu apa?" sahut mamanya. "Ya memang saat ini dia diikuti sosok hitam, tapi beda dengan yang mengikuti Tante, kok. Tapi, kalau hilangnya Tante Dewi bukan makhluk astral yang membawanya. Orang yang cukup dekat dengannya," ujar Keyra. "Calon suaminya?" tanya Dinar. Keyra hanya menggelengkan kepalanya. "Bukan? Lalu, siapa?" tanya Dinar. "Lah, mana saya tahu. Kenal Embak-mbak itu aja enggak," jawab Keyra dengan ketus. "Embak? Berarti pelakunya cewek, dong?" tanya Dinar. Keyra hanya bisa menganggukkan kepalanya. "Siapa ya, Ra?" Dinar jadi bertanya-tanya karena perkataan dari Keyra. "Dinar, nggak usah dipikirkan. Ibu bilang, urusin dulu masalahmu saat ini. Ibu nggak mau, kejadian seperti tadi terulang kembali. Perbanyak sholawat, doa dan kalau disuruh sholat dibiasakan tepat waktu." Ibunya Dinar kembali menegur anaknya demi kebaikannya. Dinar memilih untuk mengangguk, sebab dirinya sendiri pun sedang dalam bahaya. Dia juga tak menyangka, jika ada orang sedangkal itu menggunakan ilmu sihir untuk menarik hati dan simpatinya. Tak berselang lama Andre pun datang, tetapi saat itu dia tak sendiri. Dia bersama pria yang dulu ada dalam masa lalu Dinar. Dia Dandi, kekasih masa sekolah menengah atas hingga awal masuk kuliah. "Dandi," gumam Dinar. "Iya, tadi aku ketemu dia saat mau pulang. Ternyata, Dandi sengaja ingin ke sini bertemu dengan kamu, Din. Sekalian, aku ceritakan masalah kamu dan dia tahu keberadaan daun bidara itu," ujar Andre. Dandi mendekat ke arah Dinar. "Aku pengen ngomong sebentar sama kamu." "Apa?" Dinar dan Dandi menatap mereka semua, mengisyaratkan jika mereka berdua ingin yang ada di sini memberikan waktu untuk mereka berbicara. "Ya sudah, kami keluar dulu. Kalian selesaikan dengan baik," ujar ibunya Dinar. Beliau tahu, jika anaknta beranhak dewasa dan pasti paham akan perasaannya. Mereka pun pergi dan saat itulah waktunya Dandi untuk berbicara. "Din, lihat ini." Dandi memberikan foto Alva dengan seorang perempuan yang mana di tuduhnya sebagai selingkuhan Dandi. "Bukannya cewek ini, yang kamu ...," "Ya, cewek ini yang dituduhkn Alva sebagai selingkuhanku. Beberapa hari yang lalu aku lihat mereka ketawa-ketawa bersama di sebuah restoran. Memang mereka bersekongkol untuk menghancurkan pasangan yang memang ceweknya menjadi incaran si Alva. Dia adalah kakak dan adik. Aku berani bilang seperti ini, karena setelah aku melihat mereka berdua dengan sengaja aku mengikutinya dan mengulik informasi tentang mereka berdua. Dia berdua tempat tinggalnya berpindah-pindah, kata tetangga kontrakannya saat ini mereka berdua introvet dan beberapa yang bilang, mereka seolah-olah menggunakan ilmu gendam buat membuat orang luluh kala ingin marah dengannya." Dandi tampak serius mengatakan itu. "Makanya, semua yang dekat dengan mereka malas berurusan, dari pada terkena imbasnya sendiri. Mereka pun dalam mata hukum tak kuat jika dilaporkan sebab apa yang mereka rampas sesuai pemberian korbannya." Dinar merasa bimbang, sebab ilmu sihir yang digunakan Alva belum sepenuhnya luntur dalam dirinya. "Din, aku dengar dari Kakakmu diperlakukan yang sama. Kamu tahukan, aku tak pernah menghianatimu. Aku bantu kamu agar sembuh, ya," pinta Dandi dengan suara lembut. Dinar seperti orang linglung, sebab jika Alva ketahuan berselingkuh akan menggaet targetnya kembali, menggunakan mantra-mantranya yang ia gunakan melalui foto korbannya. "Kamu kuatkan imanmu, ya. Aku bantu carikan kamu dan bidara agar cepat sembuh," ujar Dandi. Mereka memang saling mencintai, tapi sejak kedatangan Alva yang tiba-tiba menuduh Dandi berselingkuh membuat hubungan mereka hancur. Dandi memutuskan untuk keluar kamar Dinar, dia menghampiri Andre sebagai kakak iparnya Dinar. "Kak, kita carikan daun itu sekarang, ya. Aku melihat Dinar seperti orang linglung, sumpah aku nggak tega. Aku juga nggak menyangka jika Alva menggunakan ini semua buat memiliki Dinar." Dandi mengajak Andre untuk mencarikan daun itu. "Ya, dangkal banget otaknya. Kukira karena ketampanannya Dinar selalu membangkang kala diperingatkan, ternyata ada sesuatu di balik itu semua." Andre menghampiri istrinya. "Aku berangkat dulu ya, Sayang. Kalau ada apa-apa kabarin kami." "Iya, Sayang. Kamu juga harus berhati-hati," jawab Dita. "Rara, nanti kita main lagi, ya," ujar Dandi. "Siap, Om," jawab Keyra. Memang Dandi dan Keyra dekat kala Dinar masih menjalin hubungan dengan Dandi. Tetapi semua itu hancur ya cuma karena adu domba dan ilmu sihir yang dipermainkan Alva. Alva mencoba membuat Keyra untuk luluh, tetapi susah. Alva tak pernah tahu, jika ada dua makhluk halus yang selalu menjaga Keyra selama ini. Dandi dan Andre keluar secara bersamaan. Mereka masuk mobil yang digunakan Dandi ke rumah itu. "Kak, itu kok bisa tahu kalau menggunakan sihir awalnya gimana?" tanya Dandi. "Aku juga kurang tahu sih, Dan. Dari dulu, Keyra kan selalu ceplas-ceplos perihal Alva. Tapi, kita ya nggak pernah nyangka sampai segitunya. Tadi, si Dita telepon kalau Dinar ngunci diri di kamar gitu, ya aku pulang. Sampai rumah, dia sudah berbaring lemah tak sadarkan diri. Nanti, kalau kita sudah dapat daun dan proses menyembuhkan Dinar, bisa tanyakan yang tadi ada di rumah," jawab Andre. "Iya, Kak. Kok untuk tadi aku berpikiran untuk datang ke rumah hari ini. Temanku, ada yang punya, kita langsung ke sana saja." Dandi yang mengemudikan mobil, tentunya Andre hanya mengiyakan ajakan itu. ____ Sedangkan Alva, dia merasa takut jika Dinar terlepas darinya. Dia kembali meraih foto Dinar yang saat itu sedang tertawa. Dia membaca mantra penghancur sukma untuk Dinar. Dalam waktu beberapa menit, target pun kembali di luluhkan. *** Benar saja, Dinar yang duduk bersama dengan Dita dan ibunya tiba-tiba, terbelalak dengan mata terlihat kosong. "Din, kenapa?" tanya Dita. Dita hanya menatap lurus ke depan tanpa menggubris pertanyaan dari kakaknya itu. "Din." Ibunya mengeles bahu Dinar. "Alva, Bu. Alva ke mana? Aku harus mencari dia, Bu. Aku tadi membentaknya, aku nggak mau kehilangan dia." Tiba-tiba Dinar menitikkan air mata. Dita yang duduk paling jauh dengan adiknya, seketika beranjak dan menghampirinya. "Dinar, kamu apa-apaan, sih? Jangan kek orang gila gitu, deh. Dah tahu dia jahat, masih kamu cari aja. Apa untungnya, sih?" Dita tak tahu, jika adiknya saat ini terpengaruh dengan ilmu sihir kembali. Kabut hitam tampak terlihat lagi, tetapi hanya Keyra yang mampu melihatnya. Keyra yang awalnya tak menyadarinya, tiba-tiba terasa ada hal yang menyentuh kulitnya. Keyra perlahan menatap kabut yang mulai datang dari arah jendela yang ada di dekatnya. "Kabut lagi?" gumam Keyra. Dia beranjak dari tempat duduknya. Berjalan, hendak menghampiri Dinar tapi tiba-tiba tangan Emely dan Sica yang dingin memegang kedua tangannya satu-persatu. Keyra menoleh ke arah mereka secara bergantian. Terlihat Emely dan Sisca menggelengkan kepala. "Kenapa?" tanya Keyra dengan lirih. "Jangan, dia berbeda dari yang awal tadi. Tapi tenang, dia nggak akan menyakiti Tante kamu, kok. Dia hanya mengajaknya pergi ke orang yang telah memikatnya." Sisca mengatakan itu dengan suara khasnya yang datar. "Nggak bahaya?" tanya Keyra lagi sembari menatap ke arah mereka berdua. Mereka hanya menjawab dengan menggelengkan kepala, lalu mengajak Keyra untuk duduk kembali. Sedangkan Dinar dengan tatappan yang kosong, meraih tasnya dan terus-menerus memanggil nama Alva tanpa henti. "Bu, ada yang aneh lagi dengan Dinar, deh," ujar Dita ke ibunya. "Rara, ada apa dengan Tantemu?" tanya neneknya. "Kabut tadi datang lagi, tapi kata Emely dan Sisca berbeda dengan tadi. Dia tidak akan mencelakai Tante, kok," jawab Keyra. "Terus, kita gimana?" tanya mama Keyra lagi. "Ya, ikutin aja ke mana Tante Dinar pergi. Dia pasti menghampiri Om Alva lagi. Mama telepon Om Dandi dan Papa. Kasih tahu keberadaan mereka," saran Keyra. "Boleh tuh, kita ikuti saran Keyra. Mau apa lagi tuh, si Alva. Tapi jangan sampai tahu, jika kita mengikutinya," jawab neneknya Keyra. "Nah, Nenek aja paham loh, Ma. Tante Dinsr antar, tapi kita tetap di dalam mobil aja. Selicik apa sih, dia itu," gumam Keyra. Anehnya, sebelum pergi Dinar mendapatkan telepon dari Alva. Entah apa yang ia katakan, si Dinar hanya mengiyakannya. Setelah panggilannya terputus, Dinar berlari dan masuk ke dalam kamar ibunya. Dia meraih berkas-berkas seperti sertifikat rumah dan beberapa BPKB milik mereka semua. "Dinar!" Dita menghampirinya. Plak!! Tamparan Dita mendarat di pipi sebelah kanan Dinar. "Sadar, woi. Jangan gila kamu." "Mama, mending telepon, Papa dan Om Dandi. Ini sudah ranah kriminal, mending jebak Om Alva sekalian." Rara juga panik, walaupun tak mencelakakan tetapi bikin orang mengalami kerugian. "Dit, jangan pakai emosi. Dinar tak tahu apa-apa, ini. Kamu telepon Andre saja," pinta ibunya. Dinar setelah meraih itu semua, berlari menuju mobilnya. Dita dan ibunya pun ikut. "Ibu, Kakak. Pergi sana! Ngapain ikut?" bentak Dinar, merasa tak suka jika Kakak dan ibunya ikut campur dengan urusannya. "Dinar, sadar, Nak. Apa yang kamu lakukan salah." Ibunya mencoba mengingatkan. Dinar yang terpengaruh, malah bersikap kasar ke ibunya dengan mendorong tubuhnya keluar mobil. Beliau tersungkur ke tanah, Dita memilih untuk membantu ibunya untuk berdiri. Sedangkan Dinar, dengan cepat mengemudikan mobilnya tak tahu hendak ke mana. "Ibu nggak apa-apa?" tanya Dita. "Kita ikuti adikmu. Dia sedang dalam bahaya, Nak," pinta Ibunya Dinar. "Biarkan saja, Bu. Dia memilih lelaki itu." Dita merasa kesal dengan perbuatan adiknya. "Mama, dia itu terpengaruh dengan ilmu hitam. Kita bantu dia sembuh, Mama. Ayo, kita nanti kehilangan jejak Tante Dinar," ajak Keyra. Dita dengan perutnya yang besar berjalan menghampiri mobilnya, begitu juga dengan Keyra dan neneknya. "Emely, Sisca. Cari keberadaan Tante Dinar. Antarkan kami ke sana," pinta Keyra saat berada di mobil. Emely dan Sisca tiba-tiba menghilang. Mereka berdua menuruti kemauan Keyra. "Aduh, dia pergi ke mana, ya?" gumam Nenek Keyra. "Aku sudsh meminta Emely dan Sisca mengikuti Tante, kok. Nanti, mereka juga memberitakannya ke kita," sahut Keyra. "Benarkah, Ra? Semoga kita tak terlambat kalau sudah berada di tempat yang di tujunya," gumam neneknya. Emely dan Sisca saat ini sudah berada di mobil Dinar. Mereka duduk di kursi belakang. Mereka tahu, ada kekuatan yang lebih besar dari pada mereka. Tetapi, selama Emely dan Sisca tak mengusiknya tak akan terjadi apa-apa. "Rara." Emely memanggil nama Keyra. Emely dan Sisca saling bertatapan mata.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD