3 - Sudah lelah

1167 Words
Kita makan dulu ya!" ujar Yudha menatap Ara. "Iya om, aku juga lapar," jawab Tiara. Tadinya Fira hendak menolak, tapi Yudha sungguh pintar. Dia menawari Ara yang pasti mau aja. "Ayo, Rayyan biar om Yudha yang gendong ya. Kasian mamah berat." Yudha merentangkan kedua tangannya ketika mereka sudah turun dari mobil. "Gak usah om, Ray mau jalan aja tapi pegang tangan mama," ucap anak yang sebentar lagi genap empat tahun itu. "Oke anak pintar!" Yudha terkekeh mendengar perkataan Rayyan. Fira segera memegang tangan mungil Rayyan dan menuntunnya masuk ke restoran bersama Yudha. Di dalam restoran mereka makan dengan lahapnya. Lebih tepatnya Yudha, Rayyan dan Tiara lah yang lahap. Sedangkan Fira hanya menyendok tapi seolah enggan menelan nya. "Makanlah, jangan sampai kamu sakit gara-gara beban pikiran mu itu." Yudha menatap Fira. Fira menatap kearah yudha sekilas. Setelah itu, dia menundukkan wajahnya. Menatap makanan yang terasa tidak enak di telannya. Mungkin efek rasa sakit di hatinya itu. Setelah selesai makan kemudian Yudha melanjutkan perjalanannya. Kini mereka sudah sampai di depan rumah mamanya Fira. "Terimakasih Yudh, sudah mengantarkan kami kemari." Fira segera membalikkan badannya. "Gak ngajak aku mampir dulu?" Yudha tersenyum tipis. "Eh." Fira bingung antara mengajaknya atau tidak. "Fira kamu datang dengan Yudha? Ayo Yudha masuk dulu," terdengar suara ibunya menyapa. "Dengan senang hati Tante." Yudha tersenyum senang. "Huuh" Fira menghela nafasnya dalam-dalam. Lalu menggendong Rayyan menghampiri mamanya. "Nenek!" Rayyan segera merentangkan tangannya minta gendong. "Cucu nenek yang cakep, ayo sini sayang," segera mengambil Rayyan dari gendongan Fira. Rayyan dan Tiara mencium punggung tangan neneknya itu. Setelah itu Fira mencium punggung tangan mamanya. Tiba-tiba air matanya menetes begitu saja hingga membasahi punggung lengan mamanya. "Astagfirullah, kamu kenapa Ra? Jangan bilang suamimu kambuh lagi!" Mamanya segera mendongakan wajah Fira. Fira menangis sesenggukan akhirnya. "Ayo cepat masuk!" Mamanya mendorong tubuh Fira kedalam rumah. Diikuti Yudha. "Hallo Dik, bisa kesini sebentar?" Mama Fira menelpon Dika suami Andini, adiknya Fira. "Untuk apa mama menelpon Dika?" Tanya Fira sambil menyeka air matanya. "Mau nyuruh bawa Rayyan sama Ara. Biar kita bisa leluasa ngobrolnya," ujar mamanya. Fira mengangguk pelan. "Fir buatkan minum dan bawa cemilan yang ada di dapur," ujar mamanya, sengaja agar Fira sedikit melupakan kesedihannya jika ada kerjaan. Fira mengangguk, lalu segera ke dapur. Sementara Fira di dapur membuatkan kopi untuk yudha, ibunya mengajak Yudha mengobrol. Bertanya kenapa Fira bisa seperti itu. "Yudha Fira kenapa? Apa kamu tahu sesuatu?" Tanya ibu Fira dengan cemas. Fira baru saja terlihat begitu bahagia beberapa tahun terakhir ini, tapi sekarang dia terlihat begitu sedih kembali. Bahkan, sepertinya lebih buruk dari saat Leo selingkuh dengan Salma dulu. Fira dulu tidak terlihat sesedih ini. "Sebenarnya, Fira mengetahui sebuah kenyataan yang mengoyak hatinya Bu." Jawab Yudha. "Apa? Tolong katakan pada ibu." Ibu Fira semakin penasaran. "Sebaiknya, biar Fira saja yang mengatakannya. Saya tidak punya hak itu sepertinya," ujar Yudha tidak enak hati. "Baiklah kalau begitu," meski kecewa, tapi ibu Fira sangat menghargai prinsip Yudha. Mereka mengobrol ringan, ibu Fira banyak bertanya tentang Yudha saat ini. Dan Yudha menjawab semua keingin tahuan ibu Fira dengan senang hati. Hingga akhirnya Fira datang membawa nampan berisi kopi dan camilan, untuk mereka bertiga. Tiara dan Rayyan sedang bermain ayunan di belakang rumah ibunya. Fira ikut bergabung dengan mereka, dia duduk disamping ibunya. "Fir, katakan pada mama ada apa sebenarnya?" Ibunya menggenggam tangan Fira ingin menguatkan. Fira menghela nafasnya dalam-dalam dan menghembuskan perlahan. Dia berusaha menekan kuat-kuat perasaannya. Menahan rasa sakit dan sesak di dadanya. "Sebenarnya…" Bremm bremmm Fira menghentikan perkataannya, karena sepertinya Dika sudah tiba. Benar saja, itu adalah motor Dika. Dia akan menjemput Tiara dan Rayyan. Dika langsung mengucapkan salam, mencium punggung lengan ibu mertuanya, lalu ikut duduk di samping Yudha. Dia terlihat bingung, karena situasi yang terlihat serius dan tegang. "Ada apa sebenarnya?" tanyanya heran, matanya menatap Fira dan ibu mertuanya bergantian. "Mama belum tahu Dik, karena kakak iparmu belum mengatakan apapun," jawab ibu gelisah. Sedangkan Fira tampak gelisah. "Kak ada apa?" tanya Dika heran, dia menatap kakak iparnya lekat penuh tanya. Setelah diam beberapa saat. Akhirnya Fira buka suara. "Ini masalah antara aku dengan Mas Leo," ucapnya lirih. "Dia berulah lagi?" nada bicara Dika terdengar kesal. Fira mengangguk. "Dika sebaiknya, tolong kamu bawa dulu Rayyan dan Tiara main di rumahmu," ujar mamanya Fira, dia tidak ingin kedua anak ini mendengarkan pembicaraan orang dewasa. Apalagi yang dibahas ini sungguh bukan hal yang terdengar baik-baik saja. Meski penasaran, akhirnya Dika mengangguk setuju. Dia segera mengajak Tiara dan Rayyan pergi. Kini tinggalah Fira, mamanya dan Yudha di ruangan itu. Fira menghela nafas gelisah, matanya mulai berkaca-kaca dan mengembun. Lalu sedetik kemudian air mata jatuh dari pelupuk matanya. "Tenanglah Fir." Mama Fira mengelus lembut punggung anaknya, dia merasakan ada yang tidak beres antara anak dan menantunya itu. Hatinya sudah berdenyut-denyut menduga-duga apa yang sebenarnya terjadi. Sekuat tenaga, Fira berusaha menahan diri agar kuat dan tegar. Fira mulai mengeluarkan kata-kata, setelah rasa sesak di dadanya sedikit berkurang. "Mas Leo berulah lagi, dia menghamili Mia," tiba-tiba saja air matanya luruh usai berkata-kata. "Apa!" pekik mamanya geram, ia langsung saja merengkuh tubuh putrinya itu dan memeluknya erat. Air mata ikut luruh dari matanya, sebagai seorang ibu tentu saja dia tidak rela anaknya disakiti. Apalagi, Fira sudah begitu baik selama ini. Memaafkan segala kesalahan suaminya, meski kesalahan itu sangat besar. Menerima keadaan Leo disaat dia terpuruk sekalipun, tapi balasannya apa? Leo hanya membuat anaknya kembali menangis dan menderita. "Kamu memang sangat bodoh Fira, dari dulu mama dan Arini adikmu, sering mengatakan untuk berpisah saja dengannya, tapi kamu tetap ngeyel dan berharap suamimu itu akan berubah." Mama Fira ikut terisak sambil mengeratkan pelukannya. Ada rasa marah dan kesal juga kepada anaknya itu, karena memilih memberi kesempatan kedua kepada suaminya yang b******k itu. "Maafin aku Mam, semua yang mama katakan dulu benar. Mas Leo tidak akan pernah berubah, dia terlalu b******k dan tidak pernah cukup dengan satu wanita, hik hik." Fira pun terisak-isak. Kedua ibu dan anak itu saling memeluk dengan isakan. Yudha hanya memperhatikan mereka dengan tatapan penuh rasa iba. Walau bagaimanapun wanita di hadapannya itu, pernah menjadi calon istrinya. Dan sampai saat ini, dia masih ada hati padanya, Hanya saja Fira selalu lebih memilih Leo sejak dulu. Tapi, melihat kejadian ini Yudha berharap Fira akan sedikit membuka hati untuknya. "Lalu sekarang bagaimana" Jangan bilang, kamu memaafkan Leo lagi!" Mamanya menatap Fira tajam. Fira mengembuskan nafas gusar. Dia menggeleng, "Mana mungkin aku memaafkannya lagi, Mam. Dia sudah cukup memberiku kesusahan, derita dan air mata. Rasanya, aku sudah lelah dan tidak sanggup lagi untuk hidup bersamanya," jawab Fira lirih dengan hati berdenyut-denyut nyeri. Apalagi saat mengingat dengan siapa suaminya itu berkhianat. Air matanya kembali luruh, saat teringat pengkhianatan suaminya itu. Mamanya, mengusap puncak kepalanya dengan lembut dan penuh kasih. "Mama akan mendukung keputusanmu ini, semoga kamu tidak berubah pikiran atau luluh. Seandainya, suamimu itu datang untuk meminta maaf padamu suatu hari nanti." Mamanya berkata dengan lembut, namun tegas dan penuh penekanan. Kali ini, Fira sudah bertekad tidak akan lagi memaafkan suaminya apapun alasannya. Urusan Tiara dan Rayyan, biarlah dirinya yang akan merawatnya. Dia mampu membiayai mereka, karena memiliki usaha saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD